Sunday 29 September 2013

Renungan / Khotbah Matius 25:34-40, Minggu 29 September 2013

Introitus : 
Ikutkenlah pedah-pedah e dingen jagalah gelah tetap bersih dingen la ceda, seh ku warina Tuhanta Jesus Kristus reh peduakaliken (I Timotius 6 : 14)

Bacaan : I Timotius 6 : 11 - 19; Khotbah : Matius 25 : 34 - 40

Thema : Tetap nggeluh Badia (“Tetap hidup Kudus”)

Cicero (seorang pemikir Romawi kuno dalam tulisannya “Tusculan Questions” mengutip perkataan Socrates: Dua jalan terbentang di hadapan mereka yang meninggalkan tubuh jasmani. Mereka yang telah mencemari diri dengan kejahatan manusia, dan menyerahkan diri pada hawa nafsu mereka, mengambil jalan yang membawa mereka jauh dari perhimpunan dan tempat para dewa. Tetapi, mereka yang jujur dan suci, orang-orang yang tidak dicemari oleh kedagingan, dan sementara tinggal di dalam tubuh ini telah meneladani para dewa, orang-orang ini dengan mudahnya akan menemukan jalan untuk kembali pada keadaan yang mulia, tempat asal mereka.

Tulisan ini juga mengingatkan kita syair lagu :
“Didunia ini ada Dua jalan, lebar dan sempit mana kau pilih….”dst
Saudara yang dikasihi Tuhan Yesus, pemisahan dinyatakan Yesus saat penghakiman terakhir, Kelompok yang tidak peduli atas keadaan sesama, Kelompok yang mencemari diri dengan kejahatan manusia disebut Kelompok Kambing dan kelompok yang kedua, kelompok yang peduli atas keadaan sesama, kelompok yang tidak mencemari diri dengan kejahatan dunia=kelompok yang tetap hidup kudus disebut Kelompok Domba.

Yang menjadi pertanyaan ? Kelompok/Jalan manakah yang kita pilih???
Dalam kehidupan sehari-hari kita bias menyaksikan bahwa orang-orang saleh itu sama seperti domba: tidak berdosa, lemah lembut, sabar, dan berguna. Sedangkan Orang-orang jahat sama seperti kambing, jenis binatang yang lebih rendah, buruk, dan susah diatur.

Domba dan kambing makan rumput bersama-sama sepanjang hari di padang rumput yang sama, tetapi pada malam hari dikandangkan di celah gunung yang berbeda. Demikian juga orang saleh dan orang jahat bersama-sama hidup didalam dunia ini, namun ada saat pemisahan ditempat yang sangat berbeda.
(Ibas kita ngendeken KEE No: 86 : “Tuhan Yesus sipermakan, aku biri-biriNa”, kuga adi siganti kata biri-biri jadi kambing. Tentu keberaten kita padahal Bri-biri ras Kambing radu-radu asuh-asuhen nge e)

Saudara-saudara tidak dikatakan bahwa Ia akan menempatkan orang-orang kaya di sebelah kanan-Nya, dan orang-orang miskin di sebelah kiri-Nya; orang-orang terpelajar dan orang-orang bangsawan di sebelah kanan-Nya dan orang-orang yang tidak terpelajar dan rakyat jelata di sebelah kiri-Nya. Semua bentuk pemisahan lain, baik besar maupun kecil akan ditiadakan, namun pemisahan antara orang Saleh/kudus dan orang jahat/berdosa, antara orang yang dikuduskan dan tidak dikuduskan, akan tinggal tetap kekal sampai selama-lamanya. Antara SURGA atau NERAKA.

Pemisahan tersebut bukan berdasarkan “siapa kita” tapi “apa yang kita lakukan”.
Apakah yang bisa kita lakukan agar kita ditempatkan disebelah kanan : saat kita melakukan segala sesuatu untuk Tuhan, saat kita peduli kepada orang yang menderita, dan saat kita memberi kepada orang yang membutuhkan, saat itulah kita paling mirip dengan Tuhan Yesus.

Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita untuk memperhatikan orang-orang yang membutuhkan pertolongan (25:34-40). Tuhan Yesus menghendaki agar kita menjadi alat untuk menyampaikan kasih-Nya kepada orang-orang yang menderita, lapar, haus, tidak memiliki teman, tidak memiliki pakaian; sakit, atau dalam penjara.

Kita tidak mungkin bisa menolong semua orang, tetapi kita bisa berbuat sesuatu kepada orang-orang di sekitar kita, orang yang teriakannya dapat kita dengar dan pergumulannya dapat kita rasakan.

Sebuah Kisah perbuatan yang sederhana terjadi sebelum perang dunia kedua berakhir. Suatu pagi, seorang serdadu Amerika sedang menuju ke baraknya di kota London. Saat mengendarai mobilnya, ia melihat seorang anak kecil menempelkan hidungnya ke jendela kaca sebuah toko roti. Serdadu itu menghentikan mobilnya dan mendekati anak itu. Dia melihat anak itu memandangi pelayan yang menempatkan kue dan roti di rak pajangan. Anak itu memperhatikan sampai mengeluarkan air liur. Melihat hal itu, serdadu itu masuk ke dalam toko, membeli beberapa roti dan kue, kemudian memberikan satu kantong kue dan roti kepada anak itu. Saat dia hendak meninggalkan anak itu, anak itu menarik bajunya dan bertanya, "Tuan, apakah engkau Tuhan Yesus?"

Saudara yang terkasih dilain sisi kita harus sadari bahwa perbuatan baik dengan memberi makan, minum, pakaian dsbnya, yang dimaksudkan dalam Nats bukan berarti bahwa orang yang akan ditempatkan di sebelah kanan-Nya selama hidup pernah memberi makan orang yang lapar atau memberikan pakaian kepada mereka yang telanjang karena kurang mampu. Atau dengan kata lain :orang yang suka member amal/sedekah walaupun didasari kepura-puraan, Yang dimaksud di sini hanyalah suatu contoh ketaatan tulus saja, yang pada intinya mengajarkan kita bahwa iman yang didasarkan pada kasih itulah yang diutamakan dalam iman Kristen. Tunjukkanlah imanmu dari perbuatan-perbuatanmu. Tidak ada yang akan membuat pertanggungjawaban yang baik nanti menjadi berlimpah selain buah-buah kebenaran dalam perilaku yang baik pada masa kini.

Saudara selanjutnya kita melihat perbedaan sikap yang sangat menyolok antara “Domba” dan “Kambing” perbedaan itu terlihat hingga keputusan sudah diambil:
Domba atau orang kudus :”Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan? Ia menyadari bahwa pelayanan yang begitu sederhana dan tidak berarti yang telah mereka lakukan ternyata memperoleh pujian demikian tinggi dan diberi ganjaran begitu berlimpah-limpah.
Berlawanan dengan sikap orang jahat "Bilamanakah kami melihat Engkau lapar? Pertanyaan ini merupakan protes, tidak menerima keputusan, ingin membenarkan diri dan merasa benar.

Sangat tragis sekali karena yang dituduhkan adalah hanya lalai melakukan pekerjaan kasih bagi orang-orang miskin. Mereka bukan dihukum karena mengabaikan pengorbanan dan korban bakaran mereka (mereka sangat giat dan berlimpah dalam kegiatan ini [Mzm. 50:8]), tetapi karena mengabaikan yang terpenting dalam hukum Taurat, yaitu: keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan.

Kita perhatikanlah, Ia tidak berkata, "Aku sakit, tetapi kamu tidak menyembuhkan Aku; Aku berada di dalam penjara, tetapi kamu tidak membebaskan Aku" (mungkin hal itu tidak sanggup mereka lakukan); tetapi Ia berkata, "Kamu tidak melawat Aku, sesuatu yang seharusnya mampu kaulakukan." Perhatikanlah, pada hari yang mulia itu, orang-orang berdosa akan dihukum karena mengabaikan kebaikan yang sebenarnya mampu mereka lakukan.

Tetaplah hidup kudus, kejarlah keadilan, Ibadah, Kesetian, Kasih, Kesabaran dan Kelemahlembutan (Bd.Bacaan).

Pdt.Iswan Ginting Manik,M.Div/GBKP CILILITAN


Artikel lain yang terkait:



0 komentar:

Post a Comment