Monday, 13 February 2012

Khotbah Kejadian 9:8-17, Minggu 26 Februari 2012 (Pasion II).

Introitus :
“TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat”(Mazmur 25:8).
Bacaan : Mazmur 25:8-14; Kotbah : Kejadian 9:8-17
Thema :
“Orang yang taat kepada TUHAN diselamatkan”
Pendahuluan
Jalan Tuhan adalah jalan damai bagi orang percaya. “Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya” (Mzm. 25:10). Namun hati manusia cenderung bengkok, memilih jalannya sendiri. Walaupun menuju kebinasaan tetapi manusia tegar dengan keputusan dan pilihannya sendiri.
Peristiwa air bah menjadi pelajaran penting bagi manusia; ‘bencana adalah pelajaran berharga’. Kegagalan juga dibutuhkan manusia, agar sadar diri; jikalau semuanya lancar dan baik-baik saja, tanpa kejutan-kejutan, iman manusia akan tertidur dan tidak peka. Manusia sering kali sepele akan Firman Tuhan, untuk itu Allah membuat sebuah tanda peringatan yang besar (peristiwa air bah). Namun di samping itu, Allah juga membuat tanda kasih-Nya yang lebih besar. Bahwa kasih Yesus Kristus lebih indah dari pelangi.
Pendalaman Nats
Perjanjian Allah dengan perantaraan Nuh bagi semua ciptaan mengacu kepada pemusnahan universal atas bumi dengan air bah. Berarti terjadinya banjir lokal atau banjir bandang, bukan berarti Allah telah melanggar janjiNya.
Dalam perjanjian ini nama TUHAN (YHWH) disebut yang berarti Allah yang berkuasa yang mengatur semesta alam. Kata ‘Aku’ menekankan bahwa bahwa Allah berinisiatif membuat perjanjian-Nya dan akan menggenapinya menurut perjanjian itu. Perjanjian ini dilangsungkan-Nya tanpa meminta syarat apapun dari pihak lawan perjanjian (manusia), sehingga perjanjian ini dibangun atas kemurahan Allah tanpa syarat. Isi perjanjian itu adalah Allah tidak akan membinasakan semua yang hidup dengan air bah. Hal ini untuk memberikan ketenangan, bahwa peristiwa air bah adalah sesuatu yang teramat dahsyat menimpa bumi, sangat mengerikan. Maka perjanjian ini sangat penting, bahwa Allah tidak akan melakukan pembinasaan yang sama.

Allah menegaskan kembali perjanjian-Nya dengan Nuh dan keturunannya, dan menjadikan “busur-Ku... di awan” (ay.13) sebagai tanda perjanjian itu. Ada kemungkinan bahwa pelangi telah muncul sebelumnya dan bahwa sekarang pelangi diberikan makna perjanjian saja. Allah meletakkan pelangi ‘di awan’, kata ‘di awan’ tiga kali digunakan (ay.13, 14, 16), untuk menekankan bahwa perjanjian itu kokoh, tidak goyah. Allah akan memelihara manusia dan semesta alam serta menghibur Nuh dan keluarganya. Allah menghukum manusia yang tidak bertobat menurut keadilan-Nya, namun Ia tidak lupa berbelas kasihan (Hab. 3:2).

Ada beberapa hal yang dapat kita pikirkan tentang pelangi:
  1. Apabila pelangi muncul, tidak hanya manusia, tetapi semua binatang dapat melihatnya. Fenomena ini ‘tanda penjanjian’ itu ada dan nyata bagi manusia dan binatang, namun hanya manusia (orang percaya) yang memahaminya.
  2. Pelangi itu indah. Hal ini mengingatkan bahwa kasih karunia Allah sangat indah dan mendatangkan sukacita.
  3. Pelangi menghubungkan langit dan bumi; kasih karunia Allah menghubungkan (mendamaikan) Allah dengan manusia.
Harapan manusia ada pada Allah saja, sebab sebenarnya peristiwa semacam ini bisa saja terjadi, hanya Allah yang sanggup untuk memberi jaminan bahwa air bah tidak akan terjadi lagi. Diperlukan pengharapan dan keyakinan dalam hati bagi sejumlah kecil orang yang diselamatkan untuk melanjutkan kehidupan tanpa rasa takut.

Pointer Aplikasi
  1. Setelah keluar dari bahtera, Nuh berdiri di dunia yang telah porak-poranda yang dipenuhi mayat-mayat yang bergelimpangan. Nuh menghadapi dunia yang telah hancur karena pemberontakan manusia. Dengan kesadaran sedemikian, seharusnya membuat Nuh (manusia) mawas diri. Juga bagaimana mereka memulai kehidupan? Sebenarnya mereka memulai kehidupan baru, semua sudah dibersihkan, bagaimana mereka mengisi kehidupan baru ini?
  2. Allah memberi jaminan hari yang akan datang, ‘masa depan yang penuh pengharapan’. Tetapi Tuhan menekankan bahwa hanya pada-Nya ada harapan yang teguh. Bagaimana manusia tetap berpaut dengan Allah-nya dengan penuh hormat dan taat. Karena Allah telah terlebih dahulu menyelamatkan, mengangkat mereka dari kematian/ kebinasaan, maka respons manusia lebih bermakna karena sudah mengerti arti ketaatan dan keselamatan.
  3. Manusia dengan sekuat tenaga berusaha agar masa depannya baik. Namun pengharapan manusia yang dibangun dengan usaha sendiri menuai kegagalan. H.W. Wells berkata, “kekhawatiran atau kegelisahan manusia berasal dari kegagalan mencapai keinginannya, juga dari mencapai keinginannya”. Sungguh aneh, tidak tercapai keinginannya kalang kabut; setelah tercapai keinginannya juga dibayangi kegelisahan (apakah hal ini akan terus bertahan). Berarti di dalam diri manusia sendiri tidak ada pengharapan yang benar dan jaminan pasti. Semua yang dibutuhkan manusia ada pada Allah, damai di tengah badai, tegar bagai batu karang, bisa bernyanyi di tengah angin ribut; sebaliknya bisa bersyukur di dalam keberhasilan.
  4. Manusia adalah makhluk yang merindukan kekekalan. Kekekalan itu adalah “Allah” (Pkh. 3:11), maka sebelum mencapai keinginan itu, manusia selalu gelisah. Allah adalah Yang Kekal dan hidup (secara konsisten menyatakan diri-Nya). Ia adalah Allah yang berjanji dengan Firman-Nya. Ia berjanji menjadi milik pusaka bagi orang percaya kepada-Nya, memiliki Allah adalah memiliki kekekalan di dalam hati kita. Maka tenanglah kini hatiku, sebab Allah telah menyatakan diri di dalam Yesus Kristus yang kita percayai, hidup kita terlindung dan terjamin karena-Nya.
  5. Perlu diingat bahwa Yesus Kristus hidup di dalam ketaatan akan Kitab Suci, sampai ‘selesai’ dan ‘tergenapi’ (Yoh. 19:28), maksudnya Ia menggenapi ketaatan-Nya sebagai Anak Allah menurut Kitab Suci. Pengharapan kita berdasarkan Firman Allah yang dijanjikan-Nya di dalam Kitab Suci. Dapatkah kita melihat setiap tulisan di dalam Kitab Suci sebagai pelangi kasih Allah, bukan sesuatu yang berat dan mengerikan. Roma 15:4 “Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci”. Pengharapan dan penghiburan ada pada Kitab Suci; tapi ingat ‘pengharapan itu nyata dalam ketekunan’, bagaimana kita beroleh pengharapan tanpa adanya ketekunan di dalam Tuhan? Kita membangun hidup kita diatas dasar yang teguh, di dalam Firman Allah yang hidup. Amin.
Bandung, 31 Januari 2012
Pdt.Sura Purba Saputra, S.Th
GBKP Majelis Jemaat Bandung Barat
No.Hp. 081263596400


Catatan Sermon:
Allah menepati janjinya, bagaimana dengan kita orang percaya? Sungguh banyak tantangan untuk dapat dipercaya, khususnya menyangkut tepat janji. Dan inilah yang membuat masalah keluarga, persekutuan, negara ini menjadi kacau. Karena tidak dapat tepat janji.


Artikel lain yang terkait:



0 komentar:

Post a Comment