Saturday, 20 March 2010

Asseb-Khotbah Kejadian 22:9-14, Minggu 21 Maret 2010

THEMA:
Mau mempersebahkan yang terbaik bagi Tuhan, indikator kepatuhan
(Kalak sipatuh man Dibata, nggit mpersembahken si mehergana kal)
Introitus:Matius 21:43; Pembacaan : Roma 3:21-26
Khotbah : Kejadian 22:9-14
Pendahuluan
Tokoh dalam Alkitab yang disebut sebagai bapa segala orang percaya adalah Abraham. Dia disebut demikian karena terbukti bahwa ia seorang yang sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan. Ia seorang yang tidak hanya sekedar percaya tetapi orang yang sungguh-sungguh mempercayakan dirinya kepada Tuhan. Ketika Tuhan memanggilnya untuk meninggalkan kampung halaman berserta sanak saudaranya pergi ke tanah Kanaan, tempat yang tidak diketahui berapa Km jauhnya dan bagaimana sesungguhnya keadaan disana, Abraham tanpa memikirkan untung ruginya ia patuh kepada panggilan tersebut. Ia percaya janji Tuhan ya dan amin. Ia menggantungkan hidup dan masadepannya ke dalam janji itu. Dan benar sesuai janji Allah, Abraham diberkati. Kepada Abraham diberikan kekayaan, kemasyuran, dan keturunan pada masa tuanya[1].

Yang menarik mencermati iman Abraham, bahwa ia tetap memahami apa pun yang telah dimiliki itu semata-mata oleh karena pemberian Tuhan. Pemahaman ini membuat Abraham sungguh-sungguh patuh kepada Tuhan. Satu hal yang sangat berharga bagi Abraham dan Sara ialah anaknya Ishak. Ishak diberikan Allah kepada waktu usia mereka sudah tua. Dan sudah pasti Ishak sangat disayang. Dalam Kejadian 21:10 kita membaca, Sara meminta Abraham mengusir Hagar dan anaknya Ismael demi anaknya Ishak. Sebab menurut Sara hanya anaknya berhak yang menjadi ahli waris, walaupun Ismael juga anak Abraham dari Hagar, budak Sara. Namun pun demikian, ternyata ketika Allah meminta agar mempersembahkan anaknya Ishak, Abraham tidak menolak. Abraham patuh kepada Allah.

Pendalaman Nas
Kejadian 22:9-14 yang menjadi nas renungan kita menceritakan bagaimana Abraham mau mempersembahkan Ishak, anaknya. Memang kalau kita baca ayat 1 disana disebutkan bahwa Allah mencoba Abraham. Namun pertanyaannya ialah mengapa Allah memberikan cobaan yang bertentangan dengan janji Allah sendiri, yakni membuat Abraham menjadi bangsa yang besar? Ishak anak perjanjian yang dijanjikan Allah, kalau ishak mati bagaimana nantinya dibangun keturunan Abraham? Bukankah dengan perintah ini mencegah perjanjian dan rencana keselamatan Allah dengan perantaraan ketaatan itu? Adakah Allah bertentangan dengan dirinya sendiri? Seribu satu pertanyaan dlam pikiran kita, mungkin juga di hati Abraham pada saat itu. Kalau pertimbangan kemanusia kita, saya rasa kita menyarankan agar Abraham menolak saja perintah Allah tersebut. Lebih baik Abraham mogok melawan perintah yang menentang kemauan Allah sendiri.

Namun yang luarbiasanya, Abraham kembali memperlihatkan imannya yang “lugu” (tidak neko-neko). Allah memerintahkan, Abraham melakukan dengan patuh. Kita tidak dapat menyelami bagaimana perasaan Abraham pada saat itu. Terlebih ketika dalam perjalanan menuju tempat yang diperintahkan Allah kepadanya untuk mempersembahkan Ishak. Dalam ayat 9 disebutkan sampailah mereka ketempat yang ditunjukkan Allah kepadanya. Dan dengan tangannya sendiri Abraham mendirikan mezbah dan dengan tangannya sendiri mengikat Ishak dan menaruhnya di atas mezbah, di atas kayu api. Lalu ia mengambil pisau untuk menyembelih anaknya. Dan bagaimana dengan Ishak? Ishak bukan lagi anak kecil. Ia sudah besar. Ia dapat mengerti apa yang akan terjadi atas dirinya. Namun Ishak tidak membuka mulut. Ia pasrah terhadap apapun yang dilakukan bapanya kepadanya. Ia percaya bapanya tidak mungkin bermaksud jahat[2].

Benarkah Allah demikian bengis dan tidak mau tahu perasaan Abraham sebagai seorang bapa? Ternyata tidak. Pada saat dimana Abraham hendak menyembelih ishak, pada saat itu Allah melalui malekatnya menyerukan nama Abraham dua kali dan ditengah-tengah suasana yang mendebarkan hati tersebut ternyata Abraham masih mampu mendengar suara Tuhan dan ia pun patuh untuk tidak menyembelih Ishak. Dalam ayat 12 disebutkan maksud dari perintah untuk mempersembahkan Ishak. Melalui perintah itu Allah mau memeriksa atau menguji apakah Abraham sungguh-sungguh takut kepada Allah atau tidak. Abraham telah diuji dan ia lulus: “telah ku ketahui sekarang”… Allah telah mengetahui bahwa Abraham dengan iklas, dan dengan segenap hatinya mengasihi dan mematuhi Allah.

Dalam ayat 13 disebutkan ketika Abraham menoleh kebelakang ia melihat seekor domba jantan yang tanduknya tersangkut dalam belukar. Abraham mengambil domba tersebut lalu mempersembahkannya kepada Tuhan ganti Ishak. Apa artinya hal ini? Allah mau Abraham memahami bahwa Ishak bukanlah miliknya secara mutlak dan dapat diperbuat sesuka hati, melainkan adalah hadiah, karunia, anugrah pemberian sukarela Allah. Ishak seharusnya mati, tetapi ditebus Allah dengan seekor domba jantan menjadi penggantinya.

Pointer Aplikasi
(1) Salah satu indekator patuh tidaknya kita kepada Allah nampak melalui persembahan kita. Itulah yang disaksikan melalui nas renungan yang telah kita baca. Abraham disebut sebagai bapa semua orang percaya oleh karena imannya teruji melalui kepatuhannya kepada perintah Allah. Dan kepatuhannya yang luarbisa diperlihatkan ketika Abraham tidak menolak untuk mempersembahkan Ishak, anaknya sebagai koban sembelihan kepada Allah. Bagaimana dengan kita?
(2) Allah meminta kita memberikan persembahan yang terbaik kepadanya bukan menunjukkan bahwa Allah itu miskin atau kekurangan atau lemah sehingga perlu kita tolong. Tidak. Allah itu kaya sebab dialah yang empunya segala sesuatu. Persembahan yang diminta bukan juga supaya kita menjadi miskin. Melalui cerita Abraham mempersembahkan Ishak menegaskan bahwa Allah tidak pernah menuntut dari kita, atau meminta dari kita segala sesuatu untuk mendatangkan dukacita, kemiskinan kepada umatNya. Melalui persembahan yang diminta sebenarnya Allah mau menguji sejauhmana kita mengakui keberadaan Allah sebagai pemilik segala sesuatu yang ada pada kita, termasuk istri, anak, kekayaan dan diri kita sendiri. Oleh karena itu ketika Allah memerintahkan kita agar 6 hari bekerja dan pada hari ke tujuh istirahan untuk menyediakan waktu memuji dan memuliakan Allah sama sekali bukan untuk membuat kita bertambah miskin, tetapi sebaliknya agar tujuan hidup kita di dunia ini semakin digenapi. Demikian juga ketika kita diminta memberikan persepuluhan dan persembahan-persembahan ucapan syukur yang lain, sekali-sekali Allah tidak bermaksud agar kita semakin kekurangan tetapi sebaliknya agar melalui pengakuan kita atas kepemilikan Allah terhadap hidup kita dan segala sesuatu yang ada pada kita ada alasan Allah mencurahkan berkatnya kepada kita semakin berkelimpahan. Oleh karena itu berbicara mengenai persembahan seharusnya tidak membuat kita ragu untuk memberikan yang terbaik, apapun itu diminta Tuhan. Apakah itu waktu, materi, tenaga, atau talenta yang ada pada kita. Pengalaman Abraham membuktikan hal tersebut.
(3) Bagaimana bila kita tidak patuh? Mungkin secara duniawi orang yang tidak patuh kepada Firman Tuhan lebih kaya lebih berhasil dari orang yang patuh. Mengenai hal ini jangan heran sebab iblis pun mempunyai kuasa memberikan kesuksesan[3]. Namun iblis tidak mampu memberikan kebahagiaan yang sesungguhnya, apalagi keselamatan yang kekal. Oleh karena itu dalam Matius 21:43 (Introitus) dinyatakan bahwa apa bila kita tidak patuh terhadap perintah Tuhan (menghasilkan buah Kerajaan itu), Kerajaan Allah yang telah disediakan bagi semua orang oleh karena penebusan yang telah dilakukan oleh penderitaan dan kematian Tuhan Yesus diambil dari pada kita.

Pondok Gede, 19 Maret 2010
Pdt.S.Brahmana
---------------------------------------
[1] Abraham berusia 100 tahun dan sara 90 tahun (Kejadian 17:17).
[2] Hakim 11:35-36
[3] Matius 4:9


Artikel lain yang terkait:



0 komentar:

Post a Comment