Introitus: Galatia 6:2a; Pembacaan: 1 Tomotius 6:2b-10; Khotbah: Kis.Rasul 18:1-5
Thema:
Bertolong-tolonganlah d a l a m “usaha”/
Sisampat-sampatenlah ibas “usaha”.
Bertolong-tolonganlah d a l a m “usaha”/
Sisampat-sampatenlah ibas “usaha”.
Pendahuluan
Darwin berpandangan bahwa dalam perjuangan hidup, hanya makhluk yang paling ulet dan paling mampu menyesuaikan diri dengan Alam yang dapat bertahan hidup. Ini adalah evolusi kompetitif. Namun dalam ilmu biologi evolusioner modern, banyak ilmuwan mulai beralih dari konsep evolusi kompetitif ke konsep koevolusi[1]. Dalam koevolusi diyakini bahwa perjuangan hidup spesies bukanlah hasil dari kompetisi, tetapi hasil bahu-membahu mutual antarspesies dalam ekosistem. Mereka yang dapat bertahan hidup justru bukan mereka yang berkompetisi satu dengan lainnya, tetapi mereka yang mau belajar bekerja sama satu sama lain. Hewan seperti rayap, semut, dan tawon bisa bertahan hidup justru karena mereka mampu bekerja sama atau tolong menolong dan menjalani kehidupan sosial yang mengagumkan, bukannya karena mengasingkan dan bermusuhan satu dengan lainnya.
Rasul Paulus memberi nasihat tentang cara hidup koevolusi, bukan kompetitif. Dari pada masing-masing memikirkan bagaimana kepentingan mereka sendiri terpenuhi, Paulus mengajarkan jemaat Galatia untuk saling tolong-menolong menanggung beban bersama[2].
Sebenarnya, dalam kehidupan orang Karo, cara hidup koevolusi bukan hal yang baru. “Sisampat-sampaten gelah radu jore”[3] sudah merupakan palsafah hidup orang Karo, walaupun ACC (anceng, cian, cekurak) juga sangat kental mewarnainya. Saya masih ingat bagaimana masyarakat dikampung saya dulu pada tahun 70-an bergotong royong membangun rumah keluarga baru. Juga bagaimana masyarakat membantu kami menamam padi di ladang secara gotong royong. Juga ketika ada warga yang sakit, pekerjaan yang harus dikerjakannya dikerjakan oleh warga yang lain tanpa pamrih, misalnya memberi makan babi, menggembalakan kambing, lembu atau kerbau, juga seperti memberi makan anjing atau membuka dan memasukkan ayam ke kandang yang ada di ladang, dsb. Oleh karena itu, ketika orang karo telah menjadi kristen seharusnya bertolong-tolongan yang disebutkan Paulus dalan introitus kita, dilakukan semakin berkualitas. Sebaba apa? Karena kita tahu bahwa hidup bertolong-tolongan rupaya suatu indikator hidup beriman, hidup melakukan hukum Kristus.
Sebenarnya, dalam kehidupan orang Karo, cara hidup koevolusi bukan hal yang baru. “Sisampat-sampaten gelah radu jore”[3] sudah merupakan palsafah hidup orang Karo, walaupun ACC (anceng, cian, cekurak) juga sangat kental mewarnainya. Saya masih ingat bagaimana masyarakat dikampung saya dulu pada tahun 70-an bergotong royong membangun rumah keluarga baru. Juga bagaimana masyarakat membantu kami menamam padi di ladang secara gotong royong. Juga ketika ada warga yang sakit, pekerjaan yang harus dikerjakannya dikerjakan oleh warga yang lain tanpa pamrih, misalnya memberi makan babi, menggembalakan kambing, lembu atau kerbau, juga seperti memberi makan anjing atau membuka dan memasukkan ayam ke kandang yang ada di ladang, dsb. Oleh karena itu, ketika orang karo telah menjadi kristen seharusnya bertolong-tolongan yang disebutkan Paulus dalan introitus kita, dilakukan semakin berkualitas. Sebaba apa? Karena kita tahu bahwa hidup bertolong-tolongan rupaya suatu indikator hidup beriman, hidup melakukan hukum Kristus.
Pendalaman Nas
Kisah Rasul 18:1-5, nas kita berbicara mengenai Paulus di Korintus. Dalam ayat 1 disebutkan Paulus meninggalkan Atena, lalu pergi ke Korintus. Tidak disebutkan apa alasan meninggalkan Atena, namun mungkin jadi karena di kota Atena tidak banyak yang ingin mendengar Injil[4]. Sementara kota Korintus salah satu kota terkaya dan terpadat penduduknya di Yunani. Saat itu Yunani di bagi menjadi 2 Propinsi. Mekadonia dengan ibu kotanya Tesalonika dan Akhaya ibu kotanya Korintus. Korintus juga mempunyai penduduk yang menyembah berhala, terkenal karena kesombongannya dan kebejatan moralnya, sampai-sampai pada saat itu kalau ada orang yang bermoral bejat, lalu disebut dengan sebutan “orang Korintus”.
Kisah Rasul 18:1-5, nas kita berbicara mengenai Paulus di Korintus. Dalam ayat 1 disebutkan Paulus meninggalkan Atena, lalu pergi ke Korintus. Tidak disebutkan apa alasan meninggalkan Atena, namun mungkin jadi karena di kota Atena tidak banyak yang ingin mendengar Injil[4]. Sementara kota Korintus salah satu kota terkaya dan terpadat penduduknya di Yunani. Saat itu Yunani di bagi menjadi 2 Propinsi. Mekadonia dengan ibu kotanya Tesalonika dan Akhaya ibu kotanya Korintus. Korintus juga mempunyai penduduk yang menyembah berhala, terkenal karena kesombongannya dan kebejatan moralnya, sampai-sampai pada saat itu kalau ada orang yang bermoral bejat, lalu disebut dengan sebutan “orang Korintus”.
Di Korintus ini, Paulus bertemu dengan Akwila (seorang Yahudi) dan istrinya Priskila (mungkin dari bangsa Roma). Tidak di ketahui tentang pertobatan dari mereka. Dalam ayat 2 hanya disebutkan mereka berasal dari Pontus, dan baru datang dari Italia karena kaisar Klaudius telah memerintahkan, supaya semua orang Yahudi meninggalkan Roma. Paulus, di samping seorang penginjil, juga mempunyai pekerjaan sampingan membuat kemah/tenda. Hal ini mempertemukannya dengan keluarga Akwila yang juga mempunyai pekerjaan yang sama. Walaupun sama-sama pembuat kemah/tenda, tidak membuat satu dengan yang lain merasa sebagai saingan atau tersaingi sehingga membuat jarak atau menggunakan teori evolusi kompetitif, tetapi sebaliknya menggunakan pemahaman koevolisi. Paulus tinggal di rumah keluarga ini. Mereka bersahabat, mereka bekerja sama. Dan mereka semakin berkembang baik usaha maupun kerohanian mereka. Dalam ayat 4,5 disebutkan bahwa tugas Paulus memberitakan Injil dapat terus dilakukan. Pekerjaan tidak boleh menghambat panggilan utama orang percaya yakni memberitakan Injil, baik melalui pekerkataan maupun perbuatan. Hal inilah yang dinampakkan Paulus. Dan bagaimana dengan Akwila dan Priskila? Kehadiran Paulus di rumah mereka, serta kerjasama yang dilakukan selama ini juga tidak hanya menambah pengetahuan atau pemahaman mereka tentang iman kristen tetapi juga menumbuhkan semangat memberitaka Injil kepada mereka. Kalau kita baca dalam Kisah Rasul 18:18 disebutkan bahwa Akwila dan Priskila menyertai Paulus ke Efesus, dan di Efesus Akwila/Priskila memberi pengajaran kepada Apolos mengenai jalan Tuhan[5]. Juga dalam Roma 16:3, Paulus mengatakan bahwa mereka kawan sekerjanya dalam Kristus.
Pointer Aplikasi
(1) Salah satu ciri kehidupan di era globalisasi ini ialah kehidupan yang semakin kompetitif. Kehidupan demikian jelas memiliki plus minus. Bila kita berkemampuan, berkualitas dalam IPTEK, kita akan semakin maju, semakin berkembang, tetapi sebaliknya akan tersingkir. Juga manusia akan semakin individualistis. Kerjasama oke, bila selevel atau menguntungkannya. Tentu hal ini tidak sesuai dengan iman kristen[6].
(1) Salah satu ciri kehidupan di era globalisasi ini ialah kehidupan yang semakin kompetitif. Kehidupan demikian jelas memiliki plus minus. Bila kita berkemampuan, berkualitas dalam IPTEK, kita akan semakin maju, semakin berkembang, tetapi sebaliknya akan tersingkir. Juga manusia akan semakin individualistis. Kerjasama oke, bila selevel atau menguntungkannya. Tentu hal ini tidak sesuai dengan iman kristen[6].
(2) Memang benar bahwa di era globalisasi kita harus semakin berkualitas, kita harus semakin berkembang, semakin maju, tetapi bukan dengan menyingkirkan orang lain atau tidak mau peduli terhadap orang lain. Bagaimana caranya? Paulus mengatakan dengan bertolong-tolongan, dengan bekerjasama[7]. Dalam meningkatkan kemampuan berbisnis, misalnya kita dapat sharing, saling membangun dalam penegetahuan dan keterampilan. Meningkatkan usaha, misalnya, kita dapat bekerjasama, baik jaringan usaha maupun permodalan. Hal ini dapat dilakukan dan akan berjalan dengan baik bila kita masing-masing hidup takut akan Tuhan, hidup ber-iman. Artinya setiap kita dapat dipercaya, bertanggungjawab, dan jujur.
(3) Dalam pembacaan kita (1 Timotius 6:6) disebutkan ibadah memang memberi keuntungan besar. Keuntungan besar yang dimaksud Paulus tentu berbeda dengan pemahaman guru-guru sesat pada waktu itu dimana motivasi mereka lebih tertuju kepada mencari keuntungan materi. Dan hal ini sangat berbahaya[8]. Keuntungan besar yang dimaksud Paulus dalam arti rohani, walaupun juga mempunyai dampak duniawi[9]. Artinya dalam ibadah (persekutuan) kita akan mengenal satu dengan yang lain, usahanya, pergumulannya, dll. Melaluinya kita dapat menjalin kerjasama dan saling tolong menolong sehingga sebagaimana Paulus dan keluarga Akwila tidak hanya kebutuhan mereka tercukupi tetapi juga bertumbuh dalam hal kerohanian dan hal tersebut nampak dalam semangat mereka memberitakan Injil.
Pondok Gede, 14 Juli 2009
Pdt.S.Brahmana
---------------------------
Pdt.S.Brahmana
---------------------------
[1] Istilah “koevolusi” dapat di baca di http://id.wikipedia.org/wiki/Evolusi
[2] Galatia 6:2 (indtroitus).
[3] Kalau kita dari kabanjahe, kira-kira 300 meter sebelum kota Berastagi di sebelah kanan ada Losd, di dekat Los tersebut ada tulisan “sisampat-sampaten gelah radu jore[3]” (tolong menolong agar bersama-sama senang/bahagia).
[4] R.Dixon, Tafsiran Kisah Para Rasul. Suabaya:Yakin, 1997, hal.129
[5] Kis.Rasul 18:26
[6] Filipi 2:4; Galatia 6:2a, Roma 12:16a
[7] Hal inilah yang telah dilakukan Paulus dengan Akwila/Preskila di Korintus.
[8] 1 Timotius 6:9-10
[9] 1 Timotius 4:8
[2] Galatia 6:2 (indtroitus).
[3] Kalau kita dari kabanjahe, kira-kira 300 meter sebelum kota Berastagi di sebelah kanan ada Losd, di dekat Los tersebut ada tulisan “sisampat-sampaten gelah radu jore[3]” (tolong menolong agar bersama-sama senang/bahagia).
[4] R.Dixon, Tafsiran Kisah Para Rasul. Suabaya:Yakin, 1997, hal.129
[5] Kis.Rasul 18:26
[6] Filipi 2:4; Galatia 6:2a, Roma 12:16a
[7] Hal inilah yang telah dilakukan Paulus dengan Akwila/Preskila di Korintus.
[8] 1 Timotius 6:9-10
[9] 1 Timotius 4:8
0 komentar:
Post a Comment