Friday, 12 March 2010

Asseb-Khotbah Yesaya 54:7-10, Minggu 14 Maret 2010

Thema:
KASIH TUHAN TIDAK PERNAH BERUBAH
(Keleng ate Tuhan tetap rasa lalap)
Introitus:Masmur 31:22; Pembacaan: 2 Korintus 1:3-7
Khotbah: Yesaya 54:7-10
Pendahuluan
Pada bulan Februari lalu saya mendapat ucapan happy valentine,s day, tepatnya pada tanggal 14. Saya memang tahu bahwa ada perayaan yang disebut “Valentine,s Day” atau hari kasih sayang. Walaupun di Indonesia ada pro kontra mengenai perayaan ini, namun bila kita berpikir secara positif ada baiknya juga perayaan hari kasih sayang tersebut. Paling tidak ada satu hari yang dikususkan untuk menyatakan kasih sayang (dalam pengertian positif), walaupun harus segera ditambahkan bahwa bagi orang percaya menyatakan kasih sayang tidak pernah dibatasai oleh waktu dan waktu-waktu tertentu untuk menyatakannya. Namun kenyataannya, yah.. masih seperti itu. Disinilah semakin nampak jelas bahwa kasih manusia tidak sama dengan kasih Allah. Kasih Allah itu kekal, namun sebaliknya kasih manusia tidak kekal. Realita inilah yang dijadikan sebagai judul lagu group band Peterpen “tidak ada yang abadi”. Berarti bisa luntur seiring dengan waktu, biasa muncul seketika dan bisa pula hilang seketika. Maka jangan heran bila kita membaca di surat kabar maupun di telivisi banyak berita perceraian.

Demikian juga dalam salah satu lagu POP Karo ada lagu yang berjudul “KUSAYANG SAYANGI PAGI KAM”. Biasanya lagu ini sering dinyayikan pada waktu pengantin diadu menari dan bernyanyi pada acara “Nganting manuk” atau pada acara “Kerja Adat”. Secara keseluruhan lagu ini menyatakan janji dari pemuda atau pemudi untuk mengasihi/menyanyangi pasangannya dengan segenap hati. Ia akan berusaha menyenangkan pasangannya, seperti menjadi tukang pijit bagi pasangannya pada waktu capek, senyum pada waktu pasangannya marah, menyediakan air hangat pada waktu mau mandi, dst. Namun apakah hal ini benar-benar dilakukan setelah menjadi pasangan suami istri? Kalau benar-benar dilakukan, saya percaya angka perceraian akan secara signifikan berkurang. Kehidupan rumah tangga akan aman tentram dan berbahagia. Tapi sayangnya ungkapan yang menghiburkan tersebut sering hanya sebagai rayuan gombal, artinya sekedar janji. Tetapi Allah tidak demikian, apa yang telah dijanjikan pasti digenapi. Hal inilah yang akan kita pelajari dari perikop renungan kita Minggu ini.

Pendalaman Nas
Kalau kita melihat pembagian kitab Yesaya[1], perikop renungan kita ada pada bagian ke II. Itu berarti nas renungan kita juga dipahami dalam konteks tersebut, yakni pada waktu bangsa Yehuda masih berada di negeri Babil sebagai buangan.

Sebagai tawanan, kita dapat membayangkan bagaimana keadaan bangsa Yehuda di Babel. Dalam banyak hal sudah pasti di diperlakukan tidak sama dengan penduduk setempat. Oleh karena itu keinginan untuk merdeka, keinginan untuk kembali kenegerinya sangatlah didambakan. Bagaimana caranya? Masihkah itu mungkin? Secara logika tidak mungkin. Sebab mereka tidak lagi mempunyai kekuatan politik yang dapat menekan bangsa Babel, juga tidak mempunyai kekuatan angkatan perang. Dalam situasi demikianlah Allah melalui nabinya menghibur mereka dengan menyatakan janji pembebasan. “Hanya sesaat lamanya saja aku meninggalkan engkau, tetapi karena kasih sayang yang besar Aku mengambil engkau kembali”. Arti dari ungkapan ini mau menyatakan (1) bahwa keberadaan mereka sebagai buangan di Babel bukan karerena kekuatan Babel, atau Allah mereka kalah dengan dewa-dewanya bangsa Babel, melainkan karena Allah meninggalkan mereka. Dan itu disebabkan karena dosa yang mereka perbuat sehingga Allah murka dan menghukum umatNya. Hal ini tidak menjadi legitimasi bahwa kita juga boleh murka kepada orang yang menyakiti kita, sebagaimana Allah juga murka. Murka Allah bukan disebabkan emosi atau balas dendam, tetapi murka disebabkan konsistensi Allah dalam keadilannya. Keadilaan Allah membuatnya menjatuhkan hukuman kepada siapa saja. Walaupun bangsa Israel disebut sebagai umat pilihanNya, namun tidak berarti Allah membiarkan saja kejahatan atau dosa yang dilakukan. Tujuan hukuman yang diberikan Allah tidak lain agar umatnya bertobat. Jadi mereka menjadi tawanan bukan karena kekuatan Babel, tetapi karena hukuman yang diberikan Allah atas dosa mereka. (2) Dengan pemahaman ini Allah mau menyatakan bahwa Allah Israel mampu bahkan sangat mampu membebaskan mereka dari pembuangan Babel. Dan hal itu akan dibuktikan Allah. Dan bila itu terjadi semata-mata karena kasih Allah yang abadi. “Satnya akan tiba”. Kapan itu? Di dalam Yeremia 29:10 disebutkan yakni setelah genap 70 tahun mereka akan dibebaskan, mereka akan kembali kenegerinya.

Tidak saja janji pembebasan di sebutkan dalam nas kita, tetap lebih dari pada itu, Allah juga menjanjikan suatu zaman baru yakni bahwa kasih setia Allah tidak akan beranjak dari umatnya, dari orang yang percaya kepadaNya. Dalam ayat 9 disebutkan sebagaimana zaman Nuh Allah telah bersumpah bahwa air bah tidak lagi meliputi bumi, demikian juga Allah bersumpah tidak lagi murka dan menghardik umatnya. Dengan kata “bersumpah” berarti apa yang dijanjikan Allah tidak dapat lagi diubah untuk selama-lamanya[2]. Berarti diproklamirkan suatu zaman baru dimana kutuk[3] dibalikkan menjadi berkat yang dinyatakan dalam satu perjanjian yang berisi damai dari pada Allah. Perjanjian itu bukan hasil perundingan antara dua pihak, melainkan pernyataan kasih Allah yang memastikannya dengan bersumpah. Sebagaimana sejak perjanjian dengan Nuh, walaupun hujan turun, namun Tuhan menyingkirkan air bah, demikian juga dalam ayat 10 disebutkan walaupun gunung-gunung beranjak dan bukit-bukit bergoyang namun kasih setiaku, kata Tuhan, tidak akan beranjak dari padamu. Dan bukti kasih setia Tuhan/kasih abadi/kekal Tuhan semakin terang menderang di dalam Yesus Kristus. Demi kasihNya kepada manusia Ia rela disalibkan. Murka Allah terhadap dosa manusia yang berujung maut, diambil alih oleh Yesus dengan kematianNya di kayu salib. Adakah kasih yang didemontrasikan di dunia ini melebihi kasih Allah di dalam Yesus Kristus? Tidak ada. Kalau demikian marilah kita menyikapinya sama dengan Pemasmur[4]. Katakanlah: Terpujilah TUHAN, sebab kasih setia-Nya…

Pointer Aplikasi
(1) Kita sangat bersyukur bahwa kasih Allah tidak sama dengan kasih manusia. Andaikan kasih Allah sama dengan kasihnya manusia maka celakalah kita. Kita semua sudah pasti berakhir dalam kebinasaan. Sebab sebagaimana telah disebutkan, kasih manusia tidak tetap/tidak kekal. Berarti bisa luntur seiring dengan waktu, biasa muncul seketika dan bisa pula hilang seketika. Oleh karena itu jangan heran bila ada suami atau istri yang mengatakan: kuteh marenda bage ia labo min ndai aku nggit man bana[5]. Mengapa muncul ucapan ini? Ya, karena ternyata sikap dari pasangannya tidak lagi sama seperti ketika masih pacaran. Tetapi tidak demikian dengan kasih Allah. Kasih Allah tidak pernah berubah dahulu, sekarang, sampai selama-lamanya kepada kita.
(2) Merenungkan perikop kita saya teringat lagu POP Karo dengan judul “BODREX PE LA TAMBARNA”. Syairnya antara lain demikian: Ipindondu sada kubere dua nande karongku, bagem tanda-tanda ateku ngena (diminta satu/diharapkan satu diberi dua, demikianlah tanda aku mengasihi/mencintaimu). Harapan orang-orang Yehuda agar dapat kembali/pulang kenegerinya Yerusalem tidak hanya itu yang akan dikabulkan atau yang akan diberikan, melainkan lebih dari itu, bahkan itu jauh lebih penting dari sekedar bebas atau pulang kambali kenegerinya yakni kasih setia Tuhan akan senantiasa menyertai. Inilah penghiburan bagi kita. Firman Tuhan ini memotivasi agar tidak merasa kuatir atau takut menjalani hidup ini[6]. Dunia boleh saja berubah, kehidupan ekonomi ditanah air bisa saja tidak menentu, tetapi yang pasti kasih setia Tuhan tetap menyertai kita. Yang penting kita lakukan ialah hidup sebagai bangsa Tuhan, sebagai umat Tuhan yang setia dan patuh terhadap FirmanNya. Dan bila itu yang kita lakukan, firman Tuhan ini akan digenapi dalam hidup kita: kita minta satu akan diberikan dua bahkan lebih[7]. Sebab, bukankah hal yang paling berharga pun telah diberikanNya yakni keselamatan kita di dalam Yesus Kristus!?
Pondok Gede, 12 Maret 2010
Pdt.S.Brahmana
-----------------------------
[1] Kitab Yesaya dibagi menjadi 3 bagian. Bagian I Pasal 1-39 menceritakan sebelum terjadi pembuangan. Pada bagian ini menceritakan masa dimana kerajaan Yehuda, kerajaan selatan, diancam oleh Asyur, negara tetangga yang sangat kuat. Bagian II Pasal 40-45 berasal dari masa pembuangan orang-orang Yehuda di Babil. Bagian III Pasal 55-66 sebagian besar ditujukan kepada bangsa Israel yang sudah kembali di Yerusalem.
[2] Bd. Peranan sumpah Allah dalam hal pemberian tanah kepada Abraham dalam Kejadian 24:7
[3] yaitu bahwa Tuhan telah menarik damai sejahteraNya dari bangsa itu, juga kasih setia dan belaskasihan Tuhan (Yeremia 16:5).
[4] Mazmur 31:22 (introitus).
[5] Terjemahannya: jikalau aku tahu tadinya demikian, saya tidak mau kawin dengan dia.
[6] Bd.Roma 8:31
[7] Bd. 1 Raja-raja 3:10-13


Artikel lain yang terkait:



0 komentar:

Post a Comment