Saturday 27 November 2010

KONVEN PENDETA WILAYAH IV (Klasis Jakarta-Bandung, Jakarta-Banten & Klasis Sumatra Bagian Selatan), 18-19 OKTOBER 2010

Konven Pendeta Wilayah IV yang dilaksanakan tanggal 18-19 Oktober 2010 di Hotel Rudian Cisarua Puncak di hadiri 40 orang pendeta dari 3 klasis (Klasis Jakarta-Bandung= 21 orang, Klasis Jakarta-Banten= 14 orang dan Klasis Sumatera Bagian Selatan=5 orang). Acara Konven dimulai pada pukul 11.00 WIB, diawali kebaktian pembukaan yang dipimpin Pdt.E.P.Sembiring. Firman Tuhan yang disampaikan diambil dari Matius 25:23, 30. Dalam khotbahnya, pendeta yang setiap berkhotbah selalu menggunakan alat praga ini memulai khotbahnya dengan memperlihatkan kartu Jokker. Dikatakan bahwa hidup ini ibaratnya bermain kartu remi. Kartu yang diberikan tidak lantas dibuka semua. Dalam bermain ada kartu kategori baik dan kurang baik. Dan kita tidak bisa meminta kartu sesuai dengan keinginan kita. Juga memiliki kartu baik belumlah otomatis menang. Tergantung bagaimana menindak lanjuti atau memainkan dengan baik kartu yang baik tersebut. Sehubungan nast firman Tuhan, hal ini mengemukakan antara lain: walaupun ada perbedaan pemberian kepada ke 3 orang hamba tersebut, namun sambutan tuan terhadap hamba yang mengusahakan modal yang diberikan dan memperoleh laba sama walaupun pemberian modal berbeda (5 dan 2 berbeda). Hamba yang diberikan 1 talenta seharusnya tidak dihukum, sebaliknya akan mendapat perlakukan yang sama dengan yang menerima 5 dan 2 talenta jikalau modal yang diberikan diusahakan dan mendapat laba sesuai modal yang diberikan. Demikianlah, setiap pendeta juga diberikan modal. Modal tersebut mungkin tidak sama, karena Allah mengenal kita, mengenal kemampuan kita sehingga memberikan modal tersebut sesuai dengan kemampuan kita mengembangkannya. Sebagaimana bermain kartu remi. Kartu yang baik tidak otomatis menang, demikian juga kartu yang kurang baik tidak otomatis kalah. Kuncinya bagaimana kita memainkannya dengan baik. Pendeta ini juga mengemukakan ada 4 tipe manusia, dan hendaknya kita memiliki tipe ke 4: (1) seseorang yang hanya mampu menerima kejadiaan; (2) hanya mampu melihat kejadian tanpa dapat berbuat apa-apa, hanya memandang; (3) seseorang yang naif, tidak menyadari sekelilingnya, tidak peduli; (4) seseorang yang mempunyai kemampuan mewujudkan sesuatu walaupun orang tidak mampu.

Selanjutnya, pendeta yang telah pensiun dari Lembaga Alkitab Indonesia ini mengemukakan bahwa Konven adalah dapur teologia. Dapur adalah tempat memasak. Masalahnya adalah apakah dapur itu berfungsi. Kita berharap konven pendeta berfungsi dengan baik, paling tidak kedepan lebih baik memberikan masukan tentang dasar-dasar teologia bagi kehidupan keaksian, persekutuan dan pelayanan GBKP, juga memberikan masukan tentang kode etik pendeta GBKP dan pelaksanaannya, sera membina persekutuan para pendeta. Mengakhiri khotbahnya, pendeta ini menerangkan arti mimbar yang dilapisi koran. Arti mimba yang dilapisi koran adalah tempat informasi, sumber teologia. Sebelumnya orang tidak mampu, kita mampu. Bagaimana caranya? Tip 3 L: L=Lahir tidak ada hak kita; L=Lingkungan 50-50; L=Latihan.

Setelah selesai kebaktian dilanjutkan kata-kata sambutan dan pengarahan oleh Pdt.Esra Bukut sebagai Kordinator konven wilayah IV, Pengurus Konven Pusat oleh Pdt.Rudi Tuahta Sembiring(sekretaris Konven) dan ketua klasis Jakarta-Banten (Pdt.Rehpelita Ginting), klasis Jakarta-Bndung (Pdt.Sabar S.Brahmana) dan Klasis Sumatra bagian Selatan (Pdt.Soni Petrus Sembiring).

Dalam Konven Pendeta Wilayah IV ini, ada beberapa materi yang dibahas. Pertama, mengenai ”Liturgi dan spiritualitas”. Session ini dibawakan oleh Pdt.DR.Imanuel Adam dan sebagai moderator Pdt.Jenni Eva karosekali[1]. Kedua mengenai Visi, Misi GBP GBKP dibawakan Pdt.Rehpelita Ginting; Ketiga, Pembahasan bersama mengenai Kode Etik Pendeta yang dipandu Pdt.Sabar S.Brahmana; ke empat, Pembahasan bersama mengenai panduan liturgi dipandu Pdt.Esra Bukit. Kebaktian pagi dalam bentuk PA dipimpin Pdt.Sahabat Perangin-angin (Pendeta GBKP jakarta Pusat), dan kebaktian penutup/pengutusan dipimpin Pdt.Rasmidi Sembiring (sekretaris Klasis Jakarta-Bnadung).

Dalam pembahasan mengenai kode etik Pendeta, disepakati agar menjalankan kode etik pendeta sebagaimana yang ada di tata Gereja GBKP. Khususnya menyangkut Pelayanan Sakramen dan pemberkatan nikah, dalam peleno disepakati agar pendeta setempat yang melaksanakan sepenuhnya, kecuali pendeta setempat berhalangan. Dalam peleno diusulkan agar bila pendeta setempat berhalangan, agar menghubungi terlebih dahulu ketua klasis, bila ketua klasis berhalangan majelis jemaat dan ketua klasis mencari solusi menghubungi pendeta GBKP yang lain atau PGI.

Dan mengenai session “Panduan Liturgi”, disepakati mengangkat tim terdiri dari 3 orang yakni Pdt.E.P.Sembiring, Pdt.Raskolamta S.Colia dan Pdt.BRC Munte untuk mendalami dan mengoreksi Liturgi yang sudah ada dan memberikan masukan-masukan yang nantinya menjadi usulan pada Konven GBKP tahun 2011//--asbrahm
--------------------------------------------------

[1] Session "Liturgi dan Spiritualitas" yang disampaikan Pdt.DR.Imanuel Adam.
Ibadah apapun harus berbentuk liturgis. Artinya turut aktif bukan sekedar penonton. Itu yang terjadi digereja mainstream. Apa beda liturgi, kebaktian dan ibadah? Liturgi sering disamakan dengan tata ibadah. Kebaktian: rangkaian dari liturgi. Ibadah lebih luas seluruh hidup kita. Dalam kuliah liturgi banyak tentang konsep. Kebaktian banyak menekankan dalam bakti. Bakti diarahkan kepada kesetiaan. Konsep kita saatu tentang tata ibadah, termasuk suasana, aktifitas. Dalam ibadah itu harus ada 2 hal. 1. Selebrasi (bersuka cita dalam tuhan, jangan banyak sedih-sedihnya (gereja baru), 2. Pengutusan (umat diutus untuk mennjadi pelaku Firman, nampak dalam kehidupan sehari-hari). Missa roma selalu ada pengutusan. Apakah Ibadah Minggu sudahkah terjadi perjumpaan Tuhan dengan umat atau umat dengan Tuhan. Masalahnya perjumpaannya seperti apa? Terjadi dialog dengan tuhan dengan umat dan umat dengan Tuhan selain umat dengan sesamanya. Ada syukur umat yang diaungkapkan melalui pujian, melalui doa dan aktifitas lain. Perjumpaan ini bersifat teologis. Perjumpaan itu menjadi satu dengan Tuhan (Calvin). Kalau ini tidak jadi ibadah itu gagal. Gereja katolik lain. Ibadah itu harys terjadi ada sukacita dan pengudusan (Gloriafication dan sancfication) konsili Vatikan II. Dalam katolok sudah ditentukan semua, dimana mimbar, dll. Jadi tidak boleh sembarangan.
Bagaimana dengan ibadah reformasi ada 4 hal:
1. Umat berhimpun,
2. Liturgi sabda, bagaimana firman disampaikan, safaat di naikkan
3. Liturgi syukur, jemaat diajak untuk bersyukur
4. Umat yang diutus
Dalam gereja Betel 4 unsur ini juga ada.
Faktor apa ibadah kita kurang diminati? Menurut kita, apakah tata ibadah kita sudah cukup? Atau perlu diubah, dekembangkan atau dimodifikasi ulang tanpa meninggalkan warisan teologia. Hal ini juga perlu diteliti. Masalah penyajian belum baik.
Ketika bertemu dengan anak muda, maka liturgi kita dianggap terlalu kaku. Dalam bagian mana dalam liturgi kita dianggap kurang konek, membuat ngantuk, dsb. Kira-kira paktor apa yang kita dengar. Colia: mereka belum disiapkan, baik di sekolah minggu (mera menyanyikan puji-pujian karismatik), katekisasi dan masuk dalam ibadah diwasa mereka merasa asing. Karena tidak disentuh seperti di sekolah minggu. Masalah pembinaan, kemasan ibadah tidak menyentuh apa-apa. EP Sembiring: apa grafik liturgi itu seperti apa, sehingga faktor orangnya penting, bahan2 yang dipakai sama tetapi yang mengemasnya berbeda maka unsur yang sama tadi berbeda pula.
Ada 4 hal:
(1) Masalah umat. Ditegur, ditagih utangnya dan ia datang ke gereja. Pikirannya dipenuhi pergumulan utangnya dan masalah-masalahnya, dsg. Kemudian pendeta mengatakan mari kita bersukacita, dsg, tidak kena dengan umatnya, pergumulan umatnya. Oleh karena itu ia merasa kesal. Di gereja karismatik ketika ibadah mulai dibimbing untuk masuk kedalam ibadah. Songlieader mengatakan mari kita tinggalkan semua masalahmu, persoalan hidupmu. Dsb. Apa masuk gambaran ini? Ini usaha membawa orang masuk ke dalam ibadah, walaupun kadang tidak alkitabiah, tdk teologis. Pada waktu anda berdiri di mimbar seharusnya dikepala kita memahami bahwa banyak pergumulan jemaat. Kalau demikian apa yang harus anda lakukan?
(2) Pelayanan Liturgi. Peranan orangnya. Jikalau si a yang membawa liturgis ada jemaat yang tidak sreg. Pelayan liturgis bukan seperti pembawa berita.
(3) Alat-alat. Music, multimudia. Memasang pengeras suara kekerasan, dll. Ini san.
(4) Para pengurus. Kurangtanggapnya pengurus. Orang yang tidak punya buku akhirnya merasa orang asing sehingga minggu depan tidak datang lagi karena tidak merasa seperti gerejanya.
Yang perlu diperhatikan:
(1) Dimulai dari halaman gereja. Gereja bintang 5. Setiap orang yang datang pasti lelah. Perlu disiapkan minun. Kemudian penyapaan dengan ramah. Pengalaman saya pada waktu ke suatu gereja, parkiran penuh. Ketika saya buka pintu mobil melihat kanan kiri seorang pakai dasi datang berlari ke mibil saya dan dia mengatakan agar pergi kegereja saja, dia yang memarkirkannya dengan menyatakan namanya pertua aloi. Pengaruh di halaman gereja akan mempengaruhi ibadah selanjutnya. Tidak semua jemaat kita tahu semua tempat gereja kita, program kita, dll, karena itu perlu orang yang melalani bidang informasi. Apakah orang tersebut sebagai pegawai gereja? Tidak. Mereka mau melayani dan untuk itu dibina dan melayani bidang informasi (dibuat roster). Perlu ada orang yang menjelaskan banyak hal tentang keadaan gereja.
(2) Peran pemimin liturgi. Kalau diawal tidak bisa serterunya akan tidak bisa. Karena itu perlu pelatihan, dibimbing. Sehingga diawal ia sudah mampu membawa umat memasuki ibadah. Sampai dimana bagiannya. Pembagian harus jelas.
(3) Peran dari pengkhorbah perlu diperhatikan. Mampu mempertemukan umat dengan Tuhan, melalui renungan yg disampaikan. Saya berlajat pada 4 hal. (1) teguran, ini perlu agar tahu (2) terjadi rekonsiliasi antara umat dengan Tuhan, (3) umat perlu mendapat kekuatan dr Firman Tuhan, menguatkan dan meneguhan (4) umat tdk hanya mendengar tetapi menjadi pelaku firman, diutus ke dunia ini. Mereka diberikan motivasi masuk ke dalam dunia nyata untuk menjadi saksi, menjadi utusan. Ini penting. Sebab kalau hanya berkhorbah dengan tafsiran2 umat ada yang lebih pintar. Tinggal klik internet ada banyak ditemukan tafsiran2. Dalam kepadatan acara pendeta, pendeta harus menyiapkan dengan baik. Umat tidak tahu bagaimana padatnya acara kita. Ia hanya tahu saya harus dikuatkan, dsb. Dalam dunia homelitika muncul usul khotbah pastoral. Khotbah yang langsung menyentuh kebutuhan umat. Temanya jelas, nas jelas. Dia kotbah dengan menghampiri jemaat dan menanyakan pergumulan jemaat. Ini diminati umat dari dominasi apa pun. Memang kurang berbicara mengenai teologia dan konsep-konsep. Tempat pengajaran sangat sedikit. Khotbah pastoral sering disebut khotbah dialogis. Saya tdk setuju. Kalau di dalamnya terjadi dialok, okei. Pada jemaat kami, ketika ada masalah diragukannya Yesus benar mati, maka khotbah kami diarahkan khotbah pengajaran.
(4) Peran musik dan pujian, sangat mempengaruhi ibadah. Yang baru belajat sebaiknya tidak mengiringi ibadah. Mengapa, karena akan mengganggu ibadah, membuat jemaat jengkel dan tidak meresapi ibadah. Musik gereja apakah nyanyian itu masih nyanyian lama, tahun lama? Di GBKP tidak lagi. Music gereja terus berkembang, dan menjawab pergumulaan umat saat ini. Bagaimana music itu disajikan dengan format2 yang baik tampa maninggalkan karakteristiknya yang unik. Juga ketika songliader membawakan pujian ini sangat mempengaruhi umat. Contoh: ibadah ucapan syukur di ibadah, pendetanya langsung bisa mnjadi soang leader. Gereja presbiterian. Dalam gerejanya diberikan ruang untuk membuat ibadah alternatif. Banyak pandangan tentang hal ini. Saya mengajak kita melalui ibadah presbiteraan membuka ruang untuk ibadah bagi mereka yang hanya dapat beribadah pada sore hari, ibadah ucapan syukur. Ada juga bentuk ibadah gereja Luteran. Ibadah yang dipersiapkan dengan sungguh2 tidak berarti tidak bagus atau tidak menark, tidak punya kekuatan. Ibadah tradisional itu bukan berarti harus ditinggalkan, sebab bila dikemas dengan baik seperti pianisnya song leadernya , dsb akan menjadi menarik. Lagu rohani sekarang ini baik, tetapi tidak semua baik. Karena itu harus disaring. Nyanyian sekolah minggu “iblis dikolong anjang” membuat anak tidak bisa tidur. Karena itu berlu ada yang dibenahi, perlu diseleksi. Ibis itu bukan hanya dibawah ranjang, tetapi dipikiran. Memang dimulai dari sekolah minggu, namun kita juga tidak bisa kaku sampai disitu, sebab banyak anak2 sudah mengenal nyanyian ain. Tidak hanya syairnya yang diseleksi tetapi juga musicnya. Music yang keras mempengaruhi jantung, dan otak. Orang yang sering ke kafe umurnya tidaklebih dari 50-55. Paling kuat 60 tahun. Ini hasil penelitian mahasiswa UI. Jadi kalau ibadah kita dikeritik, itu bukan apa tepapi musicnya, lagunya. Kembali bagaimana kita mengkemas. Karena itu harus kita mengenal kempoknya jemaat itu, sebab ada kelompoknya sendiri.
(5) Multimedia.
Peranan multimedia sangat penting mendukung jalannya ibadah. Ini penting namun jangan menjadi tergantung terhadap multimedia.
(6) Peran alat-alat dan symbol. Khususnya dalam perjamuan kudus. Namun apakah masih relevan? Namun perana ini sangat mempengaruhi jemaat. Misalnya pendeta masuk dengan pakaian pendeta berbeda dengan pakaian batik.
(7) Peran karakter kristiani dari pada pelayan liturgi dan ibadah. Penting sebab ketika pelayan mengambil kolekte seperti penagih bajak, karena tidak ada senyumnya, keramahannya. Dari pendeta, liturgos, koornya, dll. Digereja saya, terus mengingatkan agar tidak ada bercakap-cakap, terutama anggota koor, penatua yang di depan, jangan ada yang tidur. Ibadah itu sangat ditentukan karekter kristiani: kasih, keteladanan, dll.
Spiritualitas.
Bukan agama, tapi kesadaran orang mengaktualisasikan dirinya.
1. Kesiadaan siapa dirinya
2. Siapa tuhannya. Orang ini tahu siapa dirinya dan tuhannya.
3. Dengan kesadaran ini ibadah bagian dari imannya.
4. Kesadaran menjadi pelaku imannya.
Abramam maslow. Manusia itu membutuhkan makanan, seks, air, dll. Ketika manusia mulai menyadari ini dia akan masuk kelevel selanjutnya. Ia juga membutuhkan keamanan. Manusia juga membutuhkan perhatian, kasih thd dirinya, baik dari keluarga. Manusia juga membutuhkan penghargaan u/ dirinya sendiri. Dan paling puncak kesadaran mengaktualisasikan dirinya. Inilah saya, iman saya. Dari hl ini dalam ibadah yg sebenarnya: spiritualitas orang sedang diarahkan untuk memiliki kraktriktik Kristus.
Ibadah bukan hanya untuk berkumpul, tetapi untuk berjumpa dengan Tuhannya. Melalui ibadah seseorang di tast untuk menjadi lebih baru. Pertanyaan: kira2 dari yg disampaikan apa-apa saja yang mulai anda pikirkan. Apakah ibadh kita sudah terjadi selebrasi dan pengutusan? Apakah dalam ibadah umat yg hadir dapat semakin dibentuk untuk semakain sempurna, kearah kesempurnaan.


Artikel lain yang terkait:



0 komentar:

Post a Comment