Friday 20 November 2009

Asseb-Khotbah Yohanes 11:25-26, Minggu 22 Nopember 2009

Thema:
DI DALAM YESUSLAH ADA HIDUP YANG KEKAL
(Ibas Yesus lit kegeluhen si tuhu-tuhu)
Introitus: 1 Tesalonika 4:14; Pembacaan: Wahyu 7:9-17
Khotbah: Yohanes 11:25-26
Pendahuluan
Membicarakan soal kematian adalah sesuatu yang tidak lazim, atau kita menyebut sesuatu yang tidak menyenangkan. Seolah-olah kalau kita membicarakan kematian, kematian itu sudah dekat dengan kita. Tidak pernah atau kalau pun ada jarang sekali ada orang yang kumpul, apakah di warung kopi, di kantor atau di tempat-tempat lain, berbicara dengan asik mengenai kematian. Mengapa? Karena kematian dianggap sesuatu yang menakutkan, sesuatu yang membuat orang gentar menghadapinya? Mengapa menakutkan? Berbagai jawaban mengenai hal ini. (1) Karena secara dasariah manusia berkeinginan tetap eksis. Kematian dipandang sebagai lawan dari eksis. (2) Bayang-bayang kerugian, kehancuran, dan bahaya yang mengiringinya membuat kematian suatu yang menakutkan. (3) Pengajaran agama tentang adanya neraka yang sangat menakutkan setelah kematian dan menyadari kehidupan yang masih belum sesuai dengan ajaran agama. (4) Informasi yang disampaikan, apakah itu dari agama tentang bagaimana setelah kematian, dianggap kurang akurat, dsb. Terlepas mengapa kematian itu menakutkan, yang pasti semua manusia pasti mati. Kalau demikian, bagaimana seharusnya kita menyikapi kematian? Apakah kesaksian Alkitab mengenai kematian?
Menurut buku “jalan keselamatan” ada 5 pandangan manusia mengenai kematian.[1] Pertama, kematian adalah “titik” atau “detik” penghabisan. Menurut pemahaman ini dengan kematian selesailah segala sesuatu. Kedua, Kematian suatu tanda tanya, suatu yang misteri atau gelap, yang tidak diketahui manusia. Ketiga, kematian dipahami sebagai kelepasan dari segala sengsaara di dunia ini. Kematian melepaskan manusia dari hal materi (jasadi), sehingga ia menjadi yang rohani saja. Keempat, kematian dianggap sebgai jalan peralihan yang harus dilalui oleh jiwa manusia, ketika ia meninggalkan tubuhnya yang fana, untuk kemudian menjelmakan diri lagi di dunia ini dengan tubuh yang lain. Kelima, kematian dipahami sebagai suatu “titik dua”. Artinya setelah mati hanya ada dua kemungkinan yakni mendapat hidup kekal atau mati yang kekal. Pandanagan kelima inilah yang dikemukakan Alkitab. Dalam Ibrani 9:27 disebutkan: manusia ditetapkan untuk mati satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi. Dengan pemahaman ini menekankan bahwa kehidupan manusia sementara di dunia ini mempunyai arti penting yang menentukan bagaimana nantinya setelah kematian.
Pendalaman Nas.
Perikop kita merupakan pembicaraan antara Yesus dan Marta di pinggir desa Betania [2] (± 3 Km ke Yerusalem). Dari seluruh cerita yang secara logika sulit dipahami ini, bagian ini yang paling teologis. Ungkapan Yesus dalam ayat 25 dan 26 tidak sekedar ucapan basa-basi penghiburan sehubungan dengan kebangkitan akhir zaman, sebagaimana dijelaskan oleh jawaban Marta dalam ayat 24. Namun pernyataan yang luar biasa karena menyingkapkan suatu rahasia besar mengenai siapa Yesus dan misinya di dunia ini. “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya”. Dari ayat 25 dan 26, hal penting dikemukakan ialah mengenai “hidup”. Misi Yesus ke dunia ini tidak lain untuk memberikan hidup kepada orang yang percaya kepadaNya, yakni orang yang ditebus oleh darahNya. Hidup yang diberikan Yesus tidak dapat dikurangi atau diputuskan oleh kamatian jasmani. Hidup itu diperoleh melalui kematian, lalu sampai kepada kebangkitan dan kemenangan. Kebangkitan hasil dari pada “hidup” itu. Jadi hidup yang diberikan Yesus bukan hidup yang biasa saja, tetapi hidup rohani yang mengatasi kematian jasmani. Selanjutnya uangkapan “yang percaya kepadaKu”, ungkapan yang disebutkan 2 kali dalam ayat 25 dan 26 harus kita perhatikan betul. Ungkapan ini mengingatkan pentingnya kesempatan hidup di dunia ini. Yang saya maksudkan ialah pada waktu kita hidup di dunia ini harus percaya kepada Yesus, agar kita tidak mati kekal (masuk neraka). Ingat pemahaman Alkitab mengenai kematian yang telah dikemukakan di atas. Kematian adalah suatu titik dua. Artinya setelah mati hanya ada dua kemungkinan. Tidak lebih. Masuk surga atau neraka. Dengan kata lain setelah mati tidak ada lagi kesempatan merubah nasib, atau bertobat agar tidak masuk neraka. Selama hidup di dunia, itulah yang menentukan kita akan kemana[3].
Kalau kita baca dalam Wahyu 7:9-17, disebutkan bahwa mereka yang masuk ke dalam Kerajaan Surga ialah mereka yang telah mencuci jubahnya dan membuatnya putih di dalama darah Anak Domba. Hal ini memang ungkapan simbolis, namun mengandung makna mereka yang dalam iman telah percaya dan setia kepada Yesus, yang nampak dalam kehidupan yang setia sampai mati. Indekator itu disebutkan bahwa "mereka adalah orang-orang yang keluar dari kesusahan yang besar”. Walaupun ada banyak tantangan sebagai konsekwensi iman kepada Yesus, mereka setia bahkan setia sampai mati.
Hal lain yang juga penting diketahui sehubungan dengan dukacita yang disebabkan kematian. Ada 3 kata yang berbeda digunakan dalam keseluruhan cerita untuk menyatakan dukacita dalam cerita Lazarus di bangkitkan. Orang-orang Yahudi menangis (ayat 33) , Maria meratap (ayat 31) dan Yesus menangis dengan hati yang masygul (Ayat 33b, 35, 36). Dikatakan Yesus juga menangis tetapi juga masygul. Kata masygul menunjukkan Yesus disamping sangat terharu juga masygul karena marah. Marah karena apa? Karena dosa dan akibat dosa, yakni kematian. Yesus marah karena dosa dan kematian dan dukacita yang datang oleh sebab dosa manusia. Yesus menangis dengan hati yang masygul juga menyatakan simpati Allah kepada manusia. Dan tentunya tidak hanya sekedar sympati, tetapi selanjutnya Yesus benar-benar membebaskan manusia dari kuasa kematian dengan kematian dan kebangkitanNya. Oleh karena itu benar bahwa di dalam Yesus, percaya kepada Yesus ada jaminan hidup kekal, hidup yang sesungguhnya. Masalahnya ialah apakah kita sungguh-sungguh percaya kepada Yesus, bahwa Dialah kebangkitan dan hidup dan setiap orang yang hidup dan percaya kepadaNya tidak akan mati? Kalau kita percaya, marilah kita berkeyakinan dan berlaku hidup seperti Paulus yang mengatakan: bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah suatu keuntungan.[4] Artinya nampak dalam hidup kita menomor satukan Tuhan.
Pointer Aplikasi
(1) Berbicara tentang hidup berarti juga berbicara mengenai realita kematian. Hidup dan kemudian mati adalah suatu realitas. Dari pemahaman Alkitab, kematian menjadi bagian kehidupan manusia disebabkan dosa. Tidak hanya mati secara jasadi[5], tetapi juga mati secara rohani (berarti mati kekal). Sebab upah dosa adalah maut. [6]
(2) Ada berbagai pemahaman mengenai kematian, namun menurut Alkitab, kematian suatu titik dua. Artinya setelah kematian manusia akan dihakimi apakah masuk sorga atau neraka. Itu berarti selama kehidupan di dunia inilah yang menentukan dua hal tersebut.
(3) Seharusnya kematian tidak lagi sesuatu yang menakutkan bagi kita. Kesaksian Alkitab sangat jelas bahwa Yesus telah mengalahkan kematian dengan kematian dan kebangkitanNya. Hal ini telah ditegaskan Yesus kepada Marta, bahwa Yesuslah kebangkitan dan hidup. Artinya kematian memang harus dilalui manusia, namun setiap orang yang percaya kepadaNya akan hidup walaupun ia sudah mati dan kehidupan itu adalah kehidupan yang sesungguhnya, kehidupan kekal bersama Allah di surga.
(4) Beragam cara orang menyikapi hidup yang singkat di dunia ini. Tergantung pendekatannya berdasarkan apa, walaupun kadang pendekatan tersebut tidak selalu mempengaruhinya, katakanlah itu pendekatan iman kristen. Dosa dan keinginan daging cendrung membawa manusia melupakan adanya kematian kekal, dan kehidupan kekal bagi orang yang setia hidup di jalan Tuhan. Sehingga ia lebih mengutamakan kebahagiaan di dunia ini. Tritunggal dunia (harta, kedudukan dan prestise) mempunyai daya tarik yang luar biasa bagi manusia sehingga menjadikannya sebagai tujuan hidup yang utama. Dalam Kecendrungan tersebut mereka tidak sadar semakin jauh dengan jalan Tuhan, walaupun mereka kelihatan sebagai orang yang taat beragama. Benar ketaatan menjalankan agama, bahkan menjadi “pejabat” agama tidak menjamin apa-apa jikalau tidak diikuti sikap hidup mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia. Ingatlah apa yang dikatakan Yesus dalam Matius 7:21-23 bahwa tidak semua orang yang berseru Tuhan-Tuhan masuk ke dalam kerajaan sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa yang di sorga. Karena itu melalui renungan minggu ini mengingatkan kita agar pesona dunia ini tidak menggelapkan kesadaran kita akan kefanaan atau kepastikan kematian manusia, setelah itu akan di hakimi. Keputusan hakim memposisikan kelompok kambing atau domba, sebelah kiri atau kanan tidak bisa lagi di ganggu gutat[7]. Karena itu sebelum terlambat percayalah kepada Yesus bahwa hanya di dalam dia ada kehidupan kekal.
Pondok Gede, 20 Nopember 2009
Pdt.S.Brahmana
--------------------------------

[1] Werner Pfendsack-H.J.Visch, Jalan Keselamatan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001, hal.11-12
[2] Sampai sekarang Betani dikenal dengan nama Azariyah, yang berasal dari nama Lazarus (William Barclay, Pemahaman Alkitab setiap hari Yohanes Ps.8-21. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999, hal.161
[3] Ingat cerita Orang kaya dan si Lazarus yang miskin dalam Lukas 16:19-31
[4] Filipi 1:21
[5] Kejadian 3:19
[6] Roma 6:23
[7] Bd. Matius 25:31-46


Artikel lain yang terkait:



0 komentar:

Post a Comment