Introitus: Galatia 3:28; Pembacaan : Galatia 4:22-28;
Khotbah : Kejadian 17:15-27
Thema :
Hidup damai ditengah kepelbagaian agama/Nggeluh alu dame itengah kinierbagen agama
Pendahuluan
Benar apa yang dikemukakan Gerrit Singgih dalam bukunya “Mengantisipasi Masadepan” bahwa salah satu konteks Indonesia ialah kepelbagaian agama[1]. Itulah realitas yang tidak bisa kita hindarkan. Penolakan realita ini berarti penolakan terhadap realita itu sendiri, juga penolakan pemahaman bahwa kehadiran kita bukan kebetulan ada dan hadir, tetapi karena Allah mengijinkan kita ada dan hadir sebagai bagian integral masyarakan Indonesia. Sebagaimana kehadiran bangsa Israel di tanah pembuangan, Babel. Kehadiran Itu bukan kebetulan tetapi di ijinkan Allah. Demikian juga pengikut kristus (orang kristen) di Roma pada jaman Paulus atau di daerah manapun dan benua apa pun yang ada di dunia ini. Tidak ada yang kebetulan. Kalau demikian, bagaimana seharusnya sikap kita sebagai orang kristen yang hadir di Indonesia ini? Dalam Yeremia 29:1-7, Yeremia menulis surat kepada umat israel yang ada di Babel agar hidup dengan wajar sebagaimana masyarkat Babel sendiri, yakni agar mendirikan rumah, bekerja, kawin mawin, bahkan ini yang penting, merasa ikut bertanggungjawab untuk mengupayakan kesejahteraan kota dengan ikut berpartisipasi aktif bersama-sama berjuang. Perintah ini sanga serus, karena itu dalam ayat 7 disebutkan agar umat juga berdoa (makna ketulusan) untuk kesejahteraan kota dimana mereka tinggal. Itu berarti berusaha untuk hidup dalam kerukunan dan perdamaian. Demikian juga jemaat di Roma. Paulus memberi nasehat agar hidup dalam perdamaian dengan semua orang[2]. Semua orang, berarti tidak hanya dengan mereka yang mempunyai kepercayaan (agama) sama, tetapi juga dengan agama yang lain atau kelompok kerpercayaan yang lain. Nasehat ini juga berlaku bagi kita.
Pendalaman Nas
Kejadian 17 diberi judul “Sunat sebagai tanda perjanjian Allah dengan Abraham”. Namun kita tidak akan membicarakan mengenai sunat itu secara khusus, tetapi sesuai dengan nas renungan kita ayat 15-27 mengenai janji berkat keturunan melalui Sara. Jauh sebelumnya, yakni ketika Allah memanggil Abraham keluar dari negerinya “Ur-Kasdim” (ketika ia berumur 75 tahun), Allah telah berjanji akan memberikan keturunan seperti bintang dilangit dan pasir di laut banyaknya, namun ternyata janji ini belum juga digenapi ketika usia Abraham 99 tahun dan Sara 89 tahun. Karena itu sangat wajar kalau Abraham kurang percaya sehingga dalam ayat 18 berkata kepada Allah: "Ah, sekiranya Ismael diperkenankan hidup di hadapan-Mu! Apa artinya ini? (1) Bukan berarti Abraham tidak lagi menginginkan keturunan dari Sara, bahkan pastilah Abraham sangat berharap karena bersama Sara-lah janji Allah dinyatakan, (2) permintaan ini menunjukkan bahwa Abraham dan Sara sudah pasrah, tidak lagi terlalu berharap bahkan mungkin sudah melupakan janji Allah tentang berkat keturunan tersebut, (3) Abraham mencoba menutupi kekecewaaannya kepada Allah dengan mengarahakan atau menciptakan pemahaman bahwa Allah telah memenuhi janjiNya melalui kelahiran Ismael. Bukankah itu terjadi atas rekomendasi istrinya, Sara? (4) Bahwa Abraham dan Sara sebagai manusia biasa merasa hal itu tidak mungkin, sehingga pernyataan Tuhan dianggap sebagai lelucon atau sekedar bualan.[3] Apapun pengertiannya yang pasti bagi Allah tidak ada yang mustahil. Apa yang dijanjikannya pasti digenapi, walaupun menurut logika manusia hal itu suatu kemustahilan. Dan inilah yang dilakukan Allah agar Abraham dan Sara mengerti bahwa berkat keturunan yang dijanjikan Allah nantinya tidak dipahami sebagai suatu kebetulan atau rencana manusia, tapi sungguh-sungguh suatu intervensi Allah, pemberian Allah[4]. Ishak yang lahir dari Sara adalah keturunan yang tidak saja sebagai target pemenuhan janji, tetapi lebih dari itu sebagai keturunan dimana Allah akan mengadakan perjanjian kekal[5]. Karena itu walaupun Ismael telah dilahirkan bagi Abraham dari budak Sara yang bernama Hagar, walaupun secara darah keturunan Ismael sah meneruskan dan mewarisi posisi Abraham kelak, namun tidak demikian di hadapan Allah. Ismael memang juga diberkati Tuhan oleh karena Abraham. Allah mengatakan dalam ayat 20, ia (Ismael) akan Kuberkati, Kubuat beranak cucu dan sangat banyak; ia akan memperanakkan dua belas raja, dan Aku akan membuatnya menjadi bangsa yang besar, namun bukan dengan Ismael dan keturunannya Allah akan mengadakan perjanjian, tapi dengan Ishak[6]. Walaupun Abraham “kurang percaya” mengenai perkataan Allah tentang berkat keturunan melalui Sara Istrinya, namun tidak membuat Abraham tidak patuh kepada Allah. Tanda kepatuhan tersebut dinampakkan dengan menyunatkan dirinya dan semua laki-laki yang lahir dirumahnya, juga yang dibelinya dengan uang sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah.
Dalam Galatia 4:22-28, Rasul Palus menjadikan cerita ini sebuah allegori atau kiasan untuk menjelaskan perbedaan orang yang hidup menurut Hukum Taurat dan hidup oleh karena kasih karunia Allah. Hagar dan anak yang dilahirkannya dijadikan kiasan untuk perjanjian lama yang mendasarkan keselamatan pada Hukum Taurat, sebaliknya Sara dan anak yang dilahirkannya menjadi kiasan untuk perjanjian baru dalam Yesus Kristus. Bukan dengan Ismael anak Abraham dari Hagar yang adalah seorang budak, Allah mengadakan perjanjian kekalNya, melainkan dengan Iahak anak Abraham dari Sara perempuan merdeka. Melalui kiasan ini Paulus mau mengingatkan jemaat agar tidak lagi menghambakan diri atau membuat Hukum Taurat sebagai pegangan hidupnya sebab bila demikian sama statusnya dengan Ismael anak Hagar seorang budak. Ia akan tetap hidup sebagai budak. Tetapi agar jemaat berpegang teguh pada anugrah keselamatan di dalam Yesus Kristus. Dialah Mesias, Anak Allah yang dijanjikan itu. Siapa yang percaya kepada Yesus, statusnya sama dengan Ishak, dialah anak perjanjian yang kepadanya Allah berkenan dan memberikan berkatNya, baik berkat umum terlebih berkat rohani yakni keselamatan.
Pointer Aplikasi
1. Abraham adalah seorang tokoh besar dalam Alkitb. Namun kebesarannya bukan karena ia seorang yang dilahirkan berbeda dengan manusia lain. Ia bukan superman. Ia sama dengan kita. Itulah yang disaksikan melalui nas kita. Ia juga pernah kurang percaya kepada janji pemeliharaan[7], khususnya dalam nas kita mengenai Sara yang sudah mati pucuk, sudah berumur 89 tahun akan melahirkan seorang anak baginya. Namun justru disinilah letak kebesaran Abraham. Walaupun ia “kurang prcaya” atas janji Tuhan yang secara manusia tidak masuk akal itu, tidak membuat ia tidak patuh. Abraham tetap patuh secara mutlak kepada Allah. Tanda kepatuhan tersebut dinampakkan dengan menyunatkan dirinya dan semua laki-laki yang lahir dirumahnya, juga yang dibelinya dengan uang sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah. Bagaimana dengan kita? Apakah kita juga orang yang patuh kepada Tuhan? Abraham tidak bersungut-sunggut ketika janji Allah mengenai berkat keturunan dari Sara belum digenapi. Juga tidak mengurangi hormat dan kepatuhannya kepada Allah yang dinampakkan melalui ketaatannya beribadah, memberi persembahan dan sikap hidupnya yang baik kepada semua orang. Itulah sebabnya Allah sangat berkenan kepada Abraham dan memberkatiNya dengan berkelimpahan.
2. Bagaimana kita memahami nas renungan kita bila diubungkan dengan thema minggu ini “hidup dalam damai ditengah-tengah kepelbagaian agama? Yang jelas adanya Ismael dan keturunannya dan Ishak dengan keturunannya bukan kebetulan. Itu juga karena se-ijin Allah. Ismael diyakini sebagai nenek moyang bangsa Arab (sebagaimana juga tercantum dalam perikop renungan kita) yang juga diberkati dengan keturunan yang sangat banyak dan menghasilkan dua belas raja-raja yang berkuasa dan Ishak nenek moyang bangsa Ibrani yang kemudian menjadi Israel adalah suatu realitas. Demikian juga kalau sejarah mencatat bahwa memang terjadi pertentangan antara kedua bangsa-bangsa keturunan masing-masing yang tetap mewarisi konflik sampai saat ini adalah juga suatu realitas. Walaupun semua itu realitas, namun kita harus mengatakan bahwa orang kristen bukan keturunan Ishak dan bukan juga keturunan Ismael. Kita adalah anak-anak Allah oleh karena Yesus Kristus[8]. Kita diselamatkan bukan karena kita keturunan Abraham, Ishak atau Yakup, tetapi diselamatkan oleh karena kasih karunia Allah di dalam percaya kepada Yesus Kristus. Karena itu kita tidak perlu menempatkan diri ke dalam pertentangan tersebut dengan menyatakan pro A atau pro B. Sebagai orang kristen (pengikut Kristus) kita seharusnya hidup sesuai dengan kehendak Yesus Kristus. Yang jelas Yesus tidak menghendaki kita saling bermusuhan, apa lagi saling membunuh. Tetapi sebaliknya agar kita mengasihi Tuhan Allah dan menasihi sesama manusia, itu berarti hidup sebagai sesama manusia terhadap semua manusia. Oleh karena itu berbicara tentang hidup damai di tengah-tengah kepelbagaian agama seharusnya dipahami sebagai penggilan iman kita, dan itu berarti seharusnya setiap orang kristen menjadi pelopor-pelopor perdamaian.
3. Khusus dengan saudara seiman beda aliran, ingatlah bahwa di hadapan Allah kita sama[9]. Kita semua adalah mantan orang-orang berdosa. Kita semua telah menerima anugrah pengampunan dan keselamatan di dalam Yesus Kristus. Kita diselamatkan bukan karena agama, tetapi oleh percaya kepada Yesus Kristus dengan hidup menurut kehendakNya. Tunjukkanlah kasih dan kebenaran itu bukan sekedar kata-kata dan perdebatan dokmatis tetapi yang paling utama adalah sikap hidup yang berubah dan berbuah. Yesus mengatakan dari buahnya kita mengenal pohonya.
Pondok Gede, 28 Agustus 2009
Pdt.S.Brahmana
Pdt.S.Brahmana
----------------------
[1] Pdt.Immanuel Gerrit Singgih,Ph.D, Mengantisipasi Masa Depan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004, hal.61
[2] Roma 12:18
[3] Baca kembali ayat 17. Tertunduk dan tertawa menunjukkan bahwa Abraham tidak atau kurang percaya sebab secara usia itu tidak mungkin.
[4] Bukankah kita sering berpikir demikian? Setiap orang yang berumah tangga ingin punya anak, dan umumnya setelah satu tahun menikah atau lebih punya anak itu sangat wajar. Bukankah orang lain juga demikian? Hal ini menyebabakan sering kita tidak atau kurang bersyukur kepada Tuhan. Dan itu nampak dari cara memposisikan dan memperlakukan anak, seolah anak tersebut milik kita secara mutlak.
[5] Ayat 19, bd. Ayat 7-8
[6] Ayat 21.
[7] Bd.Kejadian 12:10-20
[8] Memang dari konsep penyelamatan, kita tidak terlepas dari janji penyelamatan Allah melalui pemanggilkan Abraham, Ishak dan Yakub. Karena itu dengan pernyataan ini tidak berarti kisah Abraham, Ishak, Yakub dan Perjanjian Lama secara umum tidak perlu lagi atau tidak penting bagi orang kristen. Bukan itu yang dimaksudkan. Melainkan agar kita tidak terjebak ke dalam pemahaman agama secara simbol.
[9] Galatia 3:28
[1] Pdt.Immanuel Gerrit Singgih,Ph.D, Mengantisipasi Masa Depan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004, hal.61
[2] Roma 12:18
[3] Baca kembali ayat 17. Tertunduk dan tertawa menunjukkan bahwa Abraham tidak atau kurang percaya sebab secara usia itu tidak mungkin.
[4] Bukankah kita sering berpikir demikian? Setiap orang yang berumah tangga ingin punya anak, dan umumnya setelah satu tahun menikah atau lebih punya anak itu sangat wajar. Bukankah orang lain juga demikian? Hal ini menyebabakan sering kita tidak atau kurang bersyukur kepada Tuhan. Dan itu nampak dari cara memposisikan dan memperlakukan anak, seolah anak tersebut milik kita secara mutlak.
[5] Ayat 19, bd. Ayat 7-8
[6] Ayat 21.
[7] Bd.Kejadian 12:10-20
[8] Memang dari konsep penyelamatan, kita tidak terlepas dari janji penyelamatan Allah melalui pemanggilkan Abraham, Ishak dan Yakub. Karena itu dengan pernyataan ini tidak berarti kisah Abraham, Ishak, Yakub dan Perjanjian Lama secara umum tidak perlu lagi atau tidak penting bagi orang kristen. Bukan itu yang dimaksudkan. Melainkan agar kita tidak terjebak ke dalam pemahaman agama secara simbol.
[9] Galatia 3:28
1 komentar:
Kemajemukan adalah sebuah keniscyaan Teologis.
Post a Comment