Introitus :
Tidak sesatkah orang yang merencanakan kejahatan? Tetapi yang merencanakan kebaikan memperoleh kasih dan setia (Amsal 14 : 22)
Ogen : Roma 12 : 12 - 21; Khotbah : Matius 10 : 34 - 39
Tidak sesatkah orang yang merencanakan kejahatan? Tetapi yang merencanakan kebaikan memperoleh kasih dan setia (Amsal 14 : 22)
Ogen : Roma 12 : 12 - 21; Khotbah : Matius 10 : 34 - 39
Thema :
“Pikullah Salibmu, Lakukanlah yang Baik.” (Persan Silangndu, Lakokenlah Si Mehuli)
“Pikullah Salibmu, Lakukanlah yang Baik.” (Persan Silangndu, Lakokenlah Si Mehuli)
Kata Pengantar
Seorang teolog Jepang bernama Kosuke Koyama pernah menulis sebuah buku kecil yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul “Tidak Ada Gagang Pada Salib”. Ia membandingkan mengapa orang Kristen harus memikul salib dan bukannya menenteng rantang makanan. Perbandingan “salib” dan “rantang makanan” menunjukkan perbedaan yang sangat mencolok. Memikul berarti mengeluarkan energy yang tidak sedikit, sedangkan menenteng itu hanya membuthkan energy yang sedikit dan bisa sambil bersiul-siul. Perbandingan antara berat dan ringan, meletihkan dan menyenangkan, perjuangan dan penyepelean, penderitaan dan kesombongan, dan lain-lain lagi. Ini yang Tuhan mau, yakni memikul salib memberi pelajaran bahwa banyak hal yang harus dilakukan dan dilalui untuk bisa sampai di Puncak Bukit Golgota. Sudah sampai juga masih ada yang harus di lalui yakni kematian, tapi berakhir di kemenangan atas kematian itu dan dilayakkan untuk hidup bersama Sang Bapa di RumahNya.
Introitus
Memperbandingkan antara kebaikan dan kejahatan dengan hasil yang didapatkannya tentu akan berbeda bagi yang melakukan dan yang menerimanya. Bagi orang yang melakukan kejahatan (bahkan masih merencanakan) mungkin baginya bukanlah sebagai suatu kesalahan. Bisa saja dengan berbagai alasan ia mencoba membenarkan dirinya. Namun bagi yang menerima perbuatannya tentu akan melihat ketidakbenaran dan akan menumbuhkan rasa tidak suka. Apalagi Tuhan, Ia sangatlah membenci setiap perbuatan jahat yang dilakukan oleh manusia, namun Ia sangat merindukan adanya kebaikan demi kebaikan yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya. Dan sebagai imbalan akan kebaikan yang dilakukan oleh manusia maka manusia itu akan mendapatkan berkat; sedangkan bagi yang melakukan kejahatan maka baginya akan mendapatkan celaka.
Bacaan Roma 12 : 12 – 21
SEMPURNA….. mungkin itulah kata-kata yang paling tepat untuk menggambarkan pola hidup yang dikatakan oleh Paulus ini. Bisa dikatakan, inilah etika, sikap, perilaku, atau yang seharusnya dilakukan oleh orang yang telah menerima keselamatan yang dari Yesus. Paulus melihat bahwa sebagai pengikut Yesus, kehidupan yang harus dilakukan adalah meneladani polhidup yang dilakukan Yesus. Namun yang menarik dalam ulasannya, Paulus mendasarinya dengan “bersukacitalah”. Kata ini sepertinya menjadi penawar bagi setiap tindakan berikut yang harus dilakukan oleh umat percaya. Baik ketika melaakukan kebaikan bagi setiap orang karena itulah kewajibannya, bahkan ketika ada orang yang yang “menyakitinya”, itu juga harus diterima dengan dasar sukacita tadi.
Hal lain, menjadi sama dengan dunia itu adalah hal yang lumrah. Membalas kejahatan dengan kejahatan, menolak orang yang menolak kita, menjauhi orang-orang yang merugikan kita dan membenci kita. Namun Paulus menekankan hal yang sangat berbeda. Mungkin ini didasarkan atas apa yang ia terima mulai dari pertobatannya hingga masa-masa pelayanannya. Ia diterima, diselamatkan, ditolak, dibenci dan dipenjarakan. Namun baginya itu semua menjadi bagian kehidupan yang mendewasakannya dan menjadikannya menjadi orang yang lebih mengandalkan akan kuasa dan penyertaan Tuhan.
Khotbah
Bila secara sepenggal dari bagian bacaan (ay. 34 – 35) ini kita terima tanpa mencoba menghubungkannya dengan bagian lain dari perikop ini maka yang mungkin muncul dalam benak kita adalah apa mungkin Yesus memiliki ketegaan untuk membinasakan dan memisahkan anak dari orang tuanya? Tapi apa yang Yesus maksud dan inginkan menjadi jelas bahwa Yesus menginginkan adanya pemahaman yang mendasar tentang menempatkan keberadaan Yesus lebih di atas yang lainnya apakah itu, nyawanya sendiri, orangtua, anak. Dan bisa juga kita artikan dengan hal-hal lain yang ada menyekitari kita, apakah itu harta, pekerjaan, saudara atau apa saja yang membuat kita mempersaingkan Tuhan Yesus. Yesus menginginkan keutamaanNya menjadi bagian kehidupan yang harus dilakukan oleh pengikutNya,
Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah ketika Yesus mewakilkan keberadaannya kepada orang-orang yang ada di sekitar kita, Artinya, ketika kita melakukan kebaikan pada orang lain dengan dasar kita telah menyadari dan merasakan kasihNya, maka itulah hal yang membuat Yesus senang. Membuat Yesus senang berarti mendatangkan kebaikan bagi kehidupan pengikutNya. Namun Yesus sebenarnya mengingatkan bahwa melakukan itu tidaklah segampang mengucapkannya. Perkataan :”barang siapa” yang diulang beberapa kali jelas secara tegas menjelaskan bahwa itu TIDAK GAMPANG. Bila gampang maka Yesus tidaklah perlu memberikan pengajaran tentang semua ini. Hal ini juga menyatakan bahwa Yesus mengenal sekali kebiasaan hidup manusia (jelas sekali : Yesus adalah Tuhan). Jadi perkataan-perkataan Yesus ini adalah sebagai sebuah peringatan keras akan apa dan bagaimana seharusnya yang dilakukan oleh manusia yang menjadi pengikutnya.
Aplikasi
Catatan sermon:
Seorang teolog Jepang bernama Kosuke Koyama pernah menulis sebuah buku kecil yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul “Tidak Ada Gagang Pada Salib”. Ia membandingkan mengapa orang Kristen harus memikul salib dan bukannya menenteng rantang makanan. Perbandingan “salib” dan “rantang makanan” menunjukkan perbedaan yang sangat mencolok. Memikul berarti mengeluarkan energy yang tidak sedikit, sedangkan menenteng itu hanya membuthkan energy yang sedikit dan bisa sambil bersiul-siul. Perbandingan antara berat dan ringan, meletihkan dan menyenangkan, perjuangan dan penyepelean, penderitaan dan kesombongan, dan lain-lain lagi. Ini yang Tuhan mau, yakni memikul salib memberi pelajaran bahwa banyak hal yang harus dilakukan dan dilalui untuk bisa sampai di Puncak Bukit Golgota. Sudah sampai juga masih ada yang harus di lalui yakni kematian, tapi berakhir di kemenangan atas kematian itu dan dilayakkan untuk hidup bersama Sang Bapa di RumahNya.
Introitus
Memperbandingkan antara kebaikan dan kejahatan dengan hasil yang didapatkannya tentu akan berbeda bagi yang melakukan dan yang menerimanya. Bagi orang yang melakukan kejahatan (bahkan masih merencanakan) mungkin baginya bukanlah sebagai suatu kesalahan. Bisa saja dengan berbagai alasan ia mencoba membenarkan dirinya. Namun bagi yang menerima perbuatannya tentu akan melihat ketidakbenaran dan akan menumbuhkan rasa tidak suka. Apalagi Tuhan, Ia sangatlah membenci setiap perbuatan jahat yang dilakukan oleh manusia, namun Ia sangat merindukan adanya kebaikan demi kebaikan yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya. Dan sebagai imbalan akan kebaikan yang dilakukan oleh manusia maka manusia itu akan mendapatkan berkat; sedangkan bagi yang melakukan kejahatan maka baginya akan mendapatkan celaka.
Bacaan Roma 12 : 12 – 21
SEMPURNA….. mungkin itulah kata-kata yang paling tepat untuk menggambarkan pola hidup yang dikatakan oleh Paulus ini. Bisa dikatakan, inilah etika, sikap, perilaku, atau yang seharusnya dilakukan oleh orang yang telah menerima keselamatan yang dari Yesus. Paulus melihat bahwa sebagai pengikut Yesus, kehidupan yang harus dilakukan adalah meneladani polhidup yang dilakukan Yesus. Namun yang menarik dalam ulasannya, Paulus mendasarinya dengan “bersukacitalah”. Kata ini sepertinya menjadi penawar bagi setiap tindakan berikut yang harus dilakukan oleh umat percaya. Baik ketika melaakukan kebaikan bagi setiap orang karena itulah kewajibannya, bahkan ketika ada orang yang yang “menyakitinya”, itu juga harus diterima dengan dasar sukacita tadi.
Hal lain, menjadi sama dengan dunia itu adalah hal yang lumrah. Membalas kejahatan dengan kejahatan, menolak orang yang menolak kita, menjauhi orang-orang yang merugikan kita dan membenci kita. Namun Paulus menekankan hal yang sangat berbeda. Mungkin ini didasarkan atas apa yang ia terima mulai dari pertobatannya hingga masa-masa pelayanannya. Ia diterima, diselamatkan, ditolak, dibenci dan dipenjarakan. Namun baginya itu semua menjadi bagian kehidupan yang mendewasakannya dan menjadikannya menjadi orang yang lebih mengandalkan akan kuasa dan penyertaan Tuhan.
Khotbah
Bila secara sepenggal dari bagian bacaan (ay. 34 – 35) ini kita terima tanpa mencoba menghubungkannya dengan bagian lain dari perikop ini maka yang mungkin muncul dalam benak kita adalah apa mungkin Yesus memiliki ketegaan untuk membinasakan dan memisahkan anak dari orang tuanya? Tapi apa yang Yesus maksud dan inginkan menjadi jelas bahwa Yesus menginginkan adanya pemahaman yang mendasar tentang menempatkan keberadaan Yesus lebih di atas yang lainnya apakah itu, nyawanya sendiri, orangtua, anak. Dan bisa juga kita artikan dengan hal-hal lain yang ada menyekitari kita, apakah itu harta, pekerjaan, saudara atau apa saja yang membuat kita mempersaingkan Tuhan Yesus. Yesus menginginkan keutamaanNya menjadi bagian kehidupan yang harus dilakukan oleh pengikutNya,
Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah ketika Yesus mewakilkan keberadaannya kepada orang-orang yang ada di sekitar kita, Artinya, ketika kita melakukan kebaikan pada orang lain dengan dasar kita telah menyadari dan merasakan kasihNya, maka itulah hal yang membuat Yesus senang. Membuat Yesus senang berarti mendatangkan kebaikan bagi kehidupan pengikutNya. Namun Yesus sebenarnya mengingatkan bahwa melakukan itu tidaklah segampang mengucapkannya. Perkataan :”barang siapa” yang diulang beberapa kali jelas secara tegas menjelaskan bahwa itu TIDAK GAMPANG. Bila gampang maka Yesus tidaklah perlu memberikan pengajaran tentang semua ini. Hal ini juga menyatakan bahwa Yesus mengenal sekali kebiasaan hidup manusia (jelas sekali : Yesus adalah Tuhan). Jadi perkataan-perkataan Yesus ini adalah sebagai sebuah peringatan keras akan apa dan bagaimana seharusnya yang dilakukan oleh manusia yang menjadi pengikutnya.
Aplikasi
- Manusia mengetahui apa yang baik dalam kehidupannya. Tapi pada kenyataannya manusia lebih memilih apa yang menyenangkan untuk dilakukan. Artinya, memilih apa yang menyenangkan itu merupakan upaya diri manusia untuk menghindar dari kesukaran, penderitaan, perjuangan, pengorbanan dan keterbebanan. Sebab untuk melakukan yang baik sangatlah sering kita harus “melawan khendak hati” kita. Sama seperti yang diperkatakan oleh Yesus bahwa barangsiapa yang hendak mengikutNya maka ia harus pikul salib.
- Manusia cenderung kalah oleh “bayang-bayang” yang seolah-olah berkata “kamu tidak bisa” atau “kamu tidak sanggup”. Atau juga oleh perkataan “kita kan Cuma manusia biasa” (emangnya ada manusia luar biasa). Semua ini sebenarnya hanya melemahkan kita. Bukankah kita punya begitu banyak kesaksian Alkitab yang menjadikan manusia itu mampu melewati batas-batas kewajaran atau kebiasaan yang berlaku. Dan bukankah juga Yesus mengatakan agar bila kita merasa letih lesu dan berbeban berat untuk dating padaNya. Perenungan bagi kita adalah seberapa besar kita mengandalkan Tuhan untuk membantu kita untuk memikul salib kita?
- Melakukan kebaikan bukanlah melakukan apa yang kita inginkan, Melakukan kebaikan adalah melakukan apa yang Tuhan inginkan. Dasar pikir yang harus kita bentuk dalam diri kita adalah melakukan kebaikan adalah merupakan tindakan yang menyenangkan hati Tuhan. Dan menyenangkan hati Tuhan adalah sebagai ungkapan percaya dan syukur bahwa Tuhan adalah Imanuel.
- Selamat melakukan kebaikan dalam kehidupan kita….. Tuhan memampukan dan memberkati…..
Pdt. Benhard Roy Calvyn Munthe, STh.
081361131151
081361131151
Catatan sermon:
- Kata Petrus, kalau mau masuk sorga bawa salibmu. Ada cerita mengenai memilih salib bagi setiap orang. Ada seorang yang bernama pa dul-dul, ketika diberi kesempatan memilih salib, ia mencari salib yang kecil karena ia berpikir salib kecil lebih gampang membawanya. Tapi ketika ia memilih dan mencabut salib kecil, tidak bisa. seberapa kuat pun ia mencabut tidak bisa. Akhirnya dia cabut salib yang lain ia bisa mencabut dengan mudah, karena memang salib itu mempunyai nama Pa ndul-dul. Artinya kita punya salib masing-masing. Tidak sama salib kita dengan orang lain, kita tidak bisa memikul salib orang lain.
- 1 Petrus 5:10, melalui ayat ini ada pemahaman walaupun ada penderitaan itu hanya sebentar setelah itu “kemuliaan”. Mudah mengucapkan tapi sukar melakukan.
- Orang yang berkorban diberkati (2 Kor.9:6).
- Agar dalam menghadapi persoalan atau pekerjaan tetap sukacita perlu ada pemahaman jauh kedepan (visi).
- Salib Kristus yang harus kita pikul, dan ini tidak mudah bagaimana sikap kita? Berkatilah yang menyiksa kamu, Jangan balas, jangan menganggap dirimu pandai.
- Salib bukan hanya penderitaan tapi ketaatan akan Firman Tuhan
- 1 Petrus 4: 13; 1 Petrus 2:21
0 komentar:
Post a Comment