Thursday 10 July 2014

Renungan / Khotbah Matius 13:1-9; 18-23, Minggu 13 Juli 2014

Introitus : 
Demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya. (Yes.55:11).Pembacaan : Mazmur 65:2-14; Khotbah : Matius 13:1-9; 18-23

Tema : Tidak sia-sia orang yang menerima Firman Allah.

Pendahuluan :
(1) Allah adalah Yang tidak terbandingkan. Yang tak kelihatan dijadikan kelihatan dan yang tak terdengar dibuat terdengar. Yang tak terbandingkan menyatakan dirinya dalam perumpamaan. Pada satu sisi perumpamaan mempunyai keindahan dan daya tarik tersendiri. Pada sisi lain perumpamaan mengandung sesuatu yang menggelisahkan hati manusia, karena merupakan teka-teki dan pencerminan dari realitas. Manusia diantar dari dunia menuju kepada Allah yang tak terbandingkan. Menyampaikan dengan cara perumpamaan akan lebih mudah diingat.

(2) Dalam Injil Matius Pasal 13 ini memuat 7 perumpamaan. Matius menempatkan perumpamaan segera sesudah mulai pertentangan antara Yesus dan orang-orang Farisi. Orang Farisi mewakili pemimpin agama Yahudi yang menolak Yesus menunjukkan bahwa seluruh bangsa Israel beserta pemimpin-pemimpinnya telah ‘buta’ dan tidak melihat bahwa Kerajaan Allah hadir nyata dalam diri Yesus. Melalui tindakannya orang Farisi menunjukkan “sekalipun mereka melihat, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak mengerti” (Mat.13:13)

(3) Tahun 2014 bagi GBKP adalah Tahun Peningkatan Kuantitas SDM yang berkualitas. Pertanyaan dan sekaligus indikator keberhasilan Tahun Peningkatan Kualitas SDM sesuai teks kita hari ini: Apakah ada kerinduan untuk mendengar firman Tuhan dan kesungguhan untuk memahaminya serta dengan sungguh-sungguh melaksanakannya dalam kehidupan setiap hari? Seperti pada bacaan Mazmur 65:2-14 salah satu indikatornya ada sebuah pengakuan karya Allah memang luar biasa dan merasakan serta mensyukuri berkat-berkat Tuhan?.

Jemaat yang dikasihi Tuhan!
Perumpamaan tentang seorang Penabur adalah Firman Allah yang tidak asing lagi bagi kita. Perumpamaan yang menggambarkan kehidupan sehari-hari penduduk Palestina pada abad pertama. Penabur yang menebarkan benih di atas tanah yang telah dibajak, dicangkul atau dibersihkan supaya dapat ditanami. Walaupun tidak dijelaskan apa yang ditabur, namun biasanya berupa biji-bijian. Biasanya ladang gandum memiliki jalan setapak di sekeliling ladang. Karenanya kalau pada ayat 4 ada benih yang jatuh di pinggir jalan berarti di tepi jalan setapak itu atau diatas jalan itu sendiri. Datanglah burung yang seperti kelaparan dan rakus memakannya sampai habis.

Ada juga yang jatuh di tanah yang berbatu-batu artinya di tanah tipis yang melapisi batu-batuan. Sinar matahari segera memanaskan batu-batuan yang hanya dilapisi tanah tipis, sehingga benih yang ada didalamnya bertunas lebih cepat dari pada benih yang tersimpan di bawah lapisan tanah yang dalam. Mengingat tanah tidak cukup, maka dia tidak dapat bertahan untuk tetap hidup. Bahkan panas matahari membuat tunas-tunas itu cepat layu, kering dan mati karena akarnya tidak masuk cukup dalam. Cepat bertunas dan cepat mati.

Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri. Ayat ini memberi kesan bahwa sebagian dari benih tertabur ke atas sekumpulan semak duri yang telah lama tumbuh atau rumput liar yang tumbuh dengan cepat dan memiliki banyak duri. Benih yang ditabur ternyata tumbuh serempak dengan rumput liar itu. Bahkan tumbuhan berduri itu lebih cepat dan mempunyai daya tahan yang lebih kuat dari pada benih yang ditabur. Akhirnya biji yang ditabur terhimpit dan mati.

Sebagian dari benih yang ditabur itu jatuh di tanah yang subur, lalu berbuah; bahkan ada yang seratus, ada yang enam puluh, dan ada juga yang tiga puluh kali lipat. Ternyata benih yang jatuh di tanah yang subur, dimana tanahnya cukup tebal dan tidak di tumbuhi semak berduri dapat menghasilkan panen yang luar biasa.
Ayat 9 ini mengulangi ayat 15 “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!

Jemaat yang dikasihi Tuhan!
Walaupun Perumpamaan seorang Penabur kita temui juga pada Injil Markus dan Lukas. Namun apa arti perumpamaan itu secara khusus dengan penjelasannya hanya ada pada Injil Matius 13:18-23. Yesus menerangkan kepada murid-muridNya tentang apa arti perumpamaan yang telah diceritakan dalam ayat 1-9.
Barang siapa yang mendengar firman...sama seperti benih yang ditaburkan.

Benih yang jatuh di jalan ibarat orang-orang yang mendengar kabar tentang bagaimana Allah memerintah, tetapi tidak mengerti. Si jahat itu adalah iblis akan merampas apa yang sudah ditabur dalam hati mereka. Inilah keadaan orang yang digambarkan benih yang jatuh di sepanjang jalan setapak itu.

Lain halnya dengan benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu. Ibarat orang-orang yang mendengar kabar itu, dan langsung menerimanya dengan senang hati. Tetapi karena tidak berakar dalam hati mereka, sehingga saat diperhadapkan dengan penindasan atau penganiayaan oleh karena firman itu, maka mereka segera meninggalkannya. Cepat bertunas dan cepat mati. Segera menerima firman dengan sukacita, namun karena ada tantangan atau kesulitan segera pula berubah hatinya. Firman itu tidak tertanam dan meresap dalam hatinya. Sehingga hanya bertahan untuk sementara saja. Ia langsung meninggalkan imannya.

Sedangkan benih yang jatuh di tengah-tengah semak berduri ibarat orang-orang yang mendengar kabar itu, tetapi khawatir tentang hidup mereka dan ingin hidup mewah. Karena itu khabar dari Allah terhimpit di dalam hati mereka sehingga tidak berbuah. Orang seperti ini membiarkan kecintaannya pada kekayaan menguasai hidupnya, sehingga tiada tempat bagi firman itu sendiri. Kata menghimpit berarti mencekik, yang menggambarkan bagaimana semak berduri yang tumbuh di sekeliling tunas yang baru muncul itu dan menutupinya, sehingga mencekiknya sampai mati. Firman tidak mempengaruhi kehidupan orang itu. Firman tidak berdampak dalam hidupnya.

Jemaat yang dikasihi Tuhan!
Tentu beda dengan benih yang jatuh di tanah yang subur. Ibarat orang-orang yang mendengar firman itu dan dengan sungguh-sungguh mencoba untuk memahaminya. Mereka berbuah banyak, ada yang seratus, ada yang enam puluh, dan ada yang tiga puluh kali lipat hasilnya.

Jemaat yang dikasihi Tuhan!
Tanah adalah hati manusia. Tergantung pada tanah adalah bergantung pada hati. Hati manusia itu ada yang keras seperti batu. Semua pikiran yang baik, nasihat serta bimbingan yang baik tidak bisa masuk kedalam hatinya. Ada hati yang penuh duri. Suka mematikan nasihat yang baik dengan perasaan curiga, ragu-ragu dan kurang percaya. Ada hati manusia seperti tanah di pinggir jalan. Sikap mereka seperti orang di pinggir jalan. Suka menonton dan tidak pernah mau terlibat dalam tindakan atau perbuatan yang baik. Namun tanah yang baik adalah hati yang baik. Orang yang berhati baik tidak sama dengan orang yang pintar atau sekolahnya tinggi. Bahkan bisa juga jadi orang pintar mempunyai hati berbatu dan berduri. Agar tercapai kemajuan diperlukan orang yang mempunyai tanah hati yang baik. Bukan saja tergantung kepada pimpinan yang baik atau Pendeta yang baik atau khotbah yang baik.

Jemaat yang dikasihi Tuhan!
Marilah kita menjadi pemenang, yang mencari pertama-tama Kerajaan Allah. Hal-hal lain menyusul kemudian. Allah dan kehendakNya menjadi prioritas kita. Hal-hal lain ditempatkan pada tempat kedua atau ketiga. Segala-galanya diarahkan kepada Tuhan. Biarlah kita menjadi cermin yang berkilat bukan cermin yang buram. Sebagai cermin yang berkilat dapat menyerap seluruh cahaya cinta kasih Allah dan memantulkannya kembali dengan jelas lewat kehidupan sehari-hari. Dan bila harus menanggung derita, yakin sekali bahwa Bapa di Surga sedang mengirimkan piala kesengsaraan yang pahit. Tetapi itu semua diimani dan diamini bagaikan obat yang menguatkan dan menyembuhkan jiwa, karena itu ia tetap memuji Bapa di Surga. Dari luar mungkin kelihatan menimbun kegagalan, namun kenyataan segala sesuatu yang diperbuatnya mengerjakan kearah hidup yang kekal. (EP)

Catatan sermon
  1. Ilustrasi: Tidak pernah Bosan. Pak Yanto adalah seorang Kristen yang saleh. Pada suatu hari beliau bercakap-cakap dengan tetangganya pak Joyo yang belum mau percaya kepada Kristus. Pak Joyo berkata: "Aku heran melihat anda, tiap Minggu pergi ke gereja, bahkan selain hari Minggu pun anda acapkali pergi ke gereja untuk mendengarkan Firman Tuhan. Anda sudah bertahun-tahun secara terus menerus mendengar Firman Tuhan dikhotbahkan. Apakah anda tidak menjadi bosan mendengarnya?" Mendengar pertanyaan temannya itu, pak Yanto berdiam sejenak, serta ia memohon hikmat dari Tuhan untuk memberikan jawaban yang tepat kepada te-tangganya ini. Kemudian pak Yanto balas bertanya: "Co-balah anda jawab, 10 tahun yang lalu apakah yang anda makan dan minum?". Pak Joyo berkata: "Pertanyaan anda in: kok agak aneh ..... 10 tahun yang lalu aku juga makan nasi dan minum air, habis apalagi?". "Baiklah," kata pak Yanto. "Kalau setahun yang lalu, atau sebulan yang lalu apakah yang anda makan dan minum?". "Ya tentu nasi dan air juga yang aku makan dan minum," demikian jawab pak Joyo. Pak Yanto menegaskan: "Kalau begitu pak Joyo rupa-nya tidak pernah bosan makan nasi dan minum air, benar ilemikian pak?". Pak Joyo menjawab: "Ya, kukira bukan ha-nya aku saja, tetapi seluruh penduduk di Indonesia ini juga akan memberikan jawaban yang sama terhadap pertanyaan unda itu, sebab makanan pokok di negara kita adaiah nasi." Lalu dengan tersenyum pak Yanto melanjutkan: "Menpapa pak Joyo tidak pernah bosan makan nasi dan minum air seumur hidup pak Joyo?". Pak Joyo menjawab: "Yah ..... sebab baik nasi maupun air itu merupakan kebutuhan vital yang sangat dibutuhkan tubuh kita. Tanpa nasi dan air, maka tubuh kita akan lemah dan merana." Pak Yanto mene-gaskan: "Pak Joyo, demikian itulah manfaat Firman Tuhan bagi orang Kristen, yaitu seperti makanan dan minuman rohani yang menyegarkan dan menguatkan jiwa umat Kris¬ten. Oleh karena itu orang Kristen tidak akan pernah bosan mendengar Firman Tuhan itu biar pun berpuluh-puluh tahun lamanya." Mendengar penjelasan ini pak Joyo meng-angguk-anggukkan kepalanya, sebab kini ia mulai mengerti mengapa tetangganya ini begitu rajin pergi ke gereja.

    Janganlah ada seorang pun yang merasa bosan untuk mendengar, membaca dan merenungkan Firman Allah. Firman Tuhan itu adalah roti dan air kehidupan yang menyegarkan jiwa orang-orang beriman.

    Bahkan Mazmur 119:105 menyatakan — FirmanMu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.


Artikel lain yang terkait:



0 komentar:

Post a Comment