Wednesday 9 December 2009

Asseb-Khotbah Lukas 13:23-30, Minggu 13 Desember 2009 (Advent ke III)

Thema:
Berjuanglah untuk keselamatanmu
(Erjuanglah kerna keselamatendu)
Introitus: 1 Petrus 2:10b; Pembacaan: 2 Tesalonika 2:13-17
Khotbah: Lukas 13:23-30
Pendahuluan
Salah satu hal yang berkesan dalam hidup ini, ketika saya berkeinginan untuk dapat meneruskan pendidikan masuk sekolah Pendeta. Saya ingat benar untuk dapat mendaftarkan diri mengikuti tes masuk sekolah pendeta tahun 1985 di kantor Moderamen-Kabanjahe saja sangat tidak mudah, karena harus memenuhi syarat yang ditetapkan. Mulai dari Tanda Lulus Belajar sederajat SMU dengan minimal nilai rata-rata 6,5, surat keterangan dokter berbadan sehat, surat keterangan berkelakuan baik dari Polisi, dsb. Saya masih ingat sampai sekarang ungkapan seorang polisi di Polsek Kecamatan Bahorok ketika saya berjuang mendapatkan surat ketarangan berkelakuan baik. Saya katakan berjuang karena tidak mudah. Surat tersebut baru saya peroleh setelah 3 hari. Pada hari ke tiga kembali saya ke kantor Polsek dan menanyakan prihal surat tersebut, petugas piket mengatakan bahwa Kapolsek tidak ada ditempat. Saya sangat kecewa karena pendaftaran hanya tinggal 2 hari lagi dan itu pun harus di Kabanjahe. Tetapi saya tidak putus asa, saya menunggu dengan perasaan was-was apakah surat tersebut saya peroleh hari itu. Pada waktu saya seorang diri berdiri dipintu gerbang kantor polsek tersebut, seorang polisi mendatangi saya. Ia menanyakan urusan apa saya datang. Setelah saya katakan untuk meminta SKBB sebagai persyaratan tes masuk sekolah pendeta, bukannya dia simpatik dan menolong saya padahal ia orang karo, merga Sitepu dan juga orang kristen, malahan perkatannya menambah kejengkelan saya yang sudah jengkel. Ia mengatakan dengan ringan tanpa beban, tanpa empati sama sekali “mesera ari jadi kalak mehuli” (susah ya menjadi orang baik), lau ia pergi begitu saja. Walaupun saya jengkel, perkataannya itu benar. Memang tidak mudah menjadi orang baik, dan lebih tidak mudah untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah (memperoleh keselamatan), karena ternyata harus melalui pintu yang sesak/sempit.

Pendalaman Nas
Perikop kita pada Minggu Advent ke III ini berbicara mengenai keselamatan. Semua orang pasti mengharapkan selamat, masuk sorga/masuk ke dalam Kerajaan Allah. Namun menurut pemahaman orang Yahudi, keselamatan yang diwujudkan dalam Kerajaan Mesias dimasa depan hanya diperuntukkan kepada mereka sebagai umat Allah[1], kecuali pendosa-pendosa berat dan bidat, sedangkan orang yang bukan Yahudi tidak selamat, atau tinggal di luar. Jadi maksud pertanayaan dalam ayat 23 ialah apakah Yesus menyangkal anggapan umum itu dan berpendapat bahwa hanya sedikit yang akan selamat atau tidak.

Dalam hal ini Yesus tidak mau memberi jawaban yang hanya memuaskan akal budi. Menurut Yesus yang penting bukan soal siapa dan berapa orang yang akan selamat, tetapi “usahakenlah dirimu selamat”. Apa yang dikemukakan Yesus dalam ayat 24 mau menegaskan bahwa seseorang selamat bukan karena dia umat pilihan atau tidak. Mereka yang akan selamat ialah mereka yang masuk melalui pintu yang digambarkan Yesus sebagai pintu yang sesak/sempit. Itu berarti sesuatu yang tidak mudah, sesuatu yang harus diperjuangkan dengan sungguh-sungguh dan intens. Hal ini tidak dimaksud bertentangan dengan ajaran keselamatan oleh karena anugrah. Kalau kita baca buku Dietrich Bonhoeffer[2] (Mengikut Yesus), disana disebutkan bahwa anugrah yang kita terima bukan anugrah yang murah tapi anugrah yang mahal. Artinya anugrah itu harus disikapi dengan sikap hidup yang bertobat, hidup kudus, hidup yang melakukan Firman Tuhan, hidup yang menyangkal diri, memikul salib, dan bukan hidup yang sebaliknya. Menurut saya inilah pintu yang sesak/sempit itu. Karena itu memang banyak orang yang berusaha untuk masuk, tetapi tidak dapat. Mengapa demikian? Meminjam istilah Bonhoeffer tidak lain karena memahami anugrah yang diterima sebagai anugrah yang murah.

Disamping pintu yang sesak, Yesus juga menggambarkan bahwa tidak selamanya pintu tersebut terbuka. Pada waktunya jika pintu tersebut telah dututup maka tidak ada lagi kesempatan bagi orang yang datang terlambat untuk masuk. Pada waktu itu tidak ada lagi artinya atau tidak ada lagi pengaruhnya bahwa kita pernah mengenal tuan rumah, bahwa kita pernah makan dan minum di hadapanya, atau pernah menjadi muridnya sekalipun. Pokoknya setiap orang yang tidak masuk pada waktu yang disediakan, akan tetap tinggal diluar dan dikategorikan sebagai orang yang melakukan kejahatan itu berarti akan mengalami kebinasaan. Pada waktu itu penyesalah tidak ada lagi gunanya. Apa artinya hal ini? Tidak lain suatu seruan agar memepergunakan waktu dan kesempatan yang masih diberikan oleh Tuhan untuk bertobat dan untuk berjuang masuk melalui pintu yang sesak/sempit, tetapi yang sungguh-sungguh terbuka itu.

Yesus juga mengemukakan bahwa di dalam Kerajaan Allah, ukuran yang dipakai tidaklah sama dengan dunia ini (ayat 30). Mereka yang menyangka orang yang pertama, seperti orang Yahudi akan menemukan dirinya menjadi yang terakhir, demikian juga sebaliknya. Ukuran pertama atau yang terakhir bukan ditentukan latarbelakang, tidak ditentukan berapa lama sudah menjadi orang kristen, juga tidak ditentukan jabatan di gereja atau seberapa banyak persembahan yang diberikan bagi gereja, tetapi pertobatan. Dalam 1 Petrus 2:10-11 disebutkan bahwa indikator sebagai orang yang mengenal Allah bukan menyombongkan diri, menganggap yang paling benar, yang paling tahu, dsb, tapi sebagai orang yang telah beroleh belas kasihan menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa (hidup bertobat).

Pointer Aplikasi
(1) Sebagai orang percaya kita juga disebut umat Allah, bangsa Tuhan[3]. Namun status ini bukan jaminan bahwa kita otomatis selamat, otomatis masuk ke dalam Kerajaan Allah[4]. Pintu yang sesak/sempit mengingatkan kita bahwa keselamatan itu juga harus diperjuangkan. Diperjuangkan bukan berarti bertentangan dengan ajaran bahwa “keselamatan hanya oleh karena anugrah”. Tetapi dalam konteks ini mengingatkan kita agar kita terus-menerus menampakkan hidup yang bertobat, hidup dalam kebenaran Firman Tuhan, hidup yang menyangkal diri, memikul salip dan setia mengikut Yesus. Dan itulah hidup yang telah menerima anugrah yang mahal. Dan itu bukanlah hal yang gampang, sehingga Yesus mengatakan banyak orang yang akan berusaha masuk tapi tidak akan dapat. Mudah-mudahan bukan kita salah satunya yang tidak dapat masuk tersebut.
(2) Kesempatan untuk sungguh-sungguh percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruslamat, tidaklah selalu ada. Sebagaimana disebutkan dalam perikop kita, pada waktunya tuan rumah bangkit dan menutup pintu. Dan pada waktu itu kesempatan untuk boleh masuk tidak ada lagi. Karena itu kesempatan yang masih diberikan yakni kita masih boleh hidup janganlah disia-siakan. Pergunakanlah kesempatan yang masih diberikan Tuhan. HUT menurut saya perlu dirayakan, paling tidak diingat sebagai suatu momentum untuk mengingatkan kita bahwa Tuhan masih memberikan kesempatan hidup agar kita hidup dalam pertobatan, hidup berdasarkan Firman Tuhan.
Pondok Gede, 9 Desember 2009
Pdt.S.Brahmana
----------------------------------
[1] Yesaya 60:21
[2] Dietrich Bohhoeffer, Mengikut Yesus. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988, hal. 1,2
[3] Bd. 1 Petrus 2:9
[4] Bd.Matius 7:21-23


Artikel lain yang terkait:



1 komentar:

Puji Antoro said...

selamat sore,lagi jalan jalan nih..
wah asyik ya lagunya :D

Post a Comment