Saturday 16 June 2012

Khotbah Ayub 38:1-11, Minggu 24 Juni 2012 (Minggu III Setelah Trinitas)

Introitus :
Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus (Efesus 3:18).
Pembacaan : Markus 4:35-41; Khotbah : Ayub 38:1-11
Tema :
Kuasa Dibata La Tersipati (Terjemahan harafiah: Kuasa Allah Tak Terukur).
Usul Tema : Tak Terukur Kuasa-Nya, Tak Terselami Jalan-Nya, Tak Terselidiki Keputusan-Nya, Tak Terduga Hikmat-Nya.

Pendahuluan :
(1) Ada sekelompok kitab Perjanjian Lama yang disebut Kitab-Kitab Kebijaksanaan, seperti: Kitab Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah, Kidung Agung.
(2) Sesuai dengan sebutannya, kitab-kitab diatas memuat kebijaksanaan hidup, baik sebagai manusia biasa, maupun sebagai orang beriman, dan biasanya dipakai untuk menasihati orang-orang muda atau orang-orang yang kurang terpelajar.
(3) Tampaknya Kitab-Kitab Kebijaksanaan itu berasal dari nasihat-nasihat lisan yang disampaikan secara turun-temurun selama berabad-abad, baru kemudian ditulis secara bertahap sejak masa pemerintahan Raja Daud dan Raja Salomo (abad 11-10 SM).
(4) Kitab Ayub diletakkan di depan kitab-kitab Kebijaksanaan yang lain, diperkirakan ditulis pada abad ke-5 SM, sekitar satu abad setelah orang-orang Yahudi kembali dari tempat pembuangan.
(5) Kitab Ayub menuturkan suatu masalah yang sangat pelik. Dari pihak Ayub ditampilkan bahwa Ayub sungguh-sungguh mengasihi Allah. Dalam segala hal, Ayub pertama-tama mengindahkan kehendak Allah. Dari pihak-Nya, Allah memberkati Ayub dengan hal-hal yang positif dan baik. Seandainya tuturan Kitab Ayub sampai disini saja, tidak ada masalah yang pelik.
(6) Tetapi masalah muncul ketika suatu hari, Ayub yang sungguh-sungguh mengasihi Allah itu, yang dalam segala hal mengindahkan kehendak Allah, tiba-tiba ditimpa malapetaka yang sangat berat dan mengerikan.
(7) Dalam malapetaka itu Ayub melihat perbuatan tangan Allah. Sekalipun terpukul oleh karena kenyataan itu, akhir keyakinannya bahwa Allah terlibat dalam peristiwa itu memberinya ketenangan dan pegangan. Ayub bahkan memuji Allah.
(8) Jadi isi pokok mengenai Ayub yang sabar dan tabah dalam penderitaan. Tujuan penulisan ialah mengajak para pembaca berpikir tentang penyebab dari penderitaan. Ajakan berpikir itu disampaikan karena adanya tradisi Yahudi yang terlalu sederhana dalam menjelaskan asal usul penderitaan, yakni bahwa setiap penderitaan merupakan akibat dosa. Pada dasarnya, Ayub membantah pendapat teman-temannya bahwa semua penderitaan selalu disebabkan karena dosa. Ayub yakin benar bahwa penderitaan yang ditanggungnya bukanlah akibat dari dosanya, karena tidak seimbang dengan kedosaannya.
(9) Mungkin tidak memuaskan, tetapi penderitaan Ayub dari perbuatan setan, yang diizinkan oleh Allah sendiri, untuk menguji kesabaran dan ketabahan hati Ayub. Artinya ada penderitaan yang tidak disebabkan oleh dosa.
(10) Tahun 2012 bagi GBKP adalah Tahun Peningkatan Solidaritas Internal GBKP. Mungkin dalam perjalanan Gereja yang didalamnya ada warga jemaat dan “serayan” merasakan tiba-tiba ada salib yang begitu berat atas diri mereka? Mengapa bencana yang begitu kejam dan mengerikan menimpa orang-orang, padahal sebenarnya oleh kesalehan mereka, mereka patut mengharapkan yang positif dan yang baik saja dari Allah?. Dari introitus mengingatkan peningkatan solidaritas bukan model sahabat-sahabat Ayub yang seharusnya menopang dan menghibur Ayub, tetapi teguran sehingga Ayub sangat kecewa. Sejak terjadinya bencana itu tidak seorangpun solider bahkan istri Ayub sendiri tidak mengucapkan kata-kata penghiburan, melainkan desakan untuk mengutuki Allah. Dengan demikian Ayub terkucil sendirian dan kebingungan tak berdaya. Aku berdoa..., demikian introitus kita.
(11) Dalam pembacaan Mrk.4:35-41 mengisahkan murid-murid bersama Yesus yang sedang dilanda badai, saat mereka dalam perahu untuk pergi keseberang danau. Walaupun bersama Yesus badai tetap ada, namun bersama Yesus yang penuh kuasa, maka badai pasti berlalu.
(12) GBKP Klasis Jakarta Bandung, baru saja melaksanakan bulan perkunjungan Mei 2012, bentuk konkrit solidaritas internal serayan mengunjungi jemaat secara serentak. Apa kata-kata yang telah terucap? Penghiburankah atau menambah kebingungan dalam ketidak berdayaannya?
Mari kita perbaiki dan tingkatkan lagi mutu perkunjungan kita!

Pendalaman teks:
(1) Perikop kita merupakan jawaban Tuhan atas reaksi Ayub prihal masalah pelik seputar penderitaan yang luar biasa yang telah dialami Ayub. Kalau dalam Ayb.31 sekali lagi Ayub mengaku tidak bersalah, bahkan pada Ayb.31:6 Ayub mengklaim tidak bersalah
(2) Ayub yang merasa Allah bertindak tidak adil, mau memperkarakan dan optimis menang dan ketidakadilan dan kekeliruan Allah akan terbukti. “Setiap langkahku akan kuberitahukan kepada-Nya, selaku pemuka aku akan menghadapi Dia,” katanya (Ayb 31:37).
(3) Namun, saat niat protes mau disampaikan kepada Allah, justru Allah terlebih dahulu melontarkan tuduhan-tuduhan tajam kepada Ayub. Ayub dikecam karena telah menggelapkan keputusan Tuhan dengan perkataan-perkataan yang tidak berpengetahuan (Ayb.38:1). Karena itu Ayub diminta bersiap-siap sebagai laki-laki karena Allah akan menanyainya (Ayb.38:3).
(4) Dari dalam badai (Badai disini adalah salah satu cara yang biasa dipakai untuk menggambarkan bagaimana Allah menampakkan diri-Nya, band.Mzm.18:7-15, 50:3; Yeh.1:4; Za.9:14) pertanyaan-pertanyaan Allah bagaikan peluru menghujani Ayub. Ia tidak menjawab secara langsung protes dan kecaman Ayub yang tidak berpengetahuan itu. Namun, setiap pertanyaan yang diajukan Allah membuat Ayub menyadari betapa sungguh tidak mampu menyelami kemahadalaman pikiran Allah; betapa Ayub bukan apa-apa dibandingkan kebesaran dan kemahakuasaan Allah. Ayub, dimanakah engkau ketika Aku menciptakan bumi? Ceritakanlah kalau engkau mempunyai pengertian! Apakah engkau mengerti luasnya bumi? Siapakah yang membendung laut? Dari dalam kandungan siapakah keluar air beku yang membatu? Siapakah yang menyebabkan lahirnya titik air embun? Allah juga mengajukan serentetan pertanyaan tentang banyak hal. Demikianlah Allah mengecam Ayub. Dalam Ayb.39:37 Ayub merendahkan diri dihadapan Tuhan, katanya “Sesungguhnya aku ini terlalu hina; jawab apakah yang dapat kuberikan kepada-Mu? Mulutku kututup dengan tangan. Satu kali aku berbicara, tetapi tidak akan kuulangi; bahkan dua kali, tetapi tidak akan kulanjutkan”. Setiap pertanyaan Allah membuat Ayub semakin kerdil. Tapi apakah kaitannya dengan persoalan Ayub? Secara langsung tidak ada karena pertanyaaan-pertanyaan Ayub seputar penderitaan yang dialaminya itu belum terjawab. Tapi minimal Allah ingin agar Ayub menyadari 2 (dua) hal, sbb:
  1. Betapa besar dan tak terukur kuasa-Nya.
  2. Betapa dalam dan tak terduga hikmat-Nya.
(5) Jawaban Ayub yang terakhir, “Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu” Ayb.42:6. Dengan ini Ayub mencabut semua dakwaannya terhadap Allah.

Penutup
(1) Perjalanan hidup penuh dengan badai, seperti dialami murid-murid Yesus dalam pembacaan kita. Namun adakah hidup yang lebih menggenaskan selain hidup Ayub? Adakah peristiwa yang lebih menyedihkan hati selain peristiwa yang dialami oleh Ayub? Apakah ada orang yang lebih malang dari Ayub? Tetapi justru melalui kemalangannya itu, Ayub menemukan sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya. Yaitu bahwa Ayub mengalami Allah secara pribadi. Pada akhir pergumulannya, Ayub, berkata: “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau”.

2. Kerap kali kita mendengar orang berkata: Hidup ini hanya sekali, nikmatilah sepuas-puasnya!. Tidak salah, memang hidup hanya sekali. Tapi justru karena hanya sekali, kita harus mempergunakannya sebaik-baiknya bukan semau-maunya, sebenar-benarnya bukan sepuas-puasnya. Hidup ini adalah titipan yang pada saatnya nanti harus kita pertanggungjawabkan kepada yang menitipkannya yaitu Tuhan. Tindakan hidup semaunya atau seenaknya membuat hidup ini tidak bermakna. Menikmati hidup yang benar ketika kita bisa bertindak dan melakukan segala sesuatu dengan baik dan benar dalam terang iman kepada Tuhan Pemilik hidup. Bagi orang yang sudah berupaya hidup benar dan bertanggungjawab, maka Allah sudah menyediakan yang terbaik bahkan kemuliaan abadi. Badai pasti berlalu dan berkat Tuhan akan melimpah bagi mereka yang bergantung kepada Dia Yang Tak Terukur Kuasa-Nya, Tak Terselami Jalan-Nya, Tak Terselidiki Keputusan-Nya, Tak Terduga Hikmat-Nya. (EP)


Artikel lain yang terkait:



0 komentar:

Post a Comment