Monday 6 June 2011

Studi Banding Pendeta GBKP Klasis Jakarta-Bandung ke GMIM, 26-31 Mei 2011 telah terlaksana dengan baik

Setelah tiba di Bandara Sam Ratulangi Manado pada tanggal 26, peserta studi banding dijemput langsung oleh Jemaat Imanuel Talawaan, Wilayah Mapanget II yang ditunjuk Synode GMIM sebagai tempat bersetudi Banding. Sambutan yang ramah oleh ketua Jemaat, Pdt.Jenny Rompas-Manopo,S.Th dan Sekretaris Jemaat Penatua Jan Kalesaran serta pengurus wilayah juga beberapa penatua, Syamas seksi-seksi dan hidangan makan siang yang telah disiapkan dengan menu yang bermacam-macam membuat rasa lelah akibat penerbangan 4 jam dari Jakarta ke Manado via Lion Air seketika sirna. Setelah makan siang, oleh Pdt.Yenni memperkenalkan pengurus gereja yang hadir, demikian juga Pdt.S.Brahmana sebagai ketua rombongan memperkenalkan peserta studi banding yang berjumlah 22 orang, yang terdiri dari 18 orang pendeta, 2 pertua dan 2 diaken.
Selama di jemaat ini, peserta studi banding dibagi ke kolom-kolom dan tinggal di rumah penatua/Syamas dan ada juga di rumah jemaat. Ada 20 kolom Jemaat Imanuel Talawaan, namun karena permintaan peserta studi banding agar dalam satu tempat tinggal ada yang berdua, sehingga tidak semua kolom terisi.


Adapun kegiatan yang dilakukan selama di Manado, sbb:
  1. Sharing dengan penatua/Syamas/jemaat dimasing-masing tempat tinggal dari peserta studi bading.
  2. Memimpin ibadah, seperti kebaktian pemuda, kaum ibu, gabungan kaum ibu dan bapa (arisan) di kolom, kebaktian minggu (jemaat Imanuel, Yerusalem, Kanaan, Kolongan/Betel, Bukit Karmel, Musafir ….)
  3. Sharing dengan Synode GMIM di kantor Synode Tomohon
  4. Ibadah wisata beserta pembima remaja Jemaat Imanuel Talawaan ke romboken Tondano
  5. Sharing dengan pengurus wilayah dan pengurus jemaat Imanuel Talawaan serta penatua, Syamas
  6. Bertemu dengan merga Silima Karo Manado-sekitar
  7. Wisata ke Bunaken

Banyak hal yang dapat dicatat sebagai perbandingan, antara lain:

  1. Persembahan. Di jemaat Imanuel Talawaan kebaktian ucapan Syukur Panen dilakukan 2 kali dalam satu tahun sesuai masa panen padi. Dalam setiap kebaktian Minggu, jemaat memberi persembahan 4 kali dengan pos yang berbeda. Satu kantong kolekte yang di edarkan diperuntukkan untuk diakonia, juga jemaat datang ke depan memberikan persembahan ke dalam 3 kotak persembahan yang disediakan di depan. Ketiga kotak tersebut, yang pertama untuk Pelayanan, kedua untuk pembangunan, yang ketiga untuk pendidikan. Juga jemaat memberikan persepuluhan dengan. Mengenai persepuluhan ini, dibuat kartu khusus yang diberikan kepada penatua/syamas untuk selanjutnya memeberikannya kepada jemaat di masing-masing kolom/sektor. Ketik ditanya beberapa jemaat, apakah tidak ada jemaat yang bersungut-sunggut dengan banyaknya persembahan? Mereka menjawab, tidak. Pada waktu pertemuan dengan orang karo, penulis juga sempat bertanya kepada salah seorang juga aktif sebagai jemaat GMIM (bukan jemaat Imanuel Talawaan) mengenai persembahan di GMIM, mereka membenarkan bahwa mereka tidak bersungut-sunggut, dan bahkan ketika ada pengumpulan dana untuk pembangunan gereja setiap jiwa anggota jemaat ikut mengambil bagian. Katika ditanya, bagaimana dengan anak-anak? Karena anak-anak juga mempunyai jiwa mereka juga ikut mengambil bagian.
  2. Hubungan Gereja dengan Pemerintah selalu ibina. Gereja mensuport pemerintah dan juga sebaliknya. Tetapi tugas proritas tetap ditegakkan.
  3. Dalam satu jemaat ada lebih dari satu pendeta ditempatkan. Dan seperti jemaat Imanuel Talawaan di tempatkan 3 orang pendeta, 1 orang guru agama. Dan hal ini tidak menjadi masalah. Pribahasa Karo yang mengatakan “la banci dua Arimo ibas sada kerangen” (tidak bisa dua harimau dalam satu hutan) di GMIM tidak berlaku. Mengapa? Seperti keterangan pengurus jemaat Imanuel Talawaan, dalam sidang/rapat majelis telah ditetapkan porsi pelayanan pendeta jemaat dan itu dibuat bergilir. Demikian juga jikalau ada kebaktian pemberkatan nikah, atau kebaktian ucapan syukur pendeta yang ada dijadwalkan bergantian dan jemaat tidak ada yang memilih-milih pendeta yang akan melaksanakan pemberkatan nikah atau ucapan syukur tersebut. Juga persembahan ucapan syukur jemaat melalui warta jemaat dibagi sedemikian rupa kepada pendeta dan guru agama sehingga tidak menimbulkan kecemburuan.
  4. GMIM mempunyai 181 jemaat, dan hanya 3 jemaat yang bukan pendeta sebagai ketua majelis, dan menurut keterangan Pdt.Hendri Runtuwene (Synode), 3 jemaat tersebut merupakan jemaat baru.
  5. Kebaktian Ucapan syukur. Kehadiran jemaat mengikuti ibadah minggu diatas 60 %. Ada budaya malu dalam masyarakat Minahasa jikalau tidak ke gereja. Juga untuk meningkatkan kehadiran jemaat mengikuti kegiatan gereja dilaksanakan gerakan 1 bulan penggembalaan.
  6. Rekuitment Majelis Jemaat. Sebelum diadakan pemilihan terlebih dahulu dilaksanakan katekisasi tahap I kepada semua jemaat (materi mengenai syarat-syarat menjadi penatua/syamas), setelah terpilih yang dilaksanakan kolom diberikan katekisasi tahap II (Materi mengenai pelayanan dan organisasi) dan III. Jadi ada III tahap pembinaan yang dilakukan bagi penatua dan syamas.
  7. Kehidupan jemaat sarat dengan kebaktian pengucapan syukur. Kebaktian pengucapan syukur tidak hanya HUT kelahiran, HUT Perkawinan, tetapi juga membuka usaha, angkat sidi, baptisan, membeli mobil baru, dll.). Yang menarik, setiap anggota jemaat yang ber-HUT, penatua/syamas, pendeta pada pagi hari sudah datang mengunjungi untuk berdoa bersama, dan malamnya dibuat kebaktian syukur (Efesus 5:20).
  8. Setiap jemaat pada umumnya sudah menggunakan multi media seperti infocus.

Setelah berpisah dengan jemaat Imanuel Talawaan pada tanggal 29 Mei 2011, peserta studi banding dari tanggal 29-31tinggal di Hotel Panorama Manado//asbrahm.


Artikel lain yang terkait:



0 komentar:

Post a Comment