Saturday 8 May 2010

Memahami penciptaan berdasarkan Kejadian 1:1-2:4a, pendalaman bahan Katekisasi GBKP

PENCIPTAAN

Pendahuluan
Salah satu topik pelajaran dalam buku Katekisasi yang diterbitkan Moderamen mengenai CIPTAAN. Walaupun pokok ini disajikan dengan singkat, bukan berarti pokok ini tidak penting. Bahkan pokok ini tidak kalah penting dari topik yang lain. Sebagaimana menurut Dr.H.Hadiwijono bahwa dari sekian banyak bahan-bahan yang terdapat dalam Alkitab, Kejadian pasal 1, 2 yang menceritakan tentang kejadian/penciptaan, atau mengenai hal ihwal dunia ini yang telah menjadi pokok pembicaraan yang hangat di sepanjang abad-abad yang lalu hingga kini[1]. Mengapa? Menurut Hadiwijono, yang pertama karena pokok ini ditempatkan di awal Alkitab, sehingga dipahami sebagai menentukan segala pembicaraan. Kedua, karena munculnya pandangan dunia modern yang ternyata “tidak cocok” dengan gambaran yang diberitakan Alkitab. Memang sejak abad-abad pertama dari timbulnya ilmu teologia masalah ini telah menjadi perhatian ahli theologia, namun setelah munculnya pandangan dunia modern hal ini semakin menjadi-jadi. Bahkan tidak sedikit orang pada jaman modern yang menolak Alkitab karena dianggap berlawanan sekali dengan hasil-hasil ilmu pengetahuan, terutama mengenai asal usul dunia dan umat manusia, terlebih cerita-cerita mengenai terjadinya mujizat-mijizat.

Memang, mengenai hasil ilmu pengetahuan, juga tidak sedikit yang masih ragu. Tetapi keraguan ini tidak dapat menolong sebab ada banyak temuan huruf-huruf dari kitab suci yang tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan modern. Misalnya menurut ilmu pengetahuan bahwa dunia ini berumur kira-kira empat ribu juta tahun[2]; dan peradaban manusia sudah mulai lebih dari lima puluh ribu tahun sebelum masehi. Tiada gunanya pengetahuan itu diragukan oleh ahli-ahli theologia[3].

Menyikapi hal ini banyak ahli-ahli theologia mencoba memberikan tempat kepada bahan-bahan hasil penyelidikan ilmu pengetahuan (penyelidikan geologi) dalam penafsiran Alkitab. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa berita Alkitab sesuai dengan hasil penyelidikan ilmiah. Salah satu tokoh bernama Thomas Burnett (1682) mencoba memberi tempat kepada bahan-bahan hasil penyelidikan geologi dalam penafsiran Alkib. Berdasarkan 2 Petrus 3:6, ia memberi keterangan bahwa bumi pertama telah dibinasakan oleh air bah pada jaman Nuh, dunia yang sekarang ini adalah dunia yang baru. Akibat air bah tersebut menurut Burnett, permukaan bumi dan permukaan bintang-bintang berubah, kecuali bintang Yupiter. Demikian juga berakhirlah iklim yang sama dan lunak menjadi iklim yang tidak sama. Kesuburan yang berlebih-lebihan serta umur manusia yang panjang juga berakhir. Hal ini semua disebabkan karena poros bumi menjadi miring. Perubahan poros bumi ini juga menyebabkan pembentukan samudra yang luas dan pembentukan gunung-gunung[4]. Demikian juga apolegetik yang lain timbul pada abad 18. Teori yang dikemukakan disebut teori konkordansi yang mengajarkan bahwa ada konkordansi atau penyesuaian di antara cerita Alkitab tentang penjadian dengan tahapan-tahapan waktu di dalam geologi. Menurut teori ini, hari-hari dalam waktu penjadian yang disebut dalam Kejadian 1 dipandang sebagai tahapan-tahapan waktu yang panjang sekali. Mengenai hal ini hari pertama, kedua dan ketiga harus dibedaan dengan hari yang keempat, kelima dan ke enam. Hari ke empat, lima dan keenamalah di dalam cerita penjadian dapat disebut hari dalam arti yang sebenarnya. Berdasarkan keyakinan ini K.W.Yerusalem pada abad 18 mempertahankan dalil-dalil bahwa 6 hari di dalam cerita penjadian itu sebanarnya tidak lain adalah 6 “revolusi pokok” atau 6 tahap-tahapan waktu yang bermacam-macam panjangnya, dan meliputi banyak abad. Kemudian muncul lagi teori “Ideal”. Teori ini mengajarkan agar melepaskan memberi arti yang harafiah terhadap cerita Kejadian 1, dan mengambil idenya saja. Berdasarkan pandangan ini timbul pendapat yang mengatakan Kejadian 1 adalah suatu syair yang indah dari jaman kuno yang melagukan “pekan tujuh hari” atau syair yang mistis yang bermaksud mengajarkan segala sesuatu datang dari Tuhan Allah. Inilah ide yang terkandung dalam berita tentang penjadian.

Mengenai hal ini saya setuju dengan D.C. Mulder[5] bahwa apa yang dilakukan tersebut, yakni usaha untuk membenarkan Alkitab agar sesuai dengan penyelidikan ilmiah muncul dari salah paham besar tentang sifat Kitab Suci sebagai Firman Allah. Mungkin mereka menyangka dengan sikap demikian, mereka sungguh-sungguh menghormati Kitab Suci sebagai Firman Allah. Tetapi pada hakekatnya tidak demikian. Kitab suci baru dihormati sungguh-sungguh jikalau kita membaca dan menginsafi apa yang menjadi maksud tujuan dari Firman Allah tersebut. Satu hal yang harus dipahami bahwa Kitab Suci ditulis, khususnya Kitab Kejadian, bukan dimaksud sebagai suatu laporan tentang terjadinya dunia ini. Oleh karena itu Alkitab tidak boleh dipahami sebagai sebuah buku ilmiah tentang ilmu bumi, juga bukan buku sejarah ansih dan atau buku-buku ilmiah lainnya. Kitab Kejadian dapat dipandang sebagai suatu dogma, suatu keyakinan iman yang menyaksikan bahwa ada satu oknum ilahi (misterium-tremendum) yang diakui sebagai Allah Adonay sebagai pencipta langit, bumi dan semua isinya. Oeh karena itu benar sebagaimana yang dikemukakan Prof.S.Wismoady Wahono, bahwa kata-kata “Berfirmanlah Allah… dan Jadilah demikian”. “Jadilah petang dan jadilah pagi ….” Ungkapan itu sama sekali tidak mempunyai maksud historis atau ilmiah. Semuanya itu ditulis berdasar, oleh, dan untuk iman[6]. Penulis mengikuti suatu ide. Dengan Kejadian 1 ini penulis bermaksud memberitakan suatu dogma bahwa “Tuhan adalah khalik”. Oleh karena itu bagaimana persisnya urut-urutan terjadinya dunia, bukan menjadi perhatian penulis. Ia menulis suatu urutan penciptaan yang disesuaikan dengan gagasannya untuk pemberitaan bahwa Tuhan adalah Khalik. Berdasarkan pemahaman ini kita akan membahas pokok bahasan kita mengenai CIPTAAN.

Mengenai cerita penciptaan ada dua versi dalam Alkitab, yakni Kejadian 1 dan Kejadian 2. Namun sesungguhnya tidaklah bertentangan, tetapi merupakan perwujudan theologia kontekstual yang mengamini bahwa Allah-lah Sang Pencipta.

ALLAH MENCIPTAKAN LANGIT DAN BUMI BESERTA ISINYA

(1) Allah mencipta dalam ketertiban. Dalam Kejadian 1:1-2:4a yang ditekankan ialah ketertiban dalam penciptaan yang dilakukan Allah. Pertama, penulis memakai susunan satu minggu sebagaimana lazim dipakai di Israel. Satu Minggu di Israel terdiri dari 6 hari kerja, sedang hari ke 7 ialah hari pemberhentian[7]. Dalam susunan inilah penciptaan-penciptaan dilakukan oleh Allah. Kedua, ketertiban itu muncul dengan latarbelakang kekacauan (tohu wa bohu) yang pada mulanya ada di bumi sebagai disebutkan dalam Kejadian 1:2. Bumi ini belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi muka samudera raya. Namun semua kekosongan dan kekacau-balauanan tersebut dapat ditangani Allah melalui karya ciptaanNya, sehingga terdapat keteraturan, indah dan baik di dalam tatanan ciptaan itu. Disebutkan, terang menghalau gelap, samudera-raya ditentukan tempatnya, dan tumbuh-tumbuhan, binatang-binatang dan manusia memenuhi dunia.
Ketiga, kita melihat ketertiban dalam urutan penciptaan. Ada keselarasan antara ketiga hari yang pertama dan ketiga hari yang kemudian. Pada hari pertama Allah menciptakan terang, pada hari ke-4 diciptakan pembawa terang, yakni matahari, bulan dan bintang-bintang. Pada hari ke-2 Allah memisahkan air yang di atas cakrawala dari air yang di bawah cakrawala; pada hari ke-5 dijadikanlah burung-burung yang berterbangan melintasi cakrawala dan ikan-ikan yang berkeriapan dalam air. Selanjutnya pada hari ke-3 Allah memisahkan laut dari darat dan la menciptakan tumbuh-tumbuhan, sedang pada hari ke-6 diciptakanlah binatang-binatang dan manusia, yang hidup di darat dan yang makan tumbuh-tumbuhan.

Akhirnya ketertiban dalam penciptaan yang dilakukan Allah itu ternyata dari kenyataan bahwa ciptaan itu dipandang baik oleh Allah. Berulang kali disebutkan bahwa Allah melihat pekerjaan-Nya itu dan menganggapnya semuanya baik.

(2) Status dan fungsi manusia yang diciptakan dalam gambar dan rupa Allah. Dalam Kejadian 1:26-28 disebutkan bahwa Allah menciptakan manusia dalam gambar dan rupa Allah. Dari cara Allah menjadikan manusia takdapat disangkal bahwa kelihatannya kedudukan manusia sangat penting. Perhatikanlah ayat 26 “Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi."

Bentuk ungkapan berubah. Ungkapannya menjadi lebih pribadi” “baiklah kita menjadikan…”, bukan “jadilah…”. Kata ganti orang pertama jamak “kita” tidak mempunyai arti bahwa Allah itu lebih dari satu. Ada beberapa pendapat mengenai hal ini. Menurut Tafsiran Masa kini[8] mengenai kata “kita” diterangkan demikian, bahwa Sang Pencipta berfirman sebagai Raja Sorgawi disertai oleh bala tentara sorgawi. Di lain tempat dimana ungkapan ini, tampil roh-roh yang melayani hadir di dekatNya[9]. Manusia dan roh-roh sorgawi sama-sama adalah mahluk-mahluk pribadi yang bersifat keagamaan yang diikutsertakan dalam hubungan historis yang bertanggungjawab dengan Allah. Menurut Wismoady dalam bukunya “Disini Kutemukan” kata “kita” tidak lebih dari “gema” bahasa saja[10]. Sebab segera setelah itu ungkapan berubah ke kata ganti orang ketiga tunggal: “maka Allah menciptakan … diciptakanNya (ayat 27). Dan menurut Bakker lain lagi, kata “kita” dipahami sebagai suatu kejamakan atau suatu kemajemukan di dalam Allah[11]. Soedarmo[12] dalam bukunya Ikhtisar Dokmatika mengatakan kata “kita” menunjukkan bahwa Allah dalam menciptakan manusia terlebih dahulu bermusyawarah. Hal ini menurutnya menunjukkan bahwa terjadinya manusia direncanakan terlebih dahulu di antara Bapa, Putra dan Roh Kudus. Dari keempat pendapat ini semuanya ada benarnya, namun pendapat pertama lebih memberi jawab karena dengan penjelasan ini dapat menjawab pertanyaan yang sama dalam ayat-ayat yang lain, misalnya dalam Kejadian 3:22, 24; 11:7; 18:21. Pengertian kedudukan manusia penting karena memang manusia berbeda dengan binatang atau ciptaan lain karena itu kepadanya diberi mandat khusus yakni supaya mereka berkuasa atas ciptaan yang lain. Mengenai ayat 27 ini tidak dimaksud bahwa manusia dapat sewenang-wenang terhadap ciptaan yang lain. Mandat ini diberikan dalam rangka tanggung tanggungjawab kepada Allah. Bila semua ciptaan yang diciptakan Allah dipandang baik, maka tugas tanggungjawab manusia juga memelihara sehingga tetap terjaga dengan baik sebagaimana disebutkan dalam Kejadian 2:15.

Jadi kata yang penting di sini adalah “gambar”. Sedang kata “rupa” hanya berfungsi menekankan “gambar”. Kata “gambar berarti: Pertama, manusia mempunyai hubungan atau nisbah yang khusus dengan Allah. Itulah hubungan pergaulan dengan Allah. Kedua, manusia mempunyai hubungan yang khusus dengan sesamanya manusia. Perhatikanlah ayat 27. Disebutkan “menurut gambar Allah diciptakannya dia, laki-laki dan perempuan diciptakannya mereka. Ketiga, manusia mempunyai hubungan khusus dengan mahluk-mahluk lain. Bukankah Allah memberi tugas untuk berkuasa atas ciptaan yang lain serta juga memeliharanya?

PENUTUP

Melalui cerita penciptaan di dalam Kejadian 1, 2 mau menyaksikan: (1) bahwa dunia dan semua isinya termasuk manusia bukan terjadi dengan sendirinya, tetapi diciptakan dari yang tidak ada menjadi ada oleh Allah. (2) Oleh karena itu Allah bukan salah satu unsur alam. Allah sama sekali transenden, berdiri di atas dunia dan tidak sama dengan dunia. Allah adalah sumber hidup dunia, dan Ia mengatasi dunia. (3) pengakuan terhadap Allah sebagai pencipta berarti sekaligus juga mengakui bahwa Dia sebagai pemelihara. Dan manusia yang dicipta segambar dan serupa dengan Allah terhisap kepada tugas panggilanya untuk patuh dan setia kepada Allah dengan tetap menjalankan perintah Tuhan tidak saja berkuasa tetapi juga memelihara.

Cililitan, 8 Mei 2010
Pdt.S.Brahmana
------------------------------------

[1] Dr.H.Hadiwijono, Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986, hal.151
[2] Bandingkan engan penelitian yang dilakukan terhadap Alkitab, bahwa umur bumi tidak lebih dari 6 ribu tahun. Penghitungan ini berdasarkan silsilah-silsilah yang dicantumkan dalam Kejadian pasal 5 dan 11 memberitahukan pada umur berapa Adam dan keturunannya melahirkan generasi-generasi berikutnya secara berurutan mulai dari Adam sampai Abraham. Dengan menentukan di mana secara kronologis Abraham berada dalam sejarah. dan dengan menambahkan umur-umur yang disebut dalam Kejadian 5 dan 11, nyatalah bahwa Alkitab mengajarkan bahwa umur bumi berkisar sekitar 6.000 tahun, lebih atau kurang beberapa ratus tahun.
[3] Dr.Mr.D.C.Mulder, Iman dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983, hal. 23
[4] Cara menafsir demikian ini sebenarnya tidak cocok dengan kenyataan. Agaknya tidak mungkin, bahwa adanya lapisan kulit bumi yang bermacam-macam dan timbulnya gunung-gunung disebabkan oleh karena satu bencana alam saja.
[5] Dr.Mr.D.C.Mulder, ibid, hal. 24
[6] Prof.S.Wismoady Wahono, Ph.D., Di sini kutemukan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990, hal.79
[7] Keluaran 20:8-11; Ulangan 5:12, 13
[8] Meredith G.Kline, Tafsiran Alkitab Masa Kini I (kejadian-Ester). Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1990, hal.82
[9] Bd. Kejadian 3:22, 24; 11:7; 18:21; bd. Lagi Kejadian 18:2; 19:1; Yesaya 6:8
[10] Prof.Dr.S.Wismoady Wahono Ph.D, ibid, hal. 80
[11] Dr.F.L.Bakker, Sejarah Kerajaan Allah I Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990, hal. 16
[12] DR.R.Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1984, hal.111


Artikel lain yang terkait:



0 komentar:

Post a Comment