Monday 8 April 2013

Khotbah Imamat 25:8-17, Minggu 21 April 2013

Introitus : 
Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu (Filipi 4:8).

Bacaan : Mazmur 66:1-7; Khotbah : Imamat 25:8-17

Thema : Kita Dibebaskan Untuk Membebaskan

Jemaat yang dikasihi Tuhan!
Dalam minggu gerejawi, hari ini disebut Minggu Jubilate (Bahasa Latin Jubilate artinya Bersorak-sorailah) seperti Mazmur 66:1 “Bersorak-sorailah bagi Allah, hai seluruh bumi”. Mengapa bersorak-sorai? Karena Allah telah menolong Israel. Dalam ayat 6 Ia mengubah laut menjadi tanah kering, dan orang-orang itu berjalan kaki menyeberangi sungai. Oleh sebab itu kita bersukacita karena Dia. Hal ini menunjuk kepada peristiwa ketika orang Israel menyeberangi Laut Teberau yang kering sesudah mereka meninggalkan Mesir. Karya Allah yang luar biasa dalam perjalanan bangsa Israel.

Jemaat yang dikasihi Tuhan!
Kitab Imamat yang menjadi perenungan kita dalam Minggu Jubilate ini adalah kitab ketiga dari Taurat Musa. Disebut Imamat sebab hampir seluruh kitab ini memuat hal-hal yang berhubungan dengan tugas-tugas para imam. Dan khusus pasal 25:8-17 berkaitan seputar Tahun Yobel. Perayaan setiap tujuh tahun, dan terutama setiap 50 tahun, setelah 7 x 7 tahun. Budak-budak Yahudi harus dibebaskan dan tanah-tanah yang tergadai dikembalikan. Selama tahun tersebut, tanah dikembalikan kepada pemilik semula (25:11, 13). Ini dilakukan supaya tiap suku Israel bisa mempertahankan tanah yang diberikan kepada mereka ketika pertama sekali memasuki Tanah Kanaan (Bil.34:1-29). Selama tahun itu juga, utang harus dihapuskan dan tiap tanaman yang tumbuh sendiri dibiarkan untuk orang miskin (Ul.15:1-11). Hal ini merupakan gagasan ideal ketimbang praktek aktual, meskipun paling tidak, hal tersebut mencegah meluasnya perdagangan budak. Kata yobel berasal dari bahasa Ibrani yang berarti terompet. Nama Tahun Yobel itu diambil dari kebiasaan mengumumkan pembukaan tahun itu dengan membunyikan sangkakala yang disebut “yobel”. Tahun Yobel disinggung dalam Yes.61:1-2 yaitu menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tertawan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan.

Jemaat yang dikasihi Tuhan!
Berbicara Tahun Yobel tentu berbicara tentang keseimbangan dan keadilan ditengah-tengah masyarakat. Sebuah upaya untuk memanusiakan manusia. Dan kalau kita lihat kondisi di negara kita Indonesia, keseimbangan tersebut semakin terkikis. Yang kaya bertambah kaya, yang miskin bertambah melarat. Ibarat kue yang tersedia 100 % dimakan oleh orang yang 15 %, sehingga orang yang 85 % tidak mendapat bagian lagi. Terjadi jurang pemisah yang semakin melebar dan mendalam. Tidak heran kalau sudah mempengaruhi kestabilan keamanan. Disana sini terjadi penodongan, perampokan, pembunuhan. Kalau dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan “mengantar rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”, bahkan Pasal 33 “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”, ternyata hanya untuk segelintir komunitas tertentu saja. Masing-masing cenderung berusaha menyelamatkan dirinya. Bahkan lebih parah lagi berusaha menyerobot hak dan bagian orang lain. Kepandaian cendrung dipergunakan untuk menjual dan memperbudak orang lain.


Jemaat yang dikasihi Tuhan!
Kita sungguh bersyukur bahwa pada peringatan 123 tahun Berita Simeriah atau Kabar Baik, Kabar Keselamatan kepada orang Karo, tepatnya 18 April 1890 yl, sekali gus HUT-KAKR GBKP ke-123 kita diingatkan akan tema “Dibebaskan Untuk Membebaskan”. Ada beberapa pembelajaran:
Pertama: Orang Belanda atau Nederlands Zendelings Genootschap (NZG) adalah komunitas asing. Mereka mau dipakai Tuhan datang dari tempat yang jauh untuk membebaskan orang Karo dari berbagai keterbelakangan dan memperlengkapinya menjadi warga jemaat yang dewasa. Peristiwa 123 tahun yang lalu mengingatkan kita di tahun 2013 ini sebagai Tahun Peningkatan Solidaritas Eksternal (Oikoumene Gereja dan Masyarakat) agar kita yang telah dipedulikan dapat meningkatkan kepedulian kita terhadap komunitas yang mungkin asing bagi kita.

Kedua: Berbicara tentang bagaimana gereja dan bangsa kita dimasa depan, sangat tergantung bagaimana kita peduli dan memperlengkapi Kebaktian Anak Kebaktian Remaja (KAKR) saat ini. Komunitas ini adalah harapan gereja, pemimpin masa depan gereja dan bangsa kita. Sehubungan HUT KAKR ke-123, kita merenung ulang sejauh mana sudah perhatian kita kepada guru-guru KAKR, peralatan belajar mengajar KAKR, ruangan KAKR, Orientasi Pelayan Anak dan Orangtua (OPAR), Pesta Iman Anak dan Remaja (PIARA), Christival KAKR, dlsb. Sehingga kita dapat memetik SDM yang berkualitas untuk memimpin gereja dan bangsa kita dimasa depan.

Ketiga: Dalam minggu Jubilate ini, bacaan dari Mazmur 66 mengajak untuk bersorak-sorai. Bagaimana kita bisa kembali bersorak-sorai? Kalau zaman penjajahan dulu, musuh bangsa kita sangat jelas. Tapi kini musuh kita adalah saudara kita sendiri. Musuh kita adalah prilaku kotor dan biadab terhadap rakyatnya sendiri. Para koruptor menyebar seperti rayap yang akan menghancurkan bangunan dari dalam. Menguras yang bukan bagiannya. Sebagai gereja harus menjaga negara dalam kondisi apapun, minimal anggota jemaat dan keluarga sebagai penyelenggara negara untuk tidak mengambil yang bukan menjadi bagiannya.
Seperti introitus Filipi 4:8 “...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu”.

Lebih dari itu, kita diajak untuk bertolong-tolongan menanggung beban. (Gal.6:2)
Keempat: Kalau di “dunia” ini masih ada keluh kesah? Mungkin kebaikan Allah kepada kita, belum kita “tularkan” kepada orang lain, baik di-internal terdekat kita, terlebih di-eksternal kita. Biarlah kehadiran kita bermakna bagi sesama kita. (EP)


Artikel lain yang terkait:



0 komentar:

Post a Comment