Friday, 9 April 2010

Asseb-Khotbah Lukas 17:11-19, Minggu 18 April 2010

Thema:
MENGUCAP SYUKURLAH SEBAB TUHAN TELAH MENOLONG KITA
(Gejapken ras kataken bujur man Tuhan sinampati kita)
Introitus: Mazmur 26:3; Pembacaan: Ratapan/Perngandungen 3:22-26
Khotbah : Lukas 17:11-19

Ketika masih kuliah di STT Intim Ujung Pandang/Makasar tahun 1985, kebiasaan yang menurut saya sangat baik yang dilakukan atau tepatnya dipelihatkan teman-teman yang berasal dari Indonesia Timur ialah merayakan hari ulang tahun. Mereka merayakan HUT karena dorongan ucapan syukur terhadap Sang pemberi kehidupan yang masih berkenan menamabahkan lagi satu tahun usia. HUT secara umum, apakah kelahiran atau perkawinan adalah hal yang biasa. Semua orang berulang tahun, apakah dia seorang yang percaya atau tidak. Namun menurut saya, orang yang memahami bahwa HUT bukan semata-mata alamiah, tetapi pemberian Allah akan mendorong seseorang untuk mengucap syukur dan terus-menerus berusaha mengisi kehidupannya seturut dengan kehendak Allah. Dan apa lagi Allah sangat menyenangi ucapan syukur dari umatNya, itulah yang dikemukakan dalam Alkitab[1]. Dan dalam 2 Tawarik 32:25 disebutkan bahwa Yehuda dan Yerusalem ditimpa murka karena raja Hiskia tidak berterimakasih atas kebaikan Allah kepadanya. Dan secara implisit itulah yang juga di nyatakan dalam nats renungan kita "Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu”.

Pendalaman Nas
Mengenai cerita kesepuluh orang kusta hanya terdapat dalam Lukas 17:11-19 perikop kita. Memang mengenai cerita Yesus menyembuhkan orang yang sakit kuasta juga terdapat dalam Lukas 5:12-13. Oleh karena itu, memang lebih tepat jikalau judul perikop ini adalah “Orang Samaria yang tahu berterimakasih” sebagaimana menurut Dr.J.B.Boland dalam Tafsiran Injil Lukas[2]. Alasannya jelas, bahwa dalam perikop ini Lukas tidak mengarahkannya kepada penyakit kuasta tersebut, tetapi mengenai sikap dari ke sepuluh orang yang telah sembuh dari penyakit kuastanya.

Sungguh tidak tahu untung. Ungkapan ini sangat tepat dialamatkan kepada sembilan orang yang telah sembuh dari pengakit kustanya yang tidak datang kembali untuk berterimakasih kepada Yesus yang telah menyembuhkannya. Dan ironisnya, satu orang yang datang kembali untuk berterimakasih kepada Yesus tidak lain adalah orang Samaria.

Sangat jelas dalam ayat 18 bahwa Yesus sangat menghargai sikap orang yang kembali datang kepada Yesus untuk berterimakasih yang disebut sebagai “orang asing” (Samaria) tersebut. Orang Samaria adalah orang campuran yang sudah keturunan. Hal ini terjadi akibat dari politik transmigrasi raja negeri Asyur[3]. Oleh karena itu orang Samaria dipandang hina oleh orang Yahudi dan tidak dianggap termasuk ke dalam ketujuhpuluh atau ketujuhpuluhdua bangsa yang menurut pandangan Yahudi mendiami dunia ini[4]. Walaupun demikian yang menarik dalam perikop kita, ternyata orang Yahudi dan orang Samaria yang tergabung dalam kelompok 10 orang yang terkena penyakit kuasta dapat menjadi sahabat yang baik. Kemalangan atau penderitaan yang mereka alami telah meruntuhkan segala batas-batas rasial dan nasional. Dalam kemalangan bersama karena berpenyakit kusta, mereka dapat melupakan asal-usul mereka, apakah mereka orang yahudi atau Samaria. Memang mereka benar-benar orang malang. Mereka dikucilkan dari masyarakat dan mereka dilarang untuk ikut serta dalam ibadat dan upacara-upacara ke agamaan. Sebab orang yang sakit kusta dianggap orang najis yang tidak boleh lagi berhubungan dengan Tuhan dan dengan sesama manusia[5]. Diskriminasi itu bukan saja disebabkan ketakutan penularan, tetapi juga terutama disebabkan agama dan adat[6]. Penyakit kusta sering dianggap sebagai hukuman Allah karena dosa-dosa tertentu.

Oleh karena itu kita dapat memaklumi betapa antuasiasnya mereka minta tolong agar Yesus menolong/menyembuhkan mereka. Walaupun hanya dari jauh mereka dapat meneriakkan keinginan mereka, namun Yesus mendengar dan sangat mendengar teriakan mereka. Dalam ayat 14 disebutkan Yesus memandang mereka lalu mengatakan sesuai dengan peraturan agama[7], yakni menyuruh mereka pergi kepada imam-imam untuk memperlihatkan bahwa mereka telah sembuh atau sehat kembali. Apa yang diperintahkan Yesus sepintas kelihatannya gampang, namun sesungguhnya tidak. Terlebih dalam posisi seperti ke sepuluh orang kusta tersebut. Bukankah mereka dikucilkan karena penyakit mereka dianggap berbahaya dan terlebih secara agamawi mereka dikelompokkan sebagai orang najis? Bagaimana mungkin dalam keadaan mereka yang najis dapat bertemu dengan imam yang suci? Namun ternyata iman mereka mengalahkan semuanya itu. Tanpa ragu, dan tanpa bersungut-sungut mereka percaya dan melakukan sebagaimana perintah Yesus. Dan sungguh luarbisa, terjadilah mujizat. Disebutkan ditengah jalan mereka semuanya menjadi sembuh.

Pastilah mereka sangat bersyukur karen telah sembuh. Namun disebutkan hanya satu orang ketika menyadari ia telah sembuh kembali kepada Yesus dan mengucap syukur. Dan orang tersebut ternyata adalah orang Samaria. Kita tidak tahu alasan apa yang menyebabkan ke sembilan orag yang juga telah disembuhkan tidak kembali datang kepada Yesus dan mengucap syukur. Bisa jadi karena kegirangan yang sangat besar melupakan Yesus. Juga bisa jadi menganggap kesembuhan mereka sudah waktunya, kesembuhan mereka adalah kebetulan. Terlebih bukankah Yesus tidak melalukan apa-apa selain mengatakan pergilah perlihatkan dirimu kepada imam?. Namun apapun alasannya, mereka hanya sembuh tidak lebih dari itu. Berbeda dengan orang Samaria yang kembali datang mengucap syukur. Ia tidak hanya sembuh tetapi juga memperoleh keselamatan (ayat 19).

Pointer Aplikasi
(1) Tidak ada seorangpun yang tidak memperoleh kebaikan dan pertolongan Tuhan dalam hidupnya. Terlebih sebagai orang percaya, kita mengamini bahwa kebaikan Tuhan yang spektakuler telah diberikan kepada kita yakni keselamnatan dalam Yesus Kristus. Masalahnya adalah sudahkah kita mengucap syukur dengan tulus?
(2) Melalui nas renungan kita minggu ini, kita diingatkan agar tidak bersikap seperti kesembilan orang yang telah disembuhka Yesus dari penyakit kuastanya, tetapi seperti seorang Samaria yang tahu mengucap syukur setelah menyadari bahwa penyakit kustanya telah disembuhkan oleh Tuhan Yesus, walaupun tidak secara langsung.
(3) Bagaimana kita mengucap syukur? Meneladani sikap orang Samaria tersebut, yang pertama: Memuliakan Allah (ayat 15). Dengan apa kita dapat membalas kebaikan Tuhan kepada kita (Mzm. 116:12)? Kita dapat membalasnya dengan mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahkan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Allah (Roma 12:1). Dan selalu memuji Tuhan selagi kita hidup (Mazmur 150:6). Ke dua: Mengucap syukur dan merendahkan diri (ayat 16). Hendaklah kita mengucap syukur dalam segala keadaan (1 Tes. 5:18). Ke tiga: Memiliki iman (ayat 19). Tuhan Yesus mengatakan, "... imanmu telah menyelamatkan engkau." Ada berkat ganda yang diterima oleh orang ini yaitu kesembuhan dan keselamatan. Imanlah yang menyelamatkan kita. Iman yang timbul dari pendengaran oleh firman Kristus (Roma 10:17).

Pondpk Gede, 16 April 2010
Pdt.S.Brahmana
-----------------------------
[1] 1 Tesalonika 5:18; bd. Kejadian 8:
[2] Dr.B.J.Boland, Tafsiran Injil Lukas. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996, hal.410
[3] 2 Raja-raja 17:24-41
[4] Dr.B.J.Boland, Ibid, hal.246
[5] Imamat 13:45-46
[6] Imamat 12 & 15
[7] Imamat 13 dan 14


Artikel lain yang terkait:



0 komentar:

Post a Comment