Introitus: Lukas 12:15b; Pembacaan: Amsal 16:16-20;
Khotbah : 1 Raja-Raja 21:1-16
Thema :
Bijaksana memenuhi keinginan /Pentar nehi sura-sura.
Pendahuluan
Setiap manusia pasti mempunyai banyak keinginan. Dan itu tidak salah. Namun tidak berarti tidak ada masalah. Sebab dalam kenyataannya tidak semua keinginan kita dapat terpenuhi dan hal ini dapat membuat kita kecewa, bersungut-sunggut, menyalahkan orang lain, diri kita bahkan menyalahkan Tuhan; juga tidak semua keinginan yang tercapai tersebut sungguh-sungguh bermanfaat bagi kita, membawa kebahagiaan bagi kita. Oleh karena itu dibutuhkan kebijaksanaan menyikapi dan memilah-milah (sekala prioritas) dalam merealisasikan kenginan-keinginan tersebut. Terlebih sebagai orang percaya, kita harus dapat membedakan mana keinginan daging dan mana keinginan roh. Paulus dalam Galatia 5:17 mengingatkan jemaat/kita agar tidak hidup dalam keinginan daging, tapi hidup dalam keinginan roh. Keinginan daging[1] berlawanan dengan keinginan roh[2]. Mengapa? Sebab keinginan daging berpusat pada keinginan manusia yang berdasarkan hawa nafsu dan membawa kepada kebinasaan, sebaliknya keinginan roh berpusat pada keinginan Tuhan, keinginan yang mendatangkan damai sejahtera.
Melalui thema kita minggu ini, “bijaksana memenuhi keinginan”, mengingatkan kita agar mampu menyikapi serta memilah-milah mana yang perlu disegerakan/sekala prioritas dari sekian banyak keinginan-keinginan kita. Misalnya berkeinginan menjadi kaya, banyak harta, tidak kurang apa pun, namun bagi orang percaya ternyata bukan hal tersebut yang paling penting atau yang menjadi perioritas utama dalam hidup. Sebagaimana yang disebutkan dalam introitus[3], ternyata walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu. Apa artinya ini? Yesus mengingatkan kita tentang arti hidup yang sesungguhnya. Dapatkah manusia dengan hartanya membeli kebahagiaan yang sesungguhnya (padahal tujuan terpenuhinya keinginan apa pun itu tidak lain agar bahagia), terlebih membeli ganti nyawanya? Jawabannya, tidak.
Menurut saya lagu “Kataken bujur” ciptaan Hayman Sembring yang dinyayikan Ramona Purba dapat kita jadikan sebagai renungan dalam menjalani kehidupan kita yang secara alamiah mempunyai banyak keinginan tersebut. Syair lagunya demikian: “Latih menda lalap, sekerajangenta o teman, adi siikutken sura-sura bas pusuhta la lit ujungna. Mberat menda lalap bagin kegeluhenta senina, adi sipenalem gegeh ras perukurenta la lit malemna. Adi lit sada dua min, adi enggo dua telu min bage ateta, piah si lit la sipakeken ngarapken si lenga teridah ija inganna”. Kataken bujur man Dibata kerna si lit enggo iberekenna. Sada pe bias, dua pe kurang adi la beluh kita ncibalkenca. Sada ntah dua bali gunana, adi Dibata si masu-masusa. Bujur ningku bandu o Tuhan, bujur ningku bandu o Bapa.
Pendalaman Nas
1 Raja-Raja 21:1-16 menceritakan mengenai kelakuan atau tindakan seorang raja Samaria (Israel Utara) yang bernama Ahab dan Istrinya Izebel mewujudkan keinginannya untuk memiliki kebun anggur Nabot dengan cara yang keji, yakni membunuh Nabot dengan jalan membuat suatu konspirasi jahat yang di skenarioi Izebel.
Ahab sebagai seorang raja, kehidupanya pasti tidak kekurangan. Ia memiliki kebun yang jauh lebih baik dari kebun anggur Nabot[4]. Namun mengapa Ahab mengingi kebun anggor Nabot? Alasannya sangat sederhana yakni karena kebun tersebut berdekatan dengan rumahnya dan kebun itu mau ditanami sayur-sayuran (ayt.2). Ahab berpikir alangkah senangnya kalau kebun anggur Nabot menjadi miliknya. Ia tidak perlu jauh-jauh menanam sayur-sayuran. Disamping itu, untuk melepaskan kepenatan atau kebosanan di istana ia dapat pergi melihat kebun sayur-sayuran yang dekat dengan istananya. Keinginan Ahab ini saya pikir sangat wajar. Bukanakah kita juga menginginkan yang sama? Kalau bisa, saya pikir kita juga sangat mengingini agar tempat kerja tidak jauh dari rumah kita. Kalau bisa hanya dengan berjalan kaki kita bisa sampai ditempat kerja, sehingga tidak perlu kuatir dengan kemacetan yang selalu kita alami khususnya di kota Jakarta ini. Demikian juga tempat sekolah anak-anak kita, dsb. Masalahnya ialah ketika keinginan tersebut tidak memungkinkan terwujud (mentok) apakah kita harus menghalalkan cara-cara yang tidak terpuji? Ahab, ketika keinginannya mentok, dimana Nabot tidak bersedia menjual kebun anggurnya dengan alasan yang sangat jelas, yakni Tuhan melarang penjualan tanah pusaka/warisan nenek monyangnya[5], membuatnya kesal, gusar bahkan menyakiti diri dengan mengurung diri dan tidak mau makan. Keinginan telah berubah menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi. Akibatnya sangat luar biasa, Nabot orang yang taat terhadap aturan agama, harus mati ketika berhadapan dengan Izebel yang jahat, yang menghalalkan segala cara untuk menyenangkan hati suaminya, raja Ahab, dengan memenuhi keinginannya memiliki kebun anggur Nabot[6].
Pointer Aplikasi
(1) Dalam KOMPAS.com, Sabtu, 13 Juni 2009 disebutkan bahwa banyak wanita yang bermasalah dengan urusan belanja[7]. Wanita memang seringkali kesulitan menahan godaan belanja. Saat tidak melihat iklan atau melihat barang tertentu, keinginan untuk membeli tidak muncul. Namun, sesaat setelah melihat sebuah barang yang baru, lucu, dan stylish (apalagi jika bisa dicicil), seketika muncul keinginan untuk memiliki barang tersebut. Parahnya lagi, kadang keinginan ini berubah menjadi sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi. Kalau tidak dipenuhi, hidup menjadi tidak bergairah, seperti Ahab, gusar, tidak mau makan. Dengan kata lain bila keinginan tersebut belum terpenuhi ia merasa hidup belum normal, ia menjadi merana. Sama dengan orang kecanduan narkoba, bila tidak menggunakannya disarakan hidupnya hampa, menderita, tidak bahagia. Padahal sebaliknya bila hal tersebut tidak dihentikan akibatnya tidak hanya merugikan dirinya tetapi juga orang lain, terlebih keluarganya. Yang paling parah lagi, bila dalam memenuhi keinginan tersebut ia menghalalkan segala cara, tidak lagi memiliki rasa takut melakukan dosa. Seperti raja Ahab dan Istrinya Izebel, dengan tega membunuh Nabot. Bagaimana endingnya orang yang demikian? Pasti bukan berakhir dengan baik[8]. Hidupnya akan dipenuhi banyak masalah dan akibatnya tidak akan merasa bahagia. Seperti syair lagu ciptaan Heyman Sembiring: “Latih menda lalap, sekerajangenta o teman, adi siikutken sura-sura bas pusuhta la lit ujungna”.
(2) Salah satu trik untuk menahan pengeluaran yang tak diperlukan saat berbelanja adalah dengan membedakan apakah pembelanjaan tersebut berdasarkan keinginan atau kebutuhan. Bagaimana membedakan keinginan dan kebutuhan? Sebenarnya sangat mudah. Yang sulit adalah mengendalikan diri sendiri. Ada tiga hal pokok yang membedakan antara keinginan dan kebutuhan, yaitu:
- Keinginan selalu datang tiba-tiba tanpa perencanaan, sedangkan kebutuhan sudah dapat diperkirakan jauh hari.
- Keinginan, bila tidak dipenuhi hanya mengganggu mood, sedangkan kebutuhan bila tidak dipenuhi akan mengganggu jalannya kehidupan.
- Keinginan bila dipenuhi akan membawa penyesalan di kemudian hari (hati tidak tentram) karena ternyata barang yang baru dibeli tidak terlalu diperlukan. Sedangkan kebutuhan bila dipenuhi maka hati akan tenteram dan damai.
Kerena itu, suami-istri hendaknya saling mengingatkan dan menguatkan agar memiliki kebijaksanaan dalam memenuhi keinginan-keinginan sesuai dengan kemampuan.
Pondok Gede, 28 Juli 2009
Pdt.S.Brahmana
Pdt.S.Brahmana
----------------------------
[1] Galatia 5:19-21
[2] Galatia 5:22-23
[3] Lukas 12:15b
[4] 1 Raja-Raja 21:2b
[5] Imamat 25:23-28
[6] Izebel menggunaka kekuasaan raja dengan memalsukan surat perintah untuk mengadili Nabot dengan tuduhan telah mengutuk Allah dan raja (ayat 8-10).
[7] Saya pikir bukan hanya wanita, tetapi juga termasuk pria, walaupun persentasinya tidak sama.
[8] Bd.1 Raja-raja 21:19, 21, 23-24; 2Raja-raja 9:36-37
[1] Galatia 5:19-21
[2] Galatia 5:22-23
[3] Lukas 12:15b
[4] 1 Raja-Raja 21:2b
[5] Imamat 25:23-28
[6] Izebel menggunaka kekuasaan raja dengan memalsukan surat perintah untuk mengadili Nabot dengan tuduhan telah mengutuk Allah dan raja (ayat 8-10).
[7] Saya pikir bukan hanya wanita, tetapi juga termasuk pria, walaupun persentasinya tidak sama.
[8] Bd.1 Raja-raja 21:19, 21, 23-24; 2Raja-raja 9:36-37
0 komentar:
Post a Comment