Friday 12 February 2010

Asseb-Khotbah 1 Timotius 3:1-7, Minggu 14 Februari 2010

Thema :
SEORANG PEMIMPIN HARUSLAH YANG TAK BERCACAT DAN DIHORMATI
(Sekalak pemimpin la erpandangen bagepe ihamati)
Introitus : Masmur 91:2; Pembacaan : Keluaran 18:17-23
Khotbah : 1 Timotius 3:1-7

Pendahuluan
Seiring majunya perkembangan jaman, tuntutan terhadap seorang pemimpin juga semakin banyak. Dipahami seorang pemimpin tidak lagi cukup sekedar memiliki latar belakang keturunan ningrat, tokoh, raja-raja, dll. Semakin besar suatu organisasi, semakin banyak tuntutan atau syarat yang ditetapkan. Kita ambil contoh untuk menjadi ketua partai politik tertentu. Kita menemukan banyak syarat yang ditetapkan. Namun kalau diperhatikan syarat-syarat tersebut, kita menemukan bahwa menyangkut ahklak dan moral atau dengan kata lain kepribadian yang baik (tidak tercela) masih tetap dipertahankan[1]. Mungkin itulah sebabnya tes kepemimpinan sekarang tidak hanya menyangkut IQ (kecerdasan Intelektual), tetapi juga tes kecerdasan emosional (EQ) dan Kecerdasan Spiritual (SQ). Bagaimana dengan kepemimpinan dalam gereja?

Pendalaman Nas
Kalau kita mengacu kepada syarat-syarat yang dikemukakan Paulus dalam perikop renungan kita (1 Timotius 3:1-7) ternyata untuk menjadi penilik (pemimpin) jemaat bukanlah sesuatu yang mudah. Syarat-syarat tersebut mengacu kepada 2 hal:
Pertama, menyangkut pribadi: (1) tak bercacat, (2) dapat menahan diri, (3) bijaksana, (4) sopan, (5) suka memberi tumpangan, (6) cakap mengajar, (7) bukan peminum, (8) bukan pemarah, (9) peramah, (10) pendamai, (11) bukan hamba uang, (12) bukan orang yang baru bertobat, (13) mempunyai nama baik diluar jemaat. Kedua, menyangkut keluarga: (1) istrinya (suaminya) satu, (2) kepala keluarga yang baik, (3) disegani dan dihormati anak-anaknya.

Kalau kita perhatikan syarat-syarat tersebut, ternyata standar utama untuk menjadi pemimpin jemaat terutama bersifat moral dan spiritual (rohani), bukan yang lain. Jadi boleh-boleh saja menambahi syarat-syarat lain seperti prestasi akademis, ketokohan masyarakat/adat, status sosial, namun harus tetap ditempatkan atau dipahami sebagai penunjang bukan hal yang utama. Pastilah Paulus tahu bahwa kemampuan berkhotbah penting sebagai pemimpin gereja, juga seperti kemampuan administratif, tetapi menurut Paulus semua itu tidak akan berpengaruh apa-apa untuk mencapai tujuan kepemimpinan gereja[2] tanpa moral dan spiritual yang baik. Artinya hal yang terutama bagi pemimpin kristen adalah keteladanan (teladan bagi orang percaya). Dalam hal ini yang dimaksud tentulah bukan sekedar hidup baik-baik, tetapi keteladanan hidup tentang ketekunan dalam kesalehan, kesetiaan dan kekudusan dalam menghadapi cobaan, tetap setia kepada Kristus dan InjilNya[3]. Hal ini penting sebab jemaat belajar tentang moral dan kesalehan sejati (spirirual) bukan saja dari Firman Allah, tetapi juga dari contoh pemimpinnya yang hidup menurut standar rasuli. Mengesampingkan prinsip kepemimpinan saleh yang telah menjadi teladan tak bercacat untuk diikuti gereja berarti mengabaikan ajaran Alkitab yang jelas. Seorang pemimpin gereja haruslah orang yang kesetiaannya kepada Kristus dapat diajukan sebagai teladan atau contoh[4].

Demikian juga kepemimpinan orang percaya dalam rumah tangga, pernikahan dan hubungan antar komponen keluarga sangat penting dalam recruitment kepemimpinan gereja. Paulus memahami seorang pemimpin jemaat harus terlebih dahulu teruji kepemimpinannya dalam hal kesetiaan kepada Istri dan keluarganya. Logika yang dikemukakan Paulus jelas, jikalau dalam hal tersebut pun ia gagal, bagaimana ia dapat mengurusi jemaat Allah[5].

Pointer Aplikasi
(1) Di dalam Alkitab kita temukan bahwa pemimpin rohani muncul bukan menurut kemauan atau ambisi pribadi, melainkan karena tindakan Allah yang mempersiapkan, memanggil, menetapkan dan membimbingnya dalam mencapai tujuan-tujuan dari Allah. Kita ambil contoh Musa. Musa dipanggil Allah menjadi pemimpin untuk membawa bangsa Israel keluar dari Mesir. Apakah Musa tanpa kekurangan? Musa mempunyai kekurangan. Ia tidak pandai berbicara[6]. Kalau demikian mengapa Musa yang dipilih dan bukan abangnya, Harun yang lebih memenuhi syarat dari segi kepemimpinan? Yang pasti Allah bukan salah pilih. “Tak bercacat” yang dimaksud Paulus bukan menitik beratkan kemampuan memimpin, tapi lebih kepada kehidupan moral dan spiritual. Ilmu kepemimpinan serta strategi bagaimana memimpin dengan baik dapat dipelajari. Dan itulah yang dilakukan Musa. Ia mau mendengar dan belajar dari Jitro, mertuanya mengenai strategi memimpin. Tetapi tidak demikian mengenai kehidupan moral dan spiritual yang berkenan kepada Allah (tak bercacat). Sebagaimana disebutkan dalam Yohanes 15:5, hanya di dalam Dia kita dapat berbuah banyak, sebab di luar Dia kita tidak dapat berbuat apa-apa. Artinya hanya di dalam Tuhan Yesus dan oleh karena pertolonganNya melalui kuasa Roh Kudus kehidupan moral dan spiritual kita hari lepas hari akan semakin berkenan kepada Allah.
(2) Mengapa seorang pemimpin jemaat harus tak becacat (la erpandangen) dan dihormati? Pertama, karena perkerjaan yang dilakukan seorang pemimpin jemaat/gereja adalah pekerjaan yang indah[7] (pekerjaan yang sangat bergensi dan bernilai tinggi). Tidak tanggung-tanggung pekerjaan yang dipercayakan ialah pekerjaan mengurusi jemaat Allah[8] (tubuh Kristus). Jadi analoginya, semakin tinggi dan bergengsi suatu perusahaan, maka semakin tinggi pula pesyaratan yang ditetapkan bagi pekerjanya. Kedua, karena standar kepemimpinan jemaat terutama bersifat moral dan spiritual. Oleh karena itu keteladanan hidup beriman yang nampak dalam hidup bermoral menjadi penekanan. Itulah sebabnya ada jemaat yang pemimpinnya dari sntadar kepemimpinan umum “tidak hebat” namun ia berhasil memimpin jemaatnya bertumbuh baik secara kuantitas maupun kualitas karena kepemimpinannya diikuti penghayatan dan penerapan kepemimpinan kristen yang meneladani pola kepemimpinan Yesus.
(3) Ada yang mengatakan bahwa kita semua adalah juga pemimpin, paling tidak pemimpin bagi diri sendiri. Sudah kah kita menjadi pemimpin yang tak bercacat? Kalau belum, bagian mana dalam hidup kita yang merupakan cacat dimata Tuhan? Dan sudahkah kita berusaha membenahinya? Janganlah menyerah sebelum berperang. Janganlah kita mengatakan itu sudah sifat saya, itulah kelemahan saya tanpa berusaha dengan sungguh-sungguh merubahnya. Kalau kita baca dalam 1 Petrus 3:13,14 disana disebutkan dalam rangka menantikan langit baru dan bumi baru kita harus berusaha supaya kedapatan tak bercacat dan tak bernoda di hadapanNya. Ingat, cepat atau lambat kita semua harus menghadap hadirat Tuhan. Oleh karena itu buatlah “program berbenah diri” dengan pimpinan Roh Kudus! Semoga tidak terlambat. Pondok Gede, 12 Februari 2010
Pdt.S.Brahmana
---------------------------------
[1] http://politik.vivanews.com/news/read/
84062-tujuh_syarat_jadi_ketua_umum_golkar. Akses tgl.10 Februari 2010
[2] Bd. Efesus 4:12-15
[3] Bd. 1 Timotius 4:12,15
[4] Bd. 1 Korintus 11:1, Filipi 3:17, 1 Tesalonika 1:6, 2 Tesalonika 3:7,9, 2 Timotius 1:13.
[5] 1 Timotius 3:5
[6] Keluaran 4:10
[7] Ayat 1
[8] Ayat 5


Artikel lain yang terkait:



0 komentar:

Post a Comment