Saturday, 30 November 2013

Renungan / Khotbah Lukas 1:46-55, Minggu 22 Desember 2013 (Advent IV)

Introitus : 
Pujilah Tuhan, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! (Maz. 103:1b)

Bacaan : Mikha 4:1-5; Khotbah : Luk. 1:46-55

Tema : Jiwaku Memuji Tuhan


Pendahuluan
Seorang pemuda yang tidak percaya kepada Allah, melakukan suatu perjalanan dengan kapal. Ketika ia berada di kapal, tiba-tiba datanglah ombak yang besar dan menerpa kapal mereka, sehingga semua orang yang ada di dalamnya menjadi panik dan mulai berdoa. Pemuda itu sendiri tidak perbah berdoa, bahkan dia tidak percaya dengan adanya Tuhan. Akan tetapi, karena ombak yang semakin mengamuk dan ganas, membuat hati pemuda itu menjadi semakin ketakutan. Ia takut kematian akan datang kepadanya. Pada saat itu, ia mulai mendengar beberapa orang berdoa di kapal itu berseru kepada Tuhan. Hati pemuda itu goyah. Sejak kecil ia tidak pernah berdoa. Tetapi ganasnya ombak membuatnya kehilangan pegangan. Dan akhirnya ia memutuskan untuk berdoa, demikian: Ya Allah, jika Engkau benar, Engkau pasti menepati janjiMu. Ampuni aku. Sucikanlah hatiku yang kotor ini, selamatkanlah aku. Setelah ia berdoa, keajaiban terjadi. Badai itu menjadi reda dan ombak pun menjadi tenang. Pemuda tersebut begitu bersyukur kepada Tuhan akan kebaikanNya. Dan dari tangannya terciptalah sebuah kidung yang sangat indah. Pujian yang berbunyi: Amazing grace, how sweet the sound, that save a wretch like me. I once was lost, but now i’m found. Was blind but now, i see.

Inilah pujian syukur yang keluar dari hati yang terdalam oleh sang pemuda yang bernama John Newton. Benar bahwa puji-pujian merupakan respon terbaik yang dapat dilakukan seseorang setelah ia memperoleh kabaikan Tuhan. Pujian seringkali mewakili isi hati yang terdalam. Pujian bukan hanya sekedar kata-kata, tetapi di dalamnya terdapat nada kekaguman, keindahan, dan penghormatan kepada Tuhan yang berkarya atas hidup kita. Maka dari itu, setiap orang percaya bisa tidak bisa, harus terus memuji Tuhan atas kebaikanNya.

Pertanyaannya, apakah kita sering menaikkan pujian syukur kepada Tuhan atas kebaikanNya? Jelas bahwa jika dalam keadaan senang, mungkin kita bisa memuji Tuhan. tetapi, saat celaka menimpa kita, adakah kita tetapi bersyukur dan memuji Tuhan atas kesihNya kepada kita? Ketika keuangan krisis, apakah juga kita masih dapat memuji Allah yang senantiasa memberikan kehidupan kepada kita? Bahkan ketika kita kehilangan harapan dan putus asa, adakah kita tetap memuji Dia yang telah mati untuk kita?

Pembahsan
Lukas 1:46-56 dituliskan pujian Maria yang memuji karya Allah yang besar atas hidup dan bangsanya. Dalam perikop ini, dikabarkan bahwa Maria akan melahirkan seorang anak yaitu Juruselamat yang kudus, yang adalah Anak Allah. Sehingga Maria begitu bersukacita.

Perikop ini pada umumnya dikenal dengan sebutan Kidung Maria oleh karena kemurahan Allah atas dirinya. Maria memperoleh anugerah Tuhan, yang dapat dilihat pada ay. 28, dikatakan : Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau. Hal ini memperlihatkan bahwa betapa berharganya Maria di hadapan Allah. Siapakah Maria sehingga ia dipilih untuk melahirkan seorang Juruselamat bagi dunia? Jelas bahwa itu semua bukan karena kepintaran, ataupun ada hal baik dalam diri Maria yang dapat dipertahankan di hadapan Tuhan. Tetapi itu semua karena kemurahan Allah kepadanya. Maria memperoleh kasih karunia dari Allah, untuk menjadi ibu yang melahirkan Yesus.

Jemaat yang dikasihi Tuhan, ketika Maria dikabarkan akan melahirkan seorang anak, Maria juga memiliki ketakutan (ayat 34) bahwa bagaimana mungkin hal itu terjadi padanya sebab dirinya belum bersuami. Dapatlah kita bayangkan kehidupan sekarang ini, ketika ada sebuah keluarga yang memiliki seorang anak gadis yang hamil diluar nikah, bagaimana perasaannya? Betapa malu dan mencoreng nama baik keluarga dan lain-lain. Selain merasa malu, maka hal tersebut juga menjadi perguncingan yang hangat di dalam kampung tersebut. Banyak hal yang dapat terjadi pada keluarga itu oleh karena aib tersebut, sehingga membuat keluarga dan anak tersebut merasakan tekanan yang berat.

Sebagai manusia biasa, kekhawatiran dan ketakutan itu akan selalu ada, tetapi sebagai orang yang percaya, bukan kekhawatiran ataupun ketakutan itu yang menguasai kita, tetapi bagaimana kita mengatasi kekahawatiran dan ketakutan itu dan menyerahkan semuanya kepada tangan Tuhan yang berkuasa atas kehidupan kita. Hal inilah yang dilakukan Maria. Ketika hal itu dikatakan kepadanya, ia sempat merasa takut dan khawatir, karena ia belum bersuami. Tetapi, pada ayat 38, dapat dilihat bagaimana penyerahan diri Maria sepenuhnya kepada Allah yang berkehendak atas dirinya, sehingga ia terbebas dari rasa takut dan kekhawatiran itu.

Kidung Maria dalam ayat 46-55, secara tradisional disebut magnificat (berasal dari bahasa Latin), yang merupakan kutipan-kutipan dari Perjanjian Lama, dan menunjuk kepada kedatangan Yesus. Magnificat merupakan sebuah doa yang memuji dan memuliakan Allah karena apa yang telah Allah lakukan bagi dirinya (terlebih lagi bagi bangsa Israel) yang telah lama menantikan kedatangan Mesias. Hanya Allah saja yang menjadi tujuan dan pusat pujian ini. Kidung Maria berhubungan erat dengan puji-pujian Hana dalam 1 Sam 2:1-10, dimana Hana pada saat itu, sangat bersukacita karena telah melahirkan Samuel, anaknya lewat campur tangan Ilahi. Dalam hal ini, juga memperlihatkan bahwa Allah adalah Allah yang memperhatikan penderitaan umatNya, khususnya Hanna pada saat itu, ketika ia harus selalu merasa terhina, rendah, dan tidak berharga dalam menghadapi madunya Fenina yang dapat melahirkan seorang anak bagi suaminya Elkana.

Demikian juga bahwa Maria memuji Allah saat mengetahui bahwa apa yang disampaikan Malaikat mengenai dirinya dan Elizabeth, sepupunya adalah benar (39-45). Betapa ia bersukacita karena dirinya dilayakkan Tuhan menerima anugerah yang luar biasa itu. Maria sangat bersyukur kepada Tuhan yang telah memandangnya sangat berharga karena ia sangat rendah, miskin, hina dan tidak dipercaya sebagai orang yang dipakai Tuhan untuk menjalankan tugas Tuhan. Oleh karena itulah, muncul nyanyian magnificat.
Bagaimana Maria menaikkan puji-pujiannya, pertama adalah dapat kita lihat ayat 46-50, yang berisi tentang kebesaran dan kemahakuasaan Tuhan Allah, sehingga Maria menyembah Allah. Dikatakan jiwaku memulikan Tuhan dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, IA memperhatikan kerendahan hamba-Nya, Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus. Ini merupakan pujian Maria atas apa yang telah dilakukan Allah kepadanya dirinya secara pribadi. Selanjutnya, pada ayat 51-55, merupakan pujian tentang tindakan Allah sendiri yang merupakan suatu transformasi pada dunia, khususnya Israel pada saat itu.
  1. Ia menceraiberaikan orang-orang yang congkak hatinya (51). Kata ini memiliki makna bahwa Allah akan memecahkan, mengacaukan, bahkan menghancurkan orang-orang yang iri hati, yang hatinya bengkok, yang tidak memiliki belas kasih terhadap saudaranya. Karena pesan umum dari kitab ini adalah kepedulian sosial kepada mereka yang miskin. Maka ayat nni merupakan suatu tuntutan terhadap perubahan moral pada diri seseorang. Ketika seseorang mengaku percaya kepada Allah, maka ia harus mematikan kecongkakan yang ada dalam dirinya. Dengan matinya kecongkakan dalam diri seseorang, maka perubahan moral sedang terjadi dalam diri seseorang. Transformasi sedang berlangsung dalam diri seseorang menuju arah yang memuliakan Tuhan.
  2. Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dan meninggikan orang-orang yang rendah. Ini juga merupakan suatu perubahan sosial. Kekeristenan dalam diri seseorang harus terlihat dengan tidak adanya gengsi dan kesombongan. Di sini juga memperlihatkan bahwa setiap manusia bukan dinilai dari apa yang dimilikinya, ataupun jabatan apa yang dimilikinya, sehingga harus mendapatkan perlakuan yang istimewa. Tetapi setiap manusia adalah berharga di hadapan Tuhan, yang miskin, bahkan terhina sekalipun, seperti orang gila dan pengemis, mereka adalah ciptaan Tuhan dan Tuhan sudah mati untuk mereka. Jadi tidak ada alasan untuk orang Kristen menyombongkan diri dengan keberadaannya. Tetapi yang patut dilakukan adalah memuliakan Tuhan, karena Tuhan sudah memberikan yang baik dalam kehidupan kita setiap oran Kristen.
  3. Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar dan menyuruh orang kaya pergi dengan tangan hampa. Ini merupakan perubahan ekonomi. Hal ini menegaskan bahwa di dalam kita memiliki kepercayaan kepada Tuhan, bukan ekonomi ataupun kekayaan yang menjadi tujuan hidup. Tetapi, bagaimana kehidupan kita dapat bermakna bagi orang lain terlebih memulikan nama Tuhan. Dalam hal ini dituntut kehidupan yang saling memperhatikan satu sama lain, sehingga tidak ada yang berkelebihan dan tidak ada yang berkekurangan di dalam komunitas orang yang percaya.

Dari makna pujian-pujian (magnificat) Maria tersebut, memperlihatkan suatu perubahan yang drastis yang terjadi dalam suatu zaman, yang sesuai dengan bacaan kita dalam Mikha 4:1-5, bahwa ketika saat itu tiba, maka gunung rumah Tuhan akan berdiri tegak mengatasi gunung-gunung dan menjulang tinggi di atas bukit-bukit; bangsa-bangsa akan berduyun-duyun kesana, dan banyak suku juga akan pergi kesana. Selanjutanya dikatakan bahwa Dia akan menjadi hakim di antara banyak bangsa, dan menjadi wasit bagi suku-suku bangsa yang besar sampai ke tempat yang jauh. Selanjutnya juga dijelaskan bagaimana keadaan sosial serta ketentraman hidup akan dialami kembali dan Nama Tuhan tetap untuk selamanya. Inilah makna Natal yang selalu kita rayakan setiap akhir tahun, ketika saat itu tiba dan sebuah perubahan besar terjadi dalam kehidupan kita. Oleh karena itu, biarlah saat natal yang kita rasayakan bersama dan puji-pujian yang kita lantunkan tidak terjadi begitu saja, tetapi mari lakukan suatu perubahan ke arah yang baik, yang memuliakan Tuhan. Seperti Maria, jiwanya sungguh memuliakan Tuhan, karena dari keberadaannya yang sangat terhina dan miskin, ia dipilih Tuhan sebagai alatNya menjadi ibu bagi bayi Yesus, Juruselamat itu. Dan pujiannya itu, diimaninya dalam kehidupannya.
Jemaat yang dikasihi Tuhan, sesuai dengan tema yang diberikan adalah Jiwaku memuliakan Tuhan. Dalam kalimat ini terdapat suatu ungkapan syukur yang mendalam, ketika jiwaku memuliakan Tuhan, maka itu tidak hanya sekedar nyanyian yang berlalu begitu saja, tetapi suatu pujian yang berdampak dalam kehidupan kita secara pribadi dan sungguh indah bila itu berdampak pada kehidupan orang lain. Biarlah jiwa kita memuji Tuhan senantiasa, baik saat suka bahkan saat duka dan malapetaka yang menimpa. Karena Tuhan senantiasa beserta dengan kita ketika kita berserah kepada-Nya.

Hitunglah berkat Tuhan dalam hidup Anda. Bila kita belajar menghitung berkat-berkat yang kita terima dari Tuhan selama ini, kita akan malu sendiri. Mengapa? Karena kita kurang memuji dan kurang mensyukuri Dia. Kita cenderung mudah bersungut dan meragukan kebaikan Allah. Saat topan keras melanda hidupmu, saat putus asa dan letih lesu, hitunglah berkat Tuhan satu-satu. Niscaya engkau kagum oleh kasih-Nya. Syair Kidung Jemaat No. 439 patut kita endapkan dalam sanubari kita.

Terima kasih, jika ada yang kurang JELAS, diterima KRITIK dan SARAN. Selamat Berkhotbah!!!
Pdt. Andreas Josep Tarigan, S.Th, M.Div
Rg. Harapan Indah


Artikel lain yang terkait:



0 komentar:

Post a Comment