KHOTBAH MINGGU 16 AGUSTUS 2020
DI GEREJA TORAJA – TIBAN
Nats Khotbah: Kejadian 45:1-15
Thema: Pemeliharaan Yang
Mendamaikan
Benar sekali Firman ini: rangcanganKu bukan rancanganmu…. (Yesaya 55:8). Saya ingat satu cerita tentang sisi pandang manusia yang terbatas. Cerita ini mungkin kita sudah pernah mendengarnya akan tetapi sehubungan ntas khotbah kita Kejadian 45:1-5 kemali saya ceritakan. Ada seorang tua yang tinggal di desa kecil. Meskipun ia miskin, namun semua orang cemburu kepadanya karena ia memiliki seekor kuda putih yang sangat bagus. Banyak yang mau membeli kuda ini, bahkan raja pun menginginkannya. Namun harga yang tinggi tidak membuat orang tua tersebut menjual kudanya sebab katanya “dapatkah saya menjual sahabat saya, kuda ini sudah seperti sahabat baga saya”.
Suatu hari ia menemukan kuda itu tidak ada lagi dikandangnya. Seluruh orang desa datang menemuinya. Mengejeknya dan mengatakannya bodoh karena sebelumnya tidak mau menjual kudanya. “Sekarang kuda itu hilang dan anda dikutuk oleh kemalangan, kata mereka”. Tetapi orang tua itu menjawab, “jangan membuat kesimpulan terlalu cepat. Katakan saja bahwa kuda itu tidak berada di kandangnya. Itu saja yang kita tahu, selebihnya adalah penilaian”.
Sesudah 15 hari, kuda itu kembali. Ia tidak dicuri, ia pergi kehutan. Dan ia membawa sekitar selusin kuda liar bersamanya. Melihat itu orang desa mengatakan: “orang tua, kamu benar dan kami salah. Yang kami anggap kutukan sebenarnya berkat. Maafkan kami”. Jawab orang tua itu, “kembali kalian dengan cepat memberi kesimpulan. Bagaimana kalian tahu bahwa ini adalah berkat? Tidak ada yang tahu. Yang pasti saya sudah puas dengan apa yang saya tahu”.
Orang tua itu mempunyai seorang anak laki-laki. Anak itu mulai menjinakkan kuda-kuda liar itu. Namun kecelakaan terjadi, ia terjatuh dari salah satu kuda dan kakinya patah. Orang desa kembali berdatangan dan mengatakan “kamu benar orang tua, kata mereka. Kamu sudah membuktikan dengan kejadian terhadap anakmu. Selusin kuda itu bukan berkat”. Orang tua itu kembali menanggapi, “ya kalin kembali terlalu cepat membuat penilaian dan menghakimi. Jangan keterlaluan. Katakan saja bahwa anak saya patah kaki. Sekarang hanya itu yang kita tahu. Selebihnya kita tidak tahu, kita hanya meraba-raba”.
Dua minggu kemudian terjadi kegemparan karena negeri tersebut berperang melawan Negeri tetangga, dan semua anak laki-laki di wajibkan ikut berperang, hanya anak si orang tua yang tidak ikut karena sedang terluka. Sekali lagi orang desa berkumpul sekitar orang tua itu sambil menangis dan berteriak karena anak-anak mereka dipanggil untuk bertempur dan sedikit sekali peluang mereka dapat kembali hidup. Mereka mengatakan, “kamu benar orang tua”, mereka menangis. “Tuhan tahu kamu benar”. Orang tua itu dengan kesal menanggapi, “susah memberikan pengertian kepada kalian. Kalian selalu tergesa-gesa menarik kesimpulan”. Tidak ada yang tahu bagaimana kedepan. Katakan hanya ini: anak-anak kalian harus pergi berperang, dan anak saya tidak. Tidak ada yang tahu apakah itu berkat atau sebaliknya kutukan”.
Dari cerita ini mau menyampaikan pesan agar siapapun kita janganlah kiranya cepat-cepat mengambil kesimpulan akan apa yang kita alami atau orang alami dalam hidup ini. Seperti keadaan kita saat ini. Apakah pandemic covid 19 ini kutukan atau berkat? Kita belum tahu, akan tetapi yang kita tahu adalah saat ini kita diperhadapkan persoalan yang membawa dampak sangat meluas, baik secara phisikis (ketakutan, kekuatiran, kesepian, dll) juga dampak ekonomi. Biasanya dalam kedaan menderita atau sesuatu terjadi tidak seperti yang kita harapkan akan meperlihatkan siapa kita sesungguhnya dari perspekti iman. Benarkah dalam keadaan susah tersebut kita masih tetap komitmen hidup dalam iman, berarti juga tetap berpikir positif?
0 komentar:
Post a Comment