Saturday 19 May 2012

Khotbah Yesaya 6:1-8, Minggu 3 Juni 2012 (Trinitas)

Introitus :
Semua orang yang dipinpim oleh Roh Allah adalah anak Allah (Roma 8 : 14).
Pembacaan : Roma 8 : 12 – 17; Khotbah : Yesaya 6 : 1 – 8
Tema :
“Ini aku Tuhan, utuslah”

Pendahuluan
Kisah panggilan Yesaya ditulis dengan menggunakan gaya bahasa yang luar biasa. Kisah ini merupakan kisah tergugahnya seorang manusia hingga menemukan kenyataan diri yang sebenamya dan kemudian bangun menghadapi kenyataan bahwa ia dipanggil dan diutus Tuhan untuk memimpin.

Yesaya mengakui jarak yang ada antara dirinya dengan Tuhan, dan jalan terbuka baginya untuk menerima pengampunan. Pengampunan inidigambarkan sebagai bara yang menyala dan pengampunan ini meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam kehidupannya. Oleh karena itu, ketika Tuhan bertanya “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?", dengan lantang ia menjawab, "Ini aku, utuslah aku!"

Pokok-Pokok Khotbah
  1. “Dalam tahun matinya Raja Uzia…..” Sekitar tahun 740 SM (bd. 2Taw 26:16-21). Penglihatan Yesaya dikaitkan dengan kematian Raja Uzia, saat terjadinya kritis dari segi sosial-ekonomi-politis itu. Uzia mati, tetapi Allah ada di atas takhta-Nya yang menjulang tinggi meliputi surga sampai ke bumi. Uzia mati dalam kekerasan hatinya, tetapi firman Allah harus tetap dikumandangkan oleh hamba Allah. Dunia dipenuhi kekuatan-kekuatan yang memberontak terhadap Allah, tetapi sesungguhnya Allahlah yang sedang dipuji seluruh pasukan malaikat yang siap bergerak melaksanakan kehendak-Nya.
  2. Penglihatan Yesaya memberi pemahaman yang tepat tentang amanat dan panggilannya. Penglihatan ini menyatakan bahwa kemuliaan, keagungan, dan kekudusan Allah menuntut bahwa mereka yang melayani Dia juga harus kudus.
  3. Di hadapan seluruh kekudusan Allah, Yesaya langsung menyadari ketidaksempurnaan dan kenajisannya sendiri, khususnya dalam kaitan dengan tutur katanya (bd. Yak 3:1-6). Ia juga menyadari akibat melihat Allah berhadapan muka (bd. Kel 33:20) sehingga menjadi ketakutan. Allah kemudian membersihkan mulut dan hatinya (bd. Im 16:12; Yer 1:9) dan menjadikannya layak untuk tetap berada di hadapan-Nya selaku hamba.
  4. Semua orang yang menghampiri Allah harus diampuni dahulu dosa-dosanya dan hati mereka disucikan oleh Roh Kudus (bd. Ibr 10:19-22), karena hanya Allah dapat menyediakan kesucian yang dituntut-Nya
  5. Serafim adalah makhluk malaikat bertingkat tinggi; kata ini mungkin mengacu kepada makhluk-makhluk hidup yang dinyatakan juga di bagian yang lain dalam Alkitab (mis. Wahyu 4:6-9). Nama mereka (harfiah -- "makhluk yang menyala") mungkin menunjukkan kemurnian mereka sebagai yang melayani Allah di sekitar takhta-Nya; mereka mencerminkan kemuliaan Allah sedemikian rupa sehingga kelihatan seperti terbakar.
Penutup
Kita perlu menyadari siapa diri kita yang menerima panggilan mulia, agar kita dapat menjalankan tugas kita dengan benar. Hanya dengan mengenal kekudusan Allah, kita menyadari kenajisan dirinya. Hanya dengan dikuduskan oleh Allah, kita dilayakkan untuk melayani Dia. Dengan kesadaran bahwa kekudusan diri kita semata-mata anugerah, kita tidak menjadi sombong melainkan sepenuhnya bersandar pada kekuatan Allah untuk menyampaikan firman kepada umat-Nya.

Pada suatu hari sekelompok pemuda tengah mengadakan retret. Mereka berdiskusi tentang komitmen untuk melayani dalam memenuhi panggilan dan pengutusan Tuhan. Diakhir diskusi, sang pemimpin membacakan Yesaya 6:8 “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Ini sebagai tantangan kepada para pemuda agar siap menerima tugas. Ketika sang pemimpin hendak melanjutkan bacaan, tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara seorang Pemuda yang berteriak: “Ini aku, utuslah dia!” sambil menunjuk seorang teman di sampingnya. Suasana yang tadinya khidmat tiba-tiba berubah penuh gelak tawa. Apakah ini hanya sekedar bercanda ataukah memang ini adalah ekspresi dari kebanyakan orang ketika diperhadapkan pada panggilan dan pengutusan Tuhan.
Menjawab panggilan Tuhan untuk melakukan tugas pelayanan memang bukanlah sesuatu yang mudah.

Kisah Yesaya ini menunjukkan sesuatu yang mengejutkan berkenaan dengan hubungan kita dengan Tuhan. Kita tidaklah sempurna. Namun, kita berdiri dalam posisi yang bebas dan memiliki daya untuk menjawab “Ya” atau “Tidak” kepada panggilan dan pengutusan Tuhan.
Namun saat ini mari kita nyatakan bersama: “ini aku Tuhan, utuslah”.

Pdt. Iswan Ginting Manik, M.Div
GBKP Majelis Cililitan, Jakarta Timur.
Telp/HP. 021.8000136 / 081371855839


Catatan Sermon:
  1. Pusat konsentrasi dosa Yesaya pada bibirnya, pusat konsentrasis dosa kita ada dimana? Bisa jadi satu dengan yang lain berbeda, tapi itu tidak biasa di tolirir sebab sudah pasti itu menadi penghalang menjadi utusan Tuhan atau saksi Tuhan, atau itu yang membuat kita tidak menyambut panggilannya dengan sungguh-sungguh.
  2. Bagaimana dengan PI di GBKP? Apakah pengutusan untuk PI mnjadi perhatian besar, atau sebaliknya. Dalam jemaat seharusnya ada bagian-bagian pelayanan sebagai respons pengiakan panggilan Tuhan: Ini aku Tuhan utuslah.
  3. Penekanan semangat PI dengan mendoakan yang kita mau layani (3-10 Orang).


Artikel lain yang terkait:



0 komentar:

Post a Comment