Friday 25 September 2009

Asseb-Khotbah Rut 2:8-18, Minggu 27 September 2009

Khotbah Minggu 27 September 2009 berdasarkan Almanak GBKP
Introitus: Roma 12:16; Pembacaan : Filipi 2:1-11
Khotbah: Rut 2:8-16
Thema:
Menolong berdasarkan iman/nampati erpalasken kiniteken.
Pendahuluan
Ukur nge si kata tuhu”. Ungkapan ini sering diucapkan dalam perkenalan orang karo. Ketika sudah ada kesepakatan apa orat tutur (tingkat hubungan kekerabatan)[1], diucapkanlah kata tersebut (ukur nge si kata tuhu). Untuk apa? Mau mengatakan bahwa apapun orat tutur yang dibuat yang penting ialah ketulusan, kebersihan hati (ukur meciho) dalam membina hubungan kekerabatan tersebut. Itulah yang paling penting.
Membicarakan thema kita, saya teringat istilah tersebut (ukurnge si kata tuhu). Bukankah demikian juga seharusnya ketika kita sebagai orang percaya melakukan perbuatan baik dengan menolong sesama kita? Kita semua sudah pasti pernah menolong orang lain atau melakukan perbuatan yang baik. Pertanyaannya ialah perbuatan tersebut kita lakukan berdasarkan apa? Apa motivasinya? Yang benar, apa pun yang kita perbuat, kiranya kita lakukan sebagai implikasi iman. Dan hal ini tidak saja mendatangkan damai sejahtera kepada kita, tetapi terlebih akan mendapat “balasan” dari Tuhan[2].
Pendalaman Nas
Kitab Rut ditulis sekitar abad 10 sebelum Kristus, yang menguraikan berbagai peristiwa dalam kehidupan suatu keluarga Israel pada zaman para hakim (sekitar 1375-1050). Kitab ini menjadi salah satu dari lima gulungan dari bagian ketiga Alkitab Ibrani, yaitu “Hagiographa” ("Tulisan-Tulisan Kudus"). Karena drama inti dalam kitab ini terjadi pada waktu panen, maka biasanya kitab ini dibacakan di hadapan umum setiap tahunnya pada hari raya tahunan Yahudi, yakni hari raya panen (pantekosta). Walaupun penulisnya tidak diketahui, tetapi berdasarkan inti kisah ini sangat tepat bila thema umum kitab Rut ini disebut “kasih yang menebus”. Kisah ini berawal dari sebuah keluarga Elimelek yang harus meninggalkan Yehuda pergi ke Moab oleh karena bencana kelaparan[3]. Kemalangan terus dialami keluarga ini. Elimelek dan kedua anaknya (Mahlon dan Kilyon)[4] mati di tanah Moab, meninggalkan Naomi, istri tercinta dan kedua menantu yang sangat mengasihi ibu mertuanya (Rut dan Orpa)[5]. Kisah ini semakin mengharukan ketika Rut sang menantu dengan alasan apapun tidak mau meninggalkan ibu mertuanyaa. Ia menyertai Naomi pulang ke Yerusalem. Kasih dan kesetiaan yang teruji dalam penderitaan akhirnya berbuah manis. Hal itulah yang terjadi dalam kehidupan Rut, seorang perempuan Moab. Kasih dan kesetiannya kepada Naomi mertuanya bukan kasih dan kesetiaan biasa, tetapi kasih dan kesetian yang tulus yang lahir dari implikasi iman yang telah dikecap, dialami dalam keluarga yang beriman, keluarga Elimelek. Ending cerita ini berakhir dengan penyelesaian yang indah bagi Naomi dan Rut. Boas yang kaya raya, yang masih mempunyai hubungan keluarga dengan Naomi, mengambil Rut menjadi Istrinya. Dan tidak hanya itu, Allah memberkati keluarga ini (Boas dan Rut) menjadi buyut raja Israel, yakni raja Daud[6]. Rut 2:8-16 yang merupakan perikop renungan kita mengisahakan pertemuan Rut dengan seorang yang bernama Boas yang saleh. Ia seorang kaya raya, namun rendah hati. Sikapnya yang manis terhadap Rut yang manis (cantik, janda kembang) bukan karena ada “udang di balik batu”. Apa yang dilakukan kepada Rut semata-mata: (1) sebagai implikasi kesalehan. Iman nampak dalam sikap hidup yang saleh, tanpa itu omong kosong. Hal itulah yang tersirat dalam ayat 4 yang menggambarkan kepribadian Boas. Ia menyapa semua penyabit-penyabit yang bekerja diladangnya dengan ungkapan yang sangat rohani: “Tuhan kiranya menyertai kamu” dan penyabit-penyabitnya menyahut: “Tuhan kiranya memberkati tuan”. Ia mengenal mereka satu persatu, juga memperhatikan mereka sehingga mengetahui ada orang baru yang bekerja di ladangnya[7], (2) Perpanjangan tangan Tuhan. Perhatikanlah ayat 11-12. Apa yang dilakukan Boas terhadap Rut sebagai perpanjangan tangan Tuhan atas balasan kasih dan kesetiaan Rut terhadap mertuanya. Secara apapun, benar kata Rut bahwa ia sebagai perempuan, dan terlebih sebagai perempuan asing, tidak layak mendapat perhatian yang demikian besar dari Boas. Seharusnya harganya/derajatnya jauh dibandingkan pekerja-pekerja Boas. Namun bila Tuhan berkeja, bila Tuhan memberkati hal tidak mungkin akan menjadi mungkin. Rut mendapat perhatian dan kasih dari Boas. Ia tidak hanya disejajarkan dengan hamba-hamba Boas yang lain, tetapi mendapat perhatian yang khusus. Dalam ayat 14 Boas memberikan secara langsung makanan kepada Rut. Dan Rut makan sampai kenyang, bahkan tersisa. Perbuatan ini membuat Rut sangat terhibur. Dalam sosok Boas, Rut melihat pemeliharaan Allah, bahkan yang mengangkat martabatnya sebagai perempuan asing.
Pointer Aplikasi
1) Sangat kontras dengan kehidupan kita dewasa ini dimana sadar atau tidak sering mengukur orang dari siapa dia secara duniawi (suku, bangsa, kedudukan, tingkat pendidikan, kekayaan, dsb.) dan itu mempengaruhi kita, baik dalam hubungan dan perbuatan kita. Hal-hal keduniawaian sering lebih mempengaruhi kita dalam berbuat baik. Kita ambil contoh. Bila ada kegiatan penghiburan terhadap anggota jemaat yang berduka, banyak tidakanya jemaat hadir umumnya dipengaruhi faktor kekerabatan secara adat ketimbang implikasi kerohanian. Demikian juga dalam kunjungan kepada orang sakit dan kegiatan diakonia lainnya. Kalau demikian, apa bedanya dengan dunia ini? Boas tidak demikian terhadap Rut. Walaupun masih ada faktor kekeluargaan, tapi implikasi imannyalah yang mendorong ia berbuat baik dengan menolong Rut. Secara duniawi tidak ada yang dapat diharapkan dari Rut. Itulah sebabnya, keluarga yang paling dekat dengan Naomi yang seharusnya lebih bertanggungjawab “menebus milik puasaka” Naomi serta mengambil Rut menjadi istrinya (sesuai dengan kebiasaan di Israel pada waktu itu) menolaknya karena dianggap tidak menguntungkan, sebaliknya merugikan.[8] Tetapi satu hal yang pasti melalui kesaksian hidup Rut dan Boas, bahwa orang yang berbuat baik berdasarkan imannya, ia akan diberkati. Itulah yang terjadi dalam kehidupan Boas dan Rut. Mereka menjadi moyang raja yang besar, yakni Daut. Demikian juga akan berlaku atas kita, dan berkat yang spektakuler yang akan diberikan ialah diperkenankan hidup bersama Allah di Sorga.
2) Benar perbuatan baik bukan menyelamatkan[9]. Namun bukan berarti tidak penting. Iman yang benar adalah iman yang nampak dalam sikap hidup berubah dan berbuah. Berbuah berarti tidak sama dengan dunia ini (sikap hidup, pandangan hidup), dan berbuah berarti semakin hari semakin mampu melakukan perbuatan-perbuatan baik sebagai implikasi perubahan itu (action). Benar akibat perubahan itu buahnya seharusnya pertama-tama kelihatan dan di rasakan di dalam persekutuan, yakni hidup sebagaimana yang disebutkan dalam introitus[10] dan pembacaan kita[11]: sehati sepikir, tidak egois dan meneladani sikap hidup Yesus, yakni rendah hati dan rela berkorban sebagai wujud kepatuhan kepada BapaNya. Bagaimana dengan kita?
Pondok Gede, 25 September 2009
By Pdt.S.Brahmana
-------------------------------
[1] Dalam kehidupan suku Karo ada delapan tingkat kekerabatan (orat tutur) yang disebut “tutur siwaluh”. (1) Puang Kalimbubu (Puang kalimbubu adalah kelompok kalimbubu dari kelompok pemberi dara); (2) Kalimbubu (Kalimbubu adalah kelompok pemberi dara); (3) Senina/ Sukut (Senina adalah orang-orang yang bermarga sama tetapi berlainan lineage dan merupakan kelompok yang empunya pesta/upacara); (4) Sembuyak (Sembuyak adalah orang-orang yang bermarga sama dan satu lineage); (5) Senina sipemeren (Senina sipemeren adalah orang-orang yang walaupun tidak semarga, tetapi ibu kandung mereka bersaudara/semarga); (6) Senina Siparibanen (Senina siparibanen adalah orang-orang yang walaupun tidak semarga, tetapi istri mereka bersaudara); (7) Anak Beru (Anakberu adalah kelompok penerima dara); (8) Anak beru menteri (Anak beru menteri adalah anakberu dari kelompok penerima dara atau anakberu dari anakberu).
[2] Galatia 6:9, Amsal 4:18, Roma 2:10a.
[3] Rut 1:1-2
[4] Rut 1:5
[5] Rut 1:4
[6] Rut 4:17, 22
[7] Ayat 5
[8] Baca pasal 4
[9] Bd.Efesus 2:8-9; Roma 10:9
[10] Roma 12:16
[11] Filipi 2:1-11


Artikel lain yang terkait:



0 komentar:

Post a Comment