DICARI PEMIMPIN YANG "PAS"
(suatu renungan dalam rangka Sidang Sinode April 2009)
Pada bulan april 2010 akan dilaksanakan satu kegiatan besar di tengah-tengah GBKP yakni Sidang Sinode. Dikatakan kegiatan besar bukan saja karena pesertanya yang berjumlah besar, tapi juga karena artinya besar bagi GBKP 5 tahun ke depan. Disamping akan dibicarakan banyak hal dan memutuskan berbagai hal bagi perjalanan GBKP 5 tahun kedepan agar lebih baik, juga akan dilakukan pemilihan pemimpin yang disebut Moderamen untuk 5 tahun ke dapan.
Siapakah yang “pas" (tepat) untuk memimpin GBKP 5 tahun ke depan? Biasanya, hal ini akan menjadi diskusi yang menarik menjelang Sidang Sinode. Saya sengaja mengatakan pemimpin yang pas (yang tepat) dan bukan yang “mampu”, karena menurut saya “mampu” sering dimengerti secara duniawi dan kalau pengertiannya seperti itu banyak yang mampu menjadi Moderamen. Terlebih Pendeta-pendeta GBKP selama 10 tahun terakhir ini sudah banyak yang bergelar S-2, dan beberapa S-3. Tetapi apakah setiap pendeta yang sudah S-2 dan S-3 otomatis pas? Mampu mungkin!!! Itupun kalau kreterianya bisa berbahasa Inggris dan pernah minimal menjadi ketua runggun, tidak sulit mencarinya. Tetapi menurut saya kedepan tidak hanya dibutuhkan pemimpin yang demikian. Tetapi pemimpin yang pas sesuai dengan kekhasan GBKP itu sendiri dalam konteksnya, dalam hal ini tantangan jamananya.
Pdt.Jadiaman Perangin-angin, D.Th menurut saya pemimpin yang pas pada waktu itu. Bukan saja pemimpin yang dianggap mampu karena berlatarbelakang S-3, walaupun kalau dibahas secara mendalam istilah pas dan mampu lebih kurang “beti” (beda tipis). Walaupun awalnya ada orang-orang tertentu yang meraguka kemampuannya. Tetapi dengan kepemimpinan beliao yang tenang, tidak meletup-letup walaupun dalam berbagai kesempatan ia berbicara sangat tajam menyoroti berbagai hal yang terjadi ditengah-tengah jemaat maupun masyarakat dapat membawa nuansa baru di tengah-tengah GBKP, paling tidak timbulnya semangat dan kemauan pendeta-pendeta muda melanjutkan studi ketingkat yang lebih tinggi, apakah itu melalui rekomendasi resmi maupun tidak.
Lima tahun kedepan ini siapakah yang pas menjadi Moderamen, juga bagi pengurus Klasis? Siapapun menurut kita yang pas, yang pasti tantangan kedepan bukan semakin ringan. Dari sekian banyak tantangan, menurut saya salah satunya ialah bagimana supaya warga GBKP merasakan bahwa GBKP itu rumah yang pas sebagai tempat memenuhi kebutuhan rohaninya. Dikemukakan hal ini mengingat masih banyaknya anggota jemaat yang terdaftar secara resmi tidak atau kurang mengambil bagian secara aktif dalam kegiatan-kegiatan gereja. Dalam berbagai kesempatan membicarakan hal ini, dari banyak alasan yang dikemukanan, alasan karena merasa kebutuhan rohaninya kurang terpenuhi di GBKP yang paling banyak dikemukakan (khusnya di perkotaan). Bagi generasi orang tua yang masih memiliki panatisme ke-karoan masih tetap secara rutin mengikuti kegiatan-kegiatan GBKP karena masih dianggap mempunyai nilai tambah sebagai tempat “mburo ate tedeh” walaupun sebagian dari mereka juga mengikuti ibadah digereja lain untuk memenuhi kebutuhan rohani mereka. Bagaiamana dengan generasi yang tidak saja lahir di kota dan dibesarkan di kota tetapi juga yang kurang mengerti bahasa dan budaya karo? Apakah GBKP dianggap mempunyai nilai tambah? Kita dapat bayangkan bagaimana GBKP kedepan kalau tidak dilakukan langkah-langkah yang tepat dan cerdas untuk menjangkau mereka. Sudah saatnya GBKP tidak hanya mengandalkan ikatan ke-karoan walaupun hal tersebut harus tetap dipelihara, tetapi mencari bentuk-bentuk pelayanan yang memiliki daya tarik bagi mereka tanpa kehilangan jati diri sebagai GBKP. Sebab kalau hanya untuk memenuhi kebutuhan rohani mereka, GPIB atau gereja lain dianggap lebih memadai. Walaupun kebenaran ini sangat reltif, tapi paling tidak mengingatkan GBKP kedepan untuk terus menerus membenahi diri, dan membuka diri bagi upaya-upaya yang relevan dan kontekstual, sehingga GBKP juga tidak kalah menarik bagi mereka.
Harapan kita ke depan depan tentulah agar GBKP dalam kehadirannya semakin bermakna dalam arti dapat mewarnai kehidupan masyarakat, baik melalui kehidupan anggotanya yang berintraksi dengan masyarakat dimana mereka tinggal dan bekerja, juga melalui aksi-aksi yang dilakukan gereja sebagai bagian dari masyarakat. Di tengah-tengah kehidupan yang semakin hari semakin keras dan kompetitif, di tengah-tengah kemajuan jaman dimana pada satu sisi memberikan kemudahan-kemudahan untuk hidup, tetapi pada sisi yang lain juga banyak menimbulkan permasalahan-permasalahan bagi kemanusiaan, lingkungan hidup, dsb, yang melahirkan banyak penderitaan bagi manusia itu sendiri. Kehadiran GBKP dimana pun itu dapat memberi kontribusi bagi pembangunan moral masyarakat, khususnya bagi anggotanya sendiri, dengan pelayanan yang dilakukan secara kontinu, anggota jemaat dapat dikuatkan terus-menerus sebagai orang percaya. Untuk itu perlu pemimpin yang pas. Walaupun harus segera ditambahkan siapa pun pemimpin yang pas tersebut, perubahan kearah lebih baik membutuhkan proses, perjuangan, pengorbanan dan langkah-langkah yang cerdas serta kerjasama yang baik dari semua komponen jemaat.
Pondok Gede, 29 September 2009
Pdt.S.Brahmana
Lima tahun kedepan ini siapakah yang pas menjadi Moderamen, juga bagi pengurus Klasis? Siapapun menurut kita yang pas, yang pasti tantangan kedepan bukan semakin ringan. Dari sekian banyak tantangan, menurut saya salah satunya ialah bagimana supaya warga GBKP merasakan bahwa GBKP itu rumah yang pas sebagai tempat memenuhi kebutuhan rohaninya. Dikemukakan hal ini mengingat masih banyaknya anggota jemaat yang terdaftar secara resmi tidak atau kurang mengambil bagian secara aktif dalam kegiatan-kegiatan gereja. Dalam berbagai kesempatan membicarakan hal ini, dari banyak alasan yang dikemukanan, alasan karena merasa kebutuhan rohaninya kurang terpenuhi di GBKP yang paling banyak dikemukakan (khusnya di perkotaan). Bagi generasi orang tua yang masih memiliki panatisme ke-karoan masih tetap secara rutin mengikuti kegiatan-kegiatan GBKP karena masih dianggap mempunyai nilai tambah sebagai tempat “mburo ate tedeh” walaupun sebagian dari mereka juga mengikuti ibadah digereja lain untuk memenuhi kebutuhan rohani mereka. Bagaiamana dengan generasi yang tidak saja lahir di kota dan dibesarkan di kota tetapi juga yang kurang mengerti bahasa dan budaya karo? Apakah GBKP dianggap mempunyai nilai tambah? Kita dapat bayangkan bagaimana GBKP kedepan kalau tidak dilakukan langkah-langkah yang tepat dan cerdas untuk menjangkau mereka. Sudah saatnya GBKP tidak hanya mengandalkan ikatan ke-karoan walaupun hal tersebut harus tetap dipelihara, tetapi mencari bentuk-bentuk pelayanan yang memiliki daya tarik bagi mereka tanpa kehilangan jati diri sebagai GBKP. Sebab kalau hanya untuk memenuhi kebutuhan rohani mereka, GPIB atau gereja lain dianggap lebih memadai. Walaupun kebenaran ini sangat reltif, tapi paling tidak mengingatkan GBKP kedepan untuk terus menerus membenahi diri, dan membuka diri bagi upaya-upaya yang relevan dan kontekstual, sehingga GBKP juga tidak kalah menarik bagi mereka.
Harapan kita ke depan depan tentulah agar GBKP dalam kehadirannya semakin bermakna dalam arti dapat mewarnai kehidupan masyarakat, baik melalui kehidupan anggotanya yang berintraksi dengan masyarakat dimana mereka tinggal dan bekerja, juga melalui aksi-aksi yang dilakukan gereja sebagai bagian dari masyarakat. Di tengah-tengah kehidupan yang semakin hari semakin keras dan kompetitif, di tengah-tengah kemajuan jaman dimana pada satu sisi memberikan kemudahan-kemudahan untuk hidup, tetapi pada sisi yang lain juga banyak menimbulkan permasalahan-permasalahan bagi kemanusiaan, lingkungan hidup, dsb, yang melahirkan banyak penderitaan bagi manusia itu sendiri. Kehadiran GBKP dimana pun itu dapat memberi kontribusi bagi pembangunan moral masyarakat, khususnya bagi anggotanya sendiri, dengan pelayanan yang dilakukan secara kontinu, anggota jemaat dapat dikuatkan terus-menerus sebagai orang percaya. Untuk itu perlu pemimpin yang pas. Walaupun harus segera ditambahkan siapa pun pemimpin yang pas tersebut, perubahan kearah lebih baik membutuhkan proses, perjuangan, pengorbanan dan langkah-langkah yang cerdas serta kerjasama yang baik dari semua komponen jemaat.
Pondok Gede, 29 September 2009
Pdt.S.Brahmana
0 komentar:
Post a Comment