Tuesday 27 March 2012

Khotbah Markus 11:1-11, Minggu 1 April 2012 (PASSION VII ; PALMARUM = LAMBE)

Inroitus :
Bersorak sorailah, hai orang-orang benar dalam Tuhan! Sebab memuji-muji itu layak bagi orang-orang jujur (Mazmur 33:1)
Bacaan : Yesaya 50:4-9; Khotbah : Markus 11:1-11
Tema :
Sambutlah Yesus dengan tidak berpura-pura (Alakokenlah Yesus Alu La Pekulah-Kulah)
(1) Yesaya 50:4-9, bagian cerita tentang kabar baik bagi umat Allah di pembuangan, Yerusalem akan dibangun kembali kehancurannya. Nas ini merupakan nyanyian seorang hamba. Dalam nyanyian ini sang hamba biasanya dikenal sebagai seorang nabi. Hamba atau Nabi yang bersedia untuk melakukan kehendak Allah atau Tuannya, kepasrahan dalam ketaatan kepada Tuannya walaupun kesengsaraan yang penuh perih harus dijalaninya (ay. 5-6).

(2) Dalam Minggu Passion VII disebut Minggu Palmarum (Lambe), hari minggu sebelum Paskah. Perayaan ini merupakan perayaan masuknya Yesus ke kota Suci Yerusalem sangat istimewa karena peristiwa ini terjadi seminggu sebelum Yesus disalibkan. Minggu Palmarum disebut juga Pembuka Pekan Suci yang berfokus pada Pekan terakhir Yesus di kota Yerusalem. (Daun Palem sebuah simbol kemenangan/simbol Kristen dan daun Palem digunakan untuk menyatakan kemenangan martir/kematian).

(3) Markus 11:1-11, cerita tentang minggu kesengsaraan Tuhan Yesus. Nas ini merupakan puncak kisah kehidupan Tuhan Yesus yang dianggap sebagai 'raja' oleh bangsa Israel sebelum Yesus disalibkan. Yesus masuk Yerusalem dengan naik keledai betina yang masih muda (transportasi rakyat jelata, lambang perdamaian dan kasih sayang). Tak ada kegagahan dan keperkasaan, berbeda dengan kuda yang melambangkan kekuatan, kegagahan dan kehormatan. Seorang Raja tidak mengendarai keledai untuk berperang membebaskan bangsanya dari penjajahan. keledai digunakan untuk melakukan pekerjaan yang biasa saja karena keledai dianggap lebih rendah daripada kuda. Dan untuk memperoleh keledai itu murid-murid harus meminta dari orang lain sesuai dengan perintah Yesus, 'Tuhan memerlukannya' (ay.3) Seorang Raja yang menurut dunia miskin karena tidak memiliki seekor keledai bukan sebagai RAja yang agung dan kaya dengan perlengkapan yang banyak dan pakaian yang bagus. Padahal Ia memiliki semua benda di bumi ini (Mazmur 50:1-2). Pelajaran rohani yang ada dalam bagian ini memperingatkan kita manusia agar tidak lupa bahwa manusia hanya menjadi bendahara. Semua harta yang ada pada manusia semata-mata pemberian Tuhan dan apa yang diberikanNya kepada manusia harus dipakai untuk kemulian Tuhan juga.

(4) Ketika Yesus berjalan masuk kota Yerusalem sebagai 'raja' ada kemuliaan dan keagungan, banyak orang yang menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan (ay.8). Ada yang berjalan di depan Yesus dan ada yang berjalan di belakang Yesus, semuanya berseru: "Hosana diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan" (ay.9). Tapi seminggu kemudian seruan itu berubah menjadi: "Salibkan Dia".

(5) Banyak orang yang mengelu-elukan Yesus dengan penuh semangat tetapi mempunyai tujuan dan harapan yang keliru/ salah. Dengan seruan mereka berharap Yesus akan menjadi Raja mereka di Bait Allah dan sekaligus memerintah selayaknya raja yang ada di dunia, sehingga kehidupan mereka bisa lebih sejahtera serta tidak tergantung kepada kekuasaan bangsa lain/Romawi. Dengan kata lain bahwa mereka mengartikan kehadiran Yesus (Mesias) menurut pikiran dan keinginan mereka sendiri (pengagum Yesus). Hal ini sangat berbeda dengan tujuan kedatangan Yesus yang sebenarnya pembawa damai untuk menebus dosa manusia supaya mendapat kehidupan kekal. Kehadiran Yesus menjadi Raja tidak sama dengan pengertian seorang Raja/penguasa di dunia yang lebih banyak berjalan atas keinginannya sendiri dan sering melanggar aturan-aturan yang sudah ditetapkan. Hanya menginginkan kehormatan dan kekayaan sendiri. Tetapi Yesus sebagai Raja yang Benar hadir menurut aturan-aturan Allah, harus mengorbankan diriNya samapai di kayu salib untuk manusia. Agar Allah tetap dalam kemulian yang lebih tinggi.

(6) Orang Kristen banyak yang hanya menjadi pengagum Yesus, belum mengenal Yesus yang sebenarnya. Bahkan murid-murid Yesus pun seringkali tidak mengenal Yesus secara benar padahal mereka selalu bersama dengan Yesus (Mark. 8:27-28; Mat. 16:13-16), yang hanya mengagumi perbuatan-perbuatan Yesus tapi tidak mengerti untuk melakukan apa yang Tuhan Yesus mau (contoh ketika terjadi perbeben geluh tidak langsung mengandalkan Dia tapi lebih mengandalkan kekuatan/logika sendiri). Bahkan yang lebih berbahaya banyak melakukan kegiatan pelayanan/kerohanian hanya untuk formalitas saja/mendapat pujian dari orang lain (pekulah-kulah, menyalibkan Yesus kedua kalinya). Memang tidak gampang untuk meneladani apa yang sudah Yesus lakukan, apalagi hidup sebagai ‘hamba’ Allah (bnd. Bacaan) yang penuh pengorbanan hanya untuk kemulian Allah. Siapa pun kita tidak akan mampu untuk berkorban seperti Yesus tetapi paling tidak kita bisa berusaha untuk berbuat yang terbaik dan menjadi saluran berkat bagi orang lain. Rendah hati, tidak sombong terlebih bisa membawa damai untuk orang lain.
Graha Harapan, 29 Februari 2012
Pdt.Mulianta Enaria Br.Purba,S.Th
Catatan Sermon:
  1. Ayat 3 ada empat pemahaman: Pertama, Tuhan memerlukannya. Baik murid dan yang empunya keledai tidak saling mengenal. Namun karena ini perintah Yesus mereka melakukannya. Bukan hanya melakukan tugas dalam rangka menyenangkan kita, tapi senang atau tidak senang, suka atu tidak suka kita lakukan. Kedua, walaupun pemilik keledai tidak mengenal, tetapi karena itu untuk Tuhan ia merelakan keledainya. Ketiga, “Ia segera mengembalikannya ke sini”. Jadi kalau kita mendahulukan pekerjaan Tuhan, maka akan dikembalikan segera. Bahkan keselamatan akan diberikan. Kalau kita mendahuluna Tuhan dan tidak usah berpikir untung rugi maka akan diberikan lebih baik dan luar biasa. Ke empat, keledai itu belum pernah dipakai. Berarti masih liar. Tetapi ketiga dinaiki Yesus sangat jinak, tidak liar. Ini menunjukkan, bagaimanapun kerasnya atau liarnya manusia itu jika dikendalikan Yesus akan menjadi jinak, baik. Ketika kebangkitan Yesus, murid-murid pun semakin baik.
  2. Dari cara Yesus ke Yerusalem dengan naik keledai sesungguhnya mau menyatakan bahwa kehadiran Yesus bukan dalam arti politis sebagai pahlawan untuk mengusir penjajahan Romawi, tapi dari sisi rohani. Yang perlu di bebaskan dari manusia bukan secara politik, tapi secara rohani yakni pembebasan kuasa dosa.
  3. Kita sering terjebak menilai, menyimpulkan segala sesuatu dengan cara pandang kepentingan kita, sehingga sering membuat kita kecewa, bersungut-sungut kepada Tuhan.
  4. Penjelasan Thema: dapat kita pahami bahwa dengan penampilan Yesus masuk ke Yerusalem mengendarai keledai bukan kuda jantan sesungguhnya membuat keheranan dari perspektif mesias yang dipikirkan mereka, tetapi mereka memaksakan kehendak atau keinginannya bahwa Yesus sebagai Mesias Sangpembebas walaupun sesungguhnya ada keraguan pada mereka. Mereka akhirnya terjebak ke dalam kepura-puraan.


Artikel lain yang terkait:



2 komentar:

pargodungan said...

Nice! Pujilah dan muliakanlah Yesus Kristus dengan ketaatan yang penuh. Kedua murid Yesus menunjukkan ketaatan penuh kepadaNya sehingga mereka mau mencari keledai sesuai perintah Tuhan Yesus. Dan bukan hanya itu! Bahkan keledai sekali pun menunjukkan ketaatan penuh kepada Yesus Kristus. Sebab, bukankah biasanya keledai yang tidak pernah ditunggangi tidak mudah untuk ditunggangi pertama kalinya? Tapi Tuhan Yesus tidak mengalami kesulitan, karena keledai tersebut juga menunjukkan ketaatannya pada Tuhan. Ketaatan itu adalah sikap tunduk pada keinginan dan kehendak Allah. Itulah adalah salah satu cara memuliakan Tuhan.

rudi said...

kalau setiap orang mampu memahami berkat itu adalah pemberian sekaligus titipan, tentulah dengan hati riang tiap orang akan mampu meminjamkan bahkan memberikan. terutama dalam hal memberi, tentunya Tuhan telah menentukannya dari semula, yaitu yang terbaik, yang ikhlas bahkan yang sulung dari buah pekerjaan kita, seperti keledai yang dijemput para murid, adalah keledai yang sama sekali belum pernah ditunggangi oleh manusia. R Warren menuliskan dalam bukunya "Pohon kehidupan", tidak ada yang kebetulan di dunia ini, demikian juga dengan segala harta yang kita peroleh bukan secara kebetulan, atau nasib-nasiban. oleh karena itu, bila Tuhan memerlukannya, sebenarnya itu kembali kepada si pemberi. berbahagialah orang memberi.

Post a Comment