Monday 7 May 2012

Khotbah Maius 6:1-18, Pekan Keluarga Wari IV (Rabu, 6 Juni 2012)

Introitus :
Sangap kal kalak si malang man TUHAN, si nggeluh ngikutken kerina PerentahNa
(Mazmur 128 : 1).
Bacaan : Mazmur 128 : 1 – 6; Khotba : Matius 6 : 1 – 18
Thema :
Tanda dan Bukti Pada Keluarga Kristen (Tanda ras Bukti ibas Jabu Kalak Kristen)

Pengantar
Topeng, siapa yang tidak tahu benda yang satu ini. Dengan mengenakan topeng maka kita bisa mengubah tampilan wajah kita. Dengan mengenakan topeng kita juga bisa menutupi wajah asli kita, sehingga tidak lagi diketahui raut wajah yang bagaimana yang sebenarnya di wajah kita. Kita bisa menutipu wajah murung kita dengan mengenakan topeng wajah tertawa, sebaliknya kita bisa mempertontonkan wajah sedih walau sebenarnya wajah asli kita sedang bergembira. Itulah gunanya topeng.

Lalu bagaimana kehidupan kita, apakah kita sering mengenakan “topeng kehidupan” untuk menutup-nutupi keaslian dari kehidupan kita. Rasanya tidak bisa dipungkiri kalau pada masa-masa sekarang ini begitu banyak yang mengenakan “topeng-topeng kemunafikan” dalam kehidupannya. Banyak orang berbuat baik, namun dilakukannya karena dia punya tujuan tertentu; banyak orang berpenampilan “wah” namun sebenarnya dia dikelilingi oleh banyak masalah dan hutang. Dan masih banyak lagi. Namun yang jadi pertanyaan adalah apakah kita yang menyatakan diri sebagai “anak Tuhan” juga ada di dalamnya?

Introitus dan Bacaan
Dua kata terpenting yang begitu ditekankan pada bagian ini adalah “berbahagialah” dan “diberkati”. Dua kata ini menjadi bahagian kehidupan umatNya apabila persyaratan yang dikehendaki oleh Allah dipenuhi. Dan yang menjadi syarat yang harus dipenuhi oleh umatNya ialah “takut” dan “hidup menurut jalanNya” (ay. 1). Pemahaman takut dan hidup menurut jalanNya adalah rangkaian kehidupan yang tak terpisahkan. Mengapa? Karena bila seseorang tidak menuruti apa yang menjadi keharusan dan memilih untuk membuat aturan sendiri bagi kehidupannya, maka jelas ia tidak menghiraukan keharusan yang semestinya menjadi arah hidupnya. Namun dalam hal ini, yang menjadi “Sang Pengatur” adalah Allah, dan barang siapa yang tidak takut akan Allah dan melanggar aturanNya maka yang tidak akan diperolehnya adalah “berkat”. Bahkah bila kita hubungkan dengan kehidupan keluarga, maka keluarga juga akan tidak mendapatkan kebaikan. Oleh sebab itu yang menjadi penekanan pada bagian ini adalah takut akan Allah dan hidup menurut aturanNya sehingga kita diberkati.

Khotbah
Kalau memperhatikan bagian ini maka saya akan mencoba untuk membaginya menjadi tiga bagian yaitu menolong, berdoa, dan kemunafikan (memelas untuk dikasihi). Yang pertama, menolong atau memberi sedekah (ay. 1 – 4) adalah suatu tugas yang tidak untuk dipublikasikan atau digembar-gemborkan. Apabila ada keinginan kita untuk memberikan pertolongan bagi apapun dan kepada siapapun maka yang patut kita lakukan ialah dengan cukup melakukannya dengan tulus dan iklas. Tidak ada tujuan untuk mendapatkan pujian atau sanjungan dari orang lain. Dan dari perbuatan kita itu, sesungguhnya Allah tahu dan Ia yang akan memberikan kebaikan bagi kita. Berarti bisa juga kita mengatakan bahwa bagi setiap orang yang membangga-banggakan perbuatannya, mungkin orang yang ditolong akan senang tapi Allah TIDAK.

Yang kedua, berdoa adalah komunikasi kita dengan Allah. Jadi, yang perlua kita lakukan adalah menyampaikan apa yang kita ingin sampaikan kepada Allah. Berdoa bukan sebuah keahlian, berdoa bukan suatu hal yang patut dipamerkan (seolah-olah rangkaian kata yang panjang dan indah) menunjukkan kalau doa kita lebih baik dari doa orang lain. Berdoa adalah menutup pendengaran dan perhatian kita dari pengaruh-pengaruh “luar” melainkan memfokuskan diri untuk membuka komunikasi “hanya” antara “aku” dan “Allah” (walau dalam isi doa terkait juga yang bukan menyangkut diri kita). Berdoa juga merupakan keinginan untuk membuka diri untuk menerima kehendak Allah dan tunduk pada kehendakNya. Berdoa juga merupakan pengajaran untuk mau merubah diri terlebih dahulu sehingga Allah berkenan akan permohonan kita (ampunilah kesalahan kami seperti.......)

Yang ketiga, berpuasa. Secara umum kita tahu bahwa berpuasa adalah melakukan tindakan tidak makan dan tidak minum. Ini bagi kita yang hidup dengan kebiasaan makan dan minum adalah sebuah tantangan. Tantangan ini bisa juga kita gambarkan dengan persoalan atau masalah. Sebagai orang percaya, tantangan, persoalan atau masalah dalam kehidupan kita bukanlah suatu hal yang harus kita pertontonkan ke khalayak ramai dengan tujuan agar kita dengan sikap memelas kita dikasihi oleh orang lain. Sebagai orang percaya, hal yang patut kita tanamkan adalah “pertolongan yang sesungguhnya berasal dari Allah dan bukan dari manusia”. Dengan dasar ini, bila kita menghadapi persoalan atau masalah, maka janganlah itu dibesar-besarkan (dengan menunjukkan wajah lesu dan kuyu. Bd : ay. 16), namun bersikap tegar dan biasa sehingga orang tidak memberikan penilaian bahwa kita munafik (karena orang lain juga punya masalah).

Pointer Aplikasi
  1. Orang Percaya adalah orang yang di dalam kehidupannya membina hubungan yang baik dengan Allah dan mengandalkan Allah dalam kehidupannya.
  2. Orang Percaya adalah orang yang percaya bahwa dia diberkati oleh Allah, dan dengan berkat yang diterimanya itu ia juga dengan suka cita memberkati orang lain.
  3. Orang Percaya adalah orang yang tidak menyimpan kepura-puraan dalam kehidupannya, melainkan menjadi orang yang dikenal terbuka dan sanggup hidup dalam situasi yang sama sekali tidak menyenangkan.
  4. Orang yang percaya adalah orang yang sanggup menerima keberadaan orang lain walau terkadang orang lain tidak berlaku hal yang sama kepadanya.
Pdt. Benhard Roy Calvyn Munthe


Artikel lain yang terkait:



0 komentar:

Post a Comment