Introitus: Imamat 19:15; Pembacaan: Efesus 5:1-10
Khotbah: Ulangan 16:18-20
Thema :
Tetaplah nampakkan keadilan dalam semua perkara/
Tetaplah cidahken keadilen ibas kerina perkara.
Pendahuluan
Konteks Indonesia disamping pluralisme agama, juga kemiskinan. Ironis memang. Bangsa yang besar dan sangat kaya alamnya, namun rakyatnya ± 34 juta KK ada dibawah garis kemiskinan[1]. Mengapa bisa demikian? Banyak penyebab kemiskinan[2], salah satunya karena ketidakdilan[3]. Ketidakadilan melahirkan kemiskinan, kebodohan, sparatisme dan konflik yang berkepanjangan, nepotisme dan kolongmerasi, dst. Kalau demikian mungkinkah dalam kehidupan ini terjadi keadilan sehingga tidak ada lagi kemiskinan? Firman Tuhan sangat jelas tentang ini, selama manusia masih hidup dalam dosa, selama itu ketidak adilan dan kemiskinan, serta kebodohan akan selalu ada. Disinilah pentingnya kehadiran orang percaya di tengah-tengah dunia ini. Setiap orang percaya dipanggil untuk memberitakan Injil baik melalui perkataan (khotbah) maupun kesaksian hidup agar semua orang menjadi percaya dan hidup dalam kebenaran dan bukan lagi hidup dalam dosa. Pertanyaannya ialah sudahkan kita melakukan tugas tersebut?
Pendalaman Nas
Perikop khotbah minggu ini merupakan bagian amanat Musa yang disampaikan kepada bangsa Israel. Ada banyak hal yang disampaikan, salah satunya agar mengangkat hakim-hakim dan petugas-petugas dalam setiap suku. Dengan cara mengangkat hakim dan petugas dalam setiap suku, perkara umat dapat segera ditangani. Sebenarnya ilmu ini diperoleh Musa dari Jetro, mertuanya. Pada waktu itu Jetro melihat bagaimana Musa sangat letih mengadili perkara umat yang demikian banyak sehingga dari pagi hingga sore pekerjaan Musa hanya mengadili dan mengadili. Dan ini sangat tidak efektif. Disamping perkara umat tidak dapat ditangani secara maksimal, Musa juga sangat letih karenanya dan menghabiskan waktunya hanya untuk tugas tersebut[4]. Memang cara ini sangat baik dan efektif. Namun apa bila hakim dan petugas tidak melakukan tugasnya dengan baik maka dengan banyaknya jumlah hakim dan petugas akan semakin banyak pula masalah ketidak adilan akan terjadi. Oleh karena itulah Musa mewanti-wanti agar semua hakim dan petugas harus menghakimi dengan adil. Untuk itu Musa dengan tegas mengemukakan agar para hakim dan petugas dalam menjalankan tugasnya tidak boleh (1) memutar balikkan keadilan (2) memandang bulu, (3) menerima sogok. Dalam hal ini Musa sangat tahu bahwa penyebab ketidak adilan berasal dari ketiga hal ini. Mengapa hakim memutarbalikkan keadilan, memandang bulu? Banyak penyebab. Seperti jaman kita sekarang. Namun sebab utama karena menerima sogok. Paulus dalam suratnya kepada Timotius mengingatkan bahwa cinta akan uang adalah akar segala kejahatan. Cinta akan uang membutakan mata hati para hakim dan petugas pengadilan, sehingga kebenaran dapat diputar balikkan. Seorang hakim seharusnya menghakimi dengan mata tertutup, artinya tampa pandang bulu, tetapi dengan sogok dalam banyak bentuk dapat mengubah keputusan menurut permintaan. Sebagaimana disebutkan dalam ayat 19b “sebab suap membuat buta mata orang-orang bijaksana dan memutarbalikkan perkataan orang-orang yang benar”.
Posisi hakim dan petugas pengadilan sangat penting ditengah-tengah bangsa Israel. Bukan saja Musa memahami bila terjadi ketidak adilan akan melahirkan banyak masalah bagi umat seperti kemiskinan dan kebodohan, tetapi sebagai bangsa Tuhan, bangsa ini dipanggil untuk hidup adil sebagaimana Tuhannya adalah Allah yang adil. Keadilan menyanangkan hati Tuhan. Hidup adil akan diberkati. Ayat 20 memperlihatkan betapa pentingnya hidup adil bagi bangsa Israel. Apa bila mereka mengejar keadilan, artinya berusaha hidup adil mereka akan hidup dan memiliki negeri yang diberikan Tuhan. Kata “hidup” dapat juga dipahami dengan banyak pengertian: diberkati, menang dari musuh, sejahtera, menjadi bangsa besar, dsb.
Posisi hakim dan petugas pengadilan sangat penting ditengah-tengah bangsa Israel. Bukan saja Musa memahami bila terjadi ketidak adilan akan melahirkan banyak masalah bagi umat seperti kemiskinan dan kebodohan, tetapi sebagai bangsa Tuhan, bangsa ini dipanggil untuk hidup adil sebagaimana Tuhannya adalah Allah yang adil. Keadilan menyanangkan hati Tuhan. Hidup adil akan diberkati. Ayat 20 memperlihatkan betapa pentingnya hidup adil bagi bangsa Israel. Apa bila mereka mengejar keadilan, artinya berusaha hidup adil mereka akan hidup dan memiliki negeri yang diberikan Tuhan. Kata “hidup” dapat juga dipahami dengan banyak pengertian: diberkati, menang dari musuh, sejahtera, menjadi bangsa besar, dsb.
Pointer Aplikasi
1. Masalah ketidak adilan ternyata bukan hanya pada jaman kita sekarang. Dari dahulu masalah keadilan menjadi persoalan yang selalu dibicarakan. Di Indonesia misalnya masalah ketidak adilan ada dimana-mana, baik ditataran pemerintah, masyarakat dan disekitar kita, bahkan juga ditengah-tengah gereja. Setuju atau tidak hal ini menunjukkan rendahnya kesadaran kita semua akan keadilan, dan itu berarti juga rendahnya penghayatan kita akan nilai-nilai agama. Atau dengan kata lain implikasi agama yang mengajarkan agar berlaku adil tidak banyak membawa pengaruh apa-apa. Oleh karena itu wajar bila bangsa kita yang besar ini, bangsa yang sangat kaya akan sumber alamnya tetap menjadi negara berkembang yang jumlah penduduk miskinnya sangat besar. Akibatnya sangat luas. Menurut Jusuf kala, konflik horizontal di indonesia yang sering diikuti perusakan atau pembakaran rumah ibadah juga karena adanya perasaan ketidak adilan bukan karena masalah agama. Demikian juga masalah radikalisme. Menurut Suleyman Demirel, mantan presiden Turki yang mengatakan, “Selama di dunia ini masih ada kemiskinan dan ketidakadilan, maka radikalisme akan terus berkembang di dunia.[5] Pertanyaannya ialah, kalau memang masalah keadilan menjadi salah satu msalah utama menyebabkan penderitaan manusia, mengapa pemerintah tidak berusaha menegakkan keadilan sebaik mungkin? Sebenarnya pemerintah sudah berusaha (walaupun mungkin belum maksima), namun persoalannya sering terletak pada masalah oknum. Dengan mengadakan lembaga KPK sebenarnya keinginan pemerintah untuk menegakkan keadilan dengan memberantas korupsi sangat kuat, namun kembali masalah oknumnya. Itulah sebabnya Musa dalam perikop kita sangat mewanti-wanti para hakim dan petugas yang dipilih agar melakukan keadilan. Dan satu hal yang pasti, siapapun yang menjalankan ketidak adilan akan mendapat hukuman dari Tuhan. Namun sebaliknya yang menjalankan keadilan, Allah akan mengurapinya dengan minyak sebagai tanda kesukaan/kebahagiaan.[6] Oleh karena kepada semua hakim dan petugas pengadilan atau pun semua pejabat yang telah disumpah agar melakukan tugasnya dengan adil lakukanlah itu dengan takut akan Tuhan. Ingat Firman Tuhan ini: apa yang kau tanam itulah yang engkau tuai.[7]
1. Masalah ketidak adilan ternyata bukan hanya pada jaman kita sekarang. Dari dahulu masalah keadilan menjadi persoalan yang selalu dibicarakan. Di Indonesia misalnya masalah ketidak adilan ada dimana-mana, baik ditataran pemerintah, masyarakat dan disekitar kita, bahkan juga ditengah-tengah gereja. Setuju atau tidak hal ini menunjukkan rendahnya kesadaran kita semua akan keadilan, dan itu berarti juga rendahnya penghayatan kita akan nilai-nilai agama. Atau dengan kata lain implikasi agama yang mengajarkan agar berlaku adil tidak banyak membawa pengaruh apa-apa. Oleh karena itu wajar bila bangsa kita yang besar ini, bangsa yang sangat kaya akan sumber alamnya tetap menjadi negara berkembang yang jumlah penduduk miskinnya sangat besar. Akibatnya sangat luas. Menurut Jusuf kala, konflik horizontal di indonesia yang sering diikuti perusakan atau pembakaran rumah ibadah juga karena adanya perasaan ketidak adilan bukan karena masalah agama. Demikian juga masalah radikalisme. Menurut Suleyman Demirel, mantan presiden Turki yang mengatakan, “Selama di dunia ini masih ada kemiskinan dan ketidakadilan, maka radikalisme akan terus berkembang di dunia.[5] Pertanyaannya ialah, kalau memang masalah keadilan menjadi salah satu msalah utama menyebabkan penderitaan manusia, mengapa pemerintah tidak berusaha menegakkan keadilan sebaik mungkin? Sebenarnya pemerintah sudah berusaha (walaupun mungkin belum maksima), namun persoalannya sering terletak pada masalah oknum. Dengan mengadakan lembaga KPK sebenarnya keinginan pemerintah untuk menegakkan keadilan dengan memberantas korupsi sangat kuat, namun kembali masalah oknumnya. Itulah sebabnya Musa dalam perikop kita sangat mewanti-wanti para hakim dan petugas yang dipilih agar melakukan keadilan. Dan satu hal yang pasti, siapapun yang menjalankan ketidak adilan akan mendapat hukuman dari Tuhan. Namun sebaliknya yang menjalankan keadilan, Allah akan mengurapinya dengan minyak sebagai tanda kesukaan/kebahagiaan.[6] Oleh karena kepada semua hakim dan petugas pengadilan atau pun semua pejabat yang telah disumpah agar melakukan tugasnya dengan adil lakukanlah itu dengan takut akan Tuhan. Ingat Firman Tuhan ini: apa yang kau tanam itulah yang engkau tuai.[7]
2. Berbicara tentang keadilan, tentu bukan hanya tugas para hakim dan petugas pengadilan tetapi juga tugas kita semua. Dalam porsi kita masing-masing, kita dipanggilan agar dalam hidup kita senantiasa melakukan keadilan. Terlebih sebagai umat Tuhan. Ingat Allah itu adil, dan karena itu Allah mau agar kita juga senantiasa bersikap adil dan menjadi pelopor keadilan. Memang tantangan untuk senantiasa berlaku adil ialah sogok, kekeluargaan, sungkan karena I telah berjasa kepada kita, takut karena ia lebih berkuasa dari kita, dsb. Musa tahu tantangan ini, karena itu sangat ditekankan agar jangan menerima sogok, dan dalam introitus kita Musa mengatakan agar kita jangan terpengaruh karena dia miskin atau kaya. Dalam Matius 5:37 disebutkan: “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat”.
Pondok Gede, 2 Oktober 2009
Pdt.S.Brahmana
Pondok Gede, 2 Oktober 2009
Pdt.S.Brahmana
------------------------------------
[4] Bd.Keluaran 18:14-26
[5]http://teguhtimur.com/2006/03/24/ketidakadilan-dan-kemiskinan-picu-radikalisme/
[6] Mazmur 45:8, Ibrani 1:9
[7] Galatia 6:7, Bd.Markus 4:24
0 komentar:
Post a Comment