Tuesday 18 August 2020

Khotbah - Renungan Kebaktian Minggu Tgl. 16 Agustus 2020, Kejadian 45:1-15

KHOTBAH MINGGU 16 AGUSTUS 2020

DI GEREJA TORAJA – TIBAN

 

Nats Khotbah: Kejadian 45:1-15

Thema: Pemeliharaan Yang Mendamaikan

 

Benar sekali Firman ini: rangcanganKu bukan rancanganmu…. (Yesaya 55:8). Saya ingat satu cerita tentang sisi pandang manusia yang terbatas. Cerita ini mungkin kita sudah pernah mendengarnya akan tetapi sehubungan ntas khotbah kita Kejadian 45:1-5 kemali saya ceritakan. Ada seorang tua yang tinggal di desa kecil. Meskipun ia miskin, namun semua orang cemburu kepadanya karena ia memiliki seekor kuda putih yang sangat bagus. Banyak yang mau membeli kuda ini, bahkan raja pun menginginkannya. Namun harga yang tinggi tidak membuat orang tua tersebut menjual kudanya sebab katanya “dapatkah saya menjual sahabat saya, kuda ini sudah seperti sahabat baga saya”.

Suatu hari ia menemukan kuda itu tidak ada lagi dikandangnya. Seluruh orang desa datang menemuinya. Mengejeknya dan mengatakannya bodoh karena sebelumnya tidak mau menjual kudanya. “Sekarang kuda itu hilang dan anda dikutuk oleh kemalangan, kata mereka”. Tetapi orang tua itu menjawab, “jangan membuat kesimpulan terlalu cepat. Katakan saja bahwa kuda itu tidak berada di kandangnya. Itu saja yang kita tahu, selebihnya adalah penilaian”.

Sesudah 15 hari,  kuda itu kembali. Ia tidak dicuri, ia pergi kehutan. Dan ia membawa sekitar selusin kuda liar bersamanya. Melihat itu orang desa mengatakan: “orang tua, kamu benar dan kami salah. Yang kami anggap kutukan sebenarnya berkat. Maafkan kami”. Jawab orang tua itu, “kembali kalian dengan cepat memberi kesimpulan. Bagaimana kalian tahu bahwa ini adalah berkat? Tidak ada yang tahu. Yang pasti saya sudah puas dengan apa yang saya tahu”.

Orang tua itu mempunyai  seorang anak laki-laki. Anak itu mulai menjinakkan kuda-kuda liar itu. Namun kecelakaan terjadi, ia terjatuh dari salah satu  kuda dan kakinya patah. Orang desa kembali berdatangan dan mengatakan “kamu benar orang tua, kata mereka. Kamu sudah membuktikan dengan kejadian terhadap anakmu. Selusin kuda itu bukan berkat”. Orang tua itu kembali menanggapi, “ya kalin kembali terlalu cepat membuat penilaian dan menghakimi. Jangan keterlaluan. Katakan saja bahwa anak saya patah kaki. Sekarang hanya itu yang kita tahu. Selebihnya kita tidak tahu, kita hanya meraba-raba”.

Dua minggu kemudian terjadi kegemparan karena negeri tersebut berperang melawan Negeri tetangga, dan semua anak laki-laki di wajibkan ikut berperang, hanya anak si orang tua yang tidak ikut karena sedang terluka. Sekali lagi orang desa berkumpul sekitar orang tua itu sambil menangis dan berteriak karena anak-anak mereka dipanggil untuk bertempur dan sedikit sekali peluang mereka dapat kembali hidup. Mereka mengatakan, “kamu benar orang tua”, mereka menangis. “Tuhan tahu kamu benar”. Orang tua itu dengan kesal menanggapi, “susah memberikan pengertian kepada kalian. Kalian selalu tergesa-gesa menarik kesimpulan”. Tidak ada yang tahu bagaimana kedepan. Katakan hanya ini: anak-anak kalian harus pergi berperang, dan anak saya tidak. Tidak ada yang tahu apakah itu berkat atau sebaliknya kutukan”.

Dari cerita ini mau menyampaikan pesan agar siapapun kita janganlah kiranya cepat-cepat mengambil kesimpulan akan apa yang kita alami atau orang alami dalam hidup ini. Seperti keadaan kita saat ini. Apakah pandemic covid 19 ini kutukan atau berkat? Kita belum tahu, akan tetapi yang kita tahu adalah saat ini kita diperhadapkan persoalan yang membawa dampak sangat meluas, baik secara phisikis (ketakutan, kekuatiran, kesepian, dll) juga dampak ekonomi. Biasanya dalam kedaan menderita atau sesuatu terjadi tidak seperti yang kita harapkan akan meperlihatkan siapa kita sesungguhnya dari perspekti iman. Benarkah dalam keadaan susah tersebut kita masih tetap komitmen hidup dalam iman, berarti juga tetap berpikir positif?


Yusuf yang banyak mengalami penderitaan, baik phiskis maupun pisik terlebih yang diakibatkan dari orang yang seharusnya menjaganya dan mengasihinya, yakni audara-saudaranya sendiri yang dirasuki roh iri, benci kepada Yusuf. Keluarga yang seharusnya dilandasi kasih dan hidup rukun akan tetapi keluarga Yakub sebaliknya, istrinya saling bersaing untuk memperolah anak yang banyak, anak-anaknya juga tumbuh rasa iri dan benci kepada Yusuf karena diperlakukan lebih istimewa. Sehingga Yusuf merupakan korban dari keluarga yang tidak rukun, ia mau dibunuh, akan tetapi akhirnya dijual sebagai budak, dan di Mesir kembali ia menderita dipenjara akibat fitnahan istri potifar yang gagal memenuhi hasratnya. Akan tetapi cerita ini semakin menarik, dimana akhirnya status seorang budak dan juga sekaligus sebagai narapidana bisa beralih status menjadi orang nomor 2 setelah Firaun, raja di Mesir. Di tangan Yusuf ada kuasa yang sangat besar, karena dia menjadi orang penting bukan saja dimata masyarakat banyak akan tetapi juga dimata raja Firaun oleh karena hikmat dan kebijaksanaan Yusuf dapat melepaskan bangsa Mesir dari penderitaan kelaparan akibat 7 tahun masa bermelimpahan dan 7 tahun masa kelaparan. Akan tetapi yang lebih seru lagi adalah bagaimana Yusuf sang penguasa Mesir tersebut akhirnya memperkenalkan dirinya kepada saudara-saudaranya yang dahulu menjualnya kepada orang Ismail. Baimana sikap saudara-saudaranya setelah mengetahui bahwa sang penguasa itu adalah saudaranya yang pernah dijual? Sama seperti cerita di awal khotbah ini, saudara Yusup menganggap berita ini adalah berita malapetaka bagi mereka, kesimpulan mereka, walaupun Yusuf sudah mengatakan hal yang baik, mengatakan penghiburan atau kata-kata yang membawa kesejukan atau perdamaian akan tetapi mereka merasa pasti Yusuf akan balas dendam atas perbuatan mereka. Apakah benar demikian? Ternyata tidak. Rupanya orang yang dekat dengan Tuhan seperti Yusuf, dapat melihat rancangan Tuhan untuk kebaikan dibalik semua derita yang dialami. Rupaya orang-orang yang sungguh menempuh jalan Tuhan-lah yang akan dapat bersikap seperti Yusuf, yakni rela melupakan masa lalu dan mengajak saudaranya memandang rancangan Allah dalam semua yang mereka telah alami untuk satu tujuan yaitu menikmati hidup yang terpelihara dalam kerukunan, keakraban, dan dalam kasih sayang. Marilah kita menjadi berkat bagi semua orang, baik melalui perkataan, perbuatan bahkan hidup kita. Amin. 

Tiban, 16 Agustus 2020
Pdt. Sabar S. Brahmana


Artikel lain yang terkait:



0 komentar:

Post a Comment