Friday 30 October 2009

Asseb-Khotbah Roma 12:1-3, Minggu 1 Nopember 2009

Thema:
Kehidupanmu adalah persembahanmu/
Kegeluhendu eme persembahendu
Introitus:1 Korintus 6:19; Pembacaan : Josua 24:14-24;
Khotbah : Roma 12:1-3

Pendahuluan
Bagi orang percaya hidup bukanlah kebetulan. Kehidupan diberikan sang Maha Kuasa. Dan hal ini disaksikan dalam kitab Kejadian[1]. Berarti hidup adalah anugrah yang seharusnya disyukuri. Wujud syukur dapat sangat beragam, namun satu hal yang sama menjadikan hidup sesuai dengan kehendak Allah menciptakan masing-masing kita. Setiap orang juga tidak sama kemampuannya, potensinya atau talentanya. Mungkin seseorang diberi lima, yang lain dua, atau ada yang satu. Itu hak Allah. Dan kalau kita menyelami lebih dalam itu juga merupakan pengenalan Allah terhadap kita.[2] Ia memberikan sesuai dengan kesanggupan kita. Oleh karena itu yang penting di dalam menjalankan hidup sebagaimana yang dikemukakan Paulus dalam nas renungan kita mengambil hidup tersebut sebagai persembahan yang hidup yang berkenan kepada Allah. Kata kunci disini ialah bagaimana kita dengan setia menjadikan hidup kita secara totalitas sesuai dengan kehendak Allah - menjadi persembahan yang hidup.

Pendalaman Nas
Nats ini sangat populer. Banyak dijadikan nats khotbah, bahkan dihapal diluar kepala. Nats ini populer karena merupakan penjelasan atau aplikasi praktis tentang ibadah yang sejati. Menurut Paulus ibadah sejati bukan hanya secara formalitas datang beribadah /bersekutu di dalam gereja untuk menyatakan bakti dan syukur kita kepada Allah yang telah menyelamatkan kita. Ibadah yang sejati menurut Paulus mempersembahkan tubuh. Pernyataan Paulus ini pada zamannya merupakan pernyataan yang sangat berani karna sangat bertolak belakang dengan pemahaman orang Yunani. Bagi orang yunani, yang perlu dipersoalkan adalah roh, tubuh sesuatu yang dipandang rendah dan memalukan, bahkan dipahami sebagai penjara dari roh. Tetapi bagi orang kristen yang sejati tidak setuju dengan pendapat ini. Orang kristen percaya bahwa tubuh adalah milik Allah, sebagaimana juga jiwanya, ia dapat melayani Allah dengan pikirannya, rohnya, maupun tubuhnya. Paulus dalam 1 Korintus 3:16, bahkan mengatakan bahwa tubuh ikita adalah bait Roh Kudus dan alat yang dipakai oleh Roh Kudus[3].

Dengan pemahaman inilah Paulus mengatakan “ambillah tubuhmu, kerjakanlah semua tugas-tugas yang harus kamu kerjakan setiap hari” dan persembahkanlah semua itu sebagai korban yang hidup bagi Allah dan itulah ibadahmu yang sejati. Denga kata lain ibadah yang sejati bukanlah persembahan kepada Allah dalam bentuk liturgi bagaimanapun mulianya, dan bukan pula suatu upacara agama bagaimanapun megahnya. Ibadah sejati tidak lain dari pada mempersembahkan kehidupan sehari-hari kepadaNya, bukan sesuatu yang terbatas pada kegiatan di gereja saja.

Karena itu kalau selama ini kita berkata, “saya ke gereja untuk beribadah kepada Allah”, maka hendaknya sekarang kita juga seharusnya mengatakan, “saya akan ke kantor/ketempat kerja atau tinggal dirumah melakukan segala pekerjaan sebagai ibu rumah tangga untuk beribadah kepada Allah”. Dengan pemahaman ini sudah pasti akan membuat setiap orang percaya bekerja dengan penuh sukacita, rajin, patuh terhadap peraturan yang ada, setia dan tulus serta dapat dipercaya.

Hidup beribadah seperti ini, bukanlah suatu yang mudah sebab menuntut perubahan hidup secara radikal. Hidup serupa dengan dunia ini tidak akan pernah mampu melakukan ibadah yang sejati. Sebab hidup serupa dengan dunia ini sama dengan berpusat pada diri sendiri. Oleh karena itulah Paulus mengingatkan supaya jangan serupa dengan dunia ini. Bagaimana caranya? Dengan pembaharuan budi, dengan membiarkan kehidupan dikuasai Kristus atau Roh. Hanya dengan demikian kita dimampukan untuk menolak tidak lagi menjadikan diri sendiri menjadi pusat, tetapi Kristus. Apabila kristus menjadi pusat kehidupan kita, barulah kita dapat mempersembahkan ibadah yang sejati disetiap detik dan setiap perbuatan kita kepada Allah.

Pointer Aplikasi
1) Sebagamana telah disebutkan Allah telah memberikan karunia kepada setiap orang menurut keputrusan Allah/kehendak Allah. Dan itu tidak bisa diganggu gugat. Tidak semua orang mendapat karunia yang sama. Karena itu apa pun karunia yang dimiliki seharusnya disyukuri, dikembangkan, dioptimalkan sehingga karunia kehidupan yang diberikan kepada kita dapat kita persembahkan bagi kemuliaan Allah – bagi terwujudnya rencana Allah sesuai tujuan Allah menciptakan masing-masing kita. Karena itu sebagaimana disebutkan dalam ayat 3 satu hal penting yang harus kita miliki ialah menerima diri dan memakai karunia yang telah Allah berikan dengan optimal. Kita tidak boleh iri dengan karunia orang lain dan menyesal karena karunia-karunia lain yang belum atau tidak diberikan kepada kita.

2) Ingat kita membutuhkan pembaharuan budi dan itu hanya mungkin terjadi kalau kita bersedia dibaharui– dikuasai - dikendalikan oleh Roh Kudus. Tanda bahwa kita telah dibaharui, hidup kita tidak lagi berpusat pada diri sendiri, tetapi kehidupan yang berpusat pada Kristus. Implikasinya akan dapat mendengar suara Tuhan dan dapat membedakan manakah kehendak Allah (yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna). Oleh karena itu kita perlu menguji diri: serupakah kita dengan dunia ini? Sudahkah atau maukah kita berubah oleh pembaharuan budi kita? Ataukah ‘budi’ kita telah dikuasai si jahat?

3) Sebagai orang percaya, marilah kita mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, yang berkenan kepada Allah. Kita percaya, sesuai janji Allah, kita akan diberkati. Mazmur 37:3-4 menyebutkan, kalau kita percaya kepada Tuhan dan melakukan yang baik, Ia akan memberikan kepada kita apa yang kita inginkan[4].

Pondok Gede, 30 Oktober 2009

-------------------

[1] Kejadian 1:26-28, Kejadian 2:15-25
[2] Bayangkan, kalau anak kita tidak berbakat matematika namun ketika tamat SMU kita paksakan mengambil jurusan matematika di perguruan tinggi apa jadinya terhadap anak tersebut? Bisa ditambah contoh-contoh yang lain. Maksud saya dengan contoh ini memperlihatkan bagaimana Allah mengenal kita secara sempurna dengan memberikan kelebihan yang berbeda seorang dengan yang lain dengan maksud agar kita dapat mempertanggungjawabkan kehidupan yang diberikan dengan baik dengan predikat: “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu” (Matius 25:21-23).
[3] Bd.1 Korinti 6:19 (introitus).
[4] “keinginan hati” yang dimaksudkan tentunya yang sesuai dengan keinginan Tuhan. Dan keinginan Tuhan kepada kita sebagaimana yang disebutkan dalam Yeremia 29:11 ialah memberikan damai sejahtera, masadepan yang penuh harapan.



Artikel lain yang terkait:



0 komentar:

Post a Comment