Friday 19 November 2010

Sermon-Khotbah 2 Korintus 5:1-10; Minggu 21 Nopember 2010

Sermon tgl. 18 Nopember 2010

KHOTBAH MINGGU, 21NOPEMBER 2010

Introitus: Filipi 3 : 20; Bacaan: Yehezkiel 39 : 1 - 7
Khotbah: 2 Korintus 5 : 1 - 10

Thama:
HIDUP BERDASARKAN IMAN
(Nggeluh erpalasken kiniteken)

Pendahuluan
Pengalaman hidup Paulus setelah ia menerima kehadiran Kristus menjadikannya menjadi orang yang begitu mengandalkan Kristus sebagai sosok yang begitu penting dalam kehidupannya. Ia tidak gampang diombang-ambingkan oleh hal-hal keduniaan yang ada di sekitarnya. Tidak peduli seberat apapun tantangan atau penderitaan yang dihadapi dan dialaminya, tapi ia tetap berdiri tegak pada dasar imannya yakni Tuhan Yesus Kristus.

Hal ini mungkin akan berbeda dengan kebanyakan manusia; yang mana sering kali berubah pikiran atau berubah arah pegangan, bahkan dapat saja meninggalkan iman atau mengabaikan imannya ketika ada tantangan/pencobaan dalam kehidupannya. Jelas ini tidak sesuai dengan bahan yang hendak kita bahas selanjutnya.
Pendalaman Nats

Introitus yang kita baca bersama secara tegas menyatakan tentang siapa kita sebenarnya. Tidak ada keraguan sama sekali bagi Paulus ketika menyatakan bahwa kita adalah orang-orang yang telah dipilih untuk menjadi penghuni sorga. Sedangkan kehidupan yang sedang kita jalani di dunia ini adalah masa-masa dimana kita menantikan penyataan akan keberadaan kita yang sesungguhnya.

Ini menyatakan (lihat Filipi 3: 19 dan 21) bahwa kehidupan yang kita lalui memperlihatkan fakta tentang orang-orang yang mencoba hidup di luar Kristus yang hanya mendapatkan celaka. Sebaliknya, walaupun sosok duniawi kita dianggap hina oleh dunia, namun ini hanya bersifat sementara, menunggu masa pengalihan tubuh untuk mendapatkan tubuh yang abadi itu.
Bagaimana pula ketika kita mencoba mendalami bacaan Alkitab yang tertulis pada kitab Yehezkiel 39 : 1 – 7. Ini juga jelas menggambarkan tentang bagaimana kedudukan bangsa pilihanNya di mataNya. Tidak ada yang mampu mengubahkan fakta itu. Kita melihat bagaimana Allah menyatakan sikapNya terhadap orang atau bangsa yang mencoba menciptakan ketidaknyamanan atau penderitaan terhadap bangsaNya. Jelas sekali dinyatakan bahwa kuasaNyalah yang tidak tertandingi. Boleh saja pada masa itu Gog (ay. 1) adalah sosok yang sangat ditakuti dan disegani dunia. Namun bagi Allah, ia tidak ada apa-apanya. Segala keagungan dan kemegahan serta keperkasaannya, bagi Allah hanya merupakan sesuatu yang tidak berarti.

Ayat-ayat selanjutnya memperlihatkan apa yang akan dilakukan oleh Allah terhadap “penguasa dunia” itu. Yang jelas ia akan “mempermalukan” orang itu dengan segala kekuatannya di hadapan bangsaNya. (ay. 2 – 6). Namun yang sangat perlu digarisbawahi adalah bagaimana Ia menyatakan atau “memproklamirkan” diriNya dihadapan “kekuatan dunia” dimana Ia lah Allah yang berkuasa atas segala sesuatunya. Dan selanjutnya, Allah akan menyatakan kemuliaanNya di hadapan umatNya. Ia tidak akan membiarkan namaNya direndahkan (ay. 7 : diinjak). Ini sekaligus sebagai bentuk pernyataan pada dunia tentang siapa dan bagaimana kekuasaan Allah itu, juga sebesar apa kasihNya pada umat pilihanNya.

Kemudian, ketika kita mencoba mendalami bagian khotbahnya; ada beberapa penekanan yang sangat jelas diperlihatkan :

  1. Tempat kita yang sebenarnya bukanlah dunia ini melainkan ada tempat yang sudah dipersiapkan oleh Allah bagi kita. (ay. 1). Dan secara iman percaya kita, itu adalah surga (ibrani 11 : 6). Suatu tempat dimana berakhirnya penderitaan dan kesengsaraan (1Ptr 1 : 4; 2 Tim 4 : 18). Oleh sebab itu bila ada yang perjuangan hidupnya hanya untuk dunia ini maka yang diperolehnya hanyalah kebinasaan.
  2. Kehidupan yang kita sedang jalani saat ini jangan dipandang sebagai gambaran kehidupan yang kekal yang akan kita dapatkan. Dikatakan bahwa bila kita mengalami kesusahan, mengeluh (ay. 2-4), bisa jadi itu merupakan jalan yang dipakai oleh Allah Tuhan kita untuk lebih memurnikan pengenalan kita akan Dia. Juga bisa diartikan bahwa hal itu untuk melihat sejauh mana juga kita menyadari bahwa masih ada kuasa lain yang jauh lebih besar yang mampu mengalahkan penderitaan itu. Bagaimana kita juga disadarkan bahwa kita tidak dapat lari dari perlawanan yang dilakukan dunia atas keinginan kita untu dekat padaNya. Dinyatakan bahwa dunia juga tidak tinggal diam untuk itu, dan justru “perlawanan” kitalah yang menyebabkan kita seperti mengalami rasa sakit, rasa capek, dan bahkah “seperti mau menyerah”.
  3. Orang percaya, yaitu kita tidak boleh kalah dengan apa yang terjadi, tapi kita harus sanggup melihat bahwa ada jaminan yang luarbiasa yakni jaminan “Roh”. Roh ini memberikan kemampuan bagi kita untuk melihat “proses pembentukan” iman kita. Sehingga pada akhirnya kita menyadari betapa besar arti “didikan Allah” pada kita.
  4. Dengan dasar ini, Paulus menyatakan apapun yang terjadi pada dirinya, ia sudah punya sikap yang jelas. Yakni “tabah”, artinya bagi Paulus jelas sekali ketabahan itu hanya sebagai “proses lintas” untuk bisa melewati fase kehidupan yang fana menuju kehidupan yang kekal. (ay. 7 : diam didalam tubuh Tuhan). Dan ia sangat percaya untuk itu. Ia juga tidak menutupi kekurangannya, namun keterbukaannya itulah yang semakin mempertebal rasa percayanya akan kasih itu. Oleh sebab itu yang senantiasa dilakukan oleh Paulus adalah berusaha untuk senantiasa hidup berkenan di hadapan Tuhan.
  5. Paulus sangat percaya akan adanya kehidupan yang berkeadilan bagi orang yang hidup di dunia ini. Kehidupan yang berkeadilan itu akan dinyatakan pada “pengadilan yang kekal”, dimana nantinya akan kelihatan apa yang akan diperoleh orang itu sebagai “ganjaran” dari apa yang dilakukannya di kehidupannya.

Pointer Aplikasi
(1) Thema khotbah Minggu ini adalah “Hidup Kerdasarkan Iman” (Nggeluh erpalasken kiniteken) mengandung pengertian bahwa setiap orang percaya harus mempunyai pegangan yang jelas dan kuat bahwa imannya adalah Kristus. Kristuslah yang menjadi batu penjuru dan soko guru kehidupannya. Artinya, setiap bentuk kehidupan dan perjalanan Kristus harus menjadi titik tolak pengajaran dan teladan kehidupannya.

(2) Dunia akan menawarkan berbagai hal yang mencoba “meninabobokan” kehidupan kita dengan hal-hal yang sepertinya “indah, gampang, menjanjikan” dan berbagai macam lagi. Namun ketika menolak segala bentuk “tawaran” itu maka sebaliknyalah yang kita dapatkan, yakni “tekanan, penderitaan, kesusahan”. Namun sebagai orang percaya, kita diarahkan untuk dapat melihat bahwa kehidupan tidak berakhir ketika kehidupan dunia berakhir, tapi masih ada kehidupan lainnya. Justru inilah yang menjadi titik perjuangan kita. Janganlah tawar hati karena kehidupan yang sementara ini.

(3) Sikap hidup Paulus yang mencoba tabah dan menjalani segala hal yang terjadi, bukanlah tanpa dasar. Justru karena dasar imannya yang utuh dan kuat itulah yang menjadikannya mampu melewati semuanya. Keinginan untuk bisa “hidup di tubuh Tuhan” menjadikan ia menjadi kuat, selain itu pegangan adanya kuasa Roh Kudus yang membimbingnya membuatnya mengerti apa yang harus dilakukannya. Demikian juga dengan kita, dasar iman kita adalah percaya, percaya, dan percaya….. Mengapa? Karena dengan menekankan hal percayalah maka kita akan tetap berjalan di jalur hidup yang benar.

Pdt. Benhard Roy Calvyn Munthe
081361131151

Catatan Sermon
(1) Kata “kemah” perlu digarisbawahi. Menjelaskan bahwa “kemah” tempat kediaman kita di dunia ini akan dibongkar. Artinya bagaimanapun megahnya, luasnya, nyamannya kediaman tersebut tidak kekal, pasti dibongkar. Kiranya hal ini menjadi perhatikan kita. Namun bila kita memahami bahwa pembongkaran itu pasti dan kita tahu tujuannya maka kita tidak akan membrontak. Misalnya kita analogikan rumah. Kalau rumah kita dibongkar atau dirobohkan dengan tujuan yang jelas agar menjadi lebih baik, lebih besar, lebih nyaman, dsb, tentu kita tidak memberontak, kita akan mendukung bahkan ikut mengupayakan agar kediaman kita setelah pengrobohan tersebut lebih baik lagi.

(2) Walaupun “Kemah” kediaman kita di dunia ini akan dobongkar, tidak berarti “kemah” tersebut dibiarkan begitu saja. “Kemah” itu harus juga dirawat. Namun perawatannya juga harusnya berdasarkan iman. Hal ini penting. Sebab banyak orang mungkin tanpa menyadari (atau menyadari) biaya perawatan “kemah” (tubuhnya/kediamannya di dunia ini) jauh lebih diutamakan, atau jauh lebih banyak menghabiskan dana/biaya dibandingkan “merawat” sehubungan dengan bagaimana memiliki tempat kediaman di sorga. Dengan kata lain, biaya bagi pertumbuhan imannya tidak sebanding dengan biaya perawatan “kemah” yang akan dibongkar tersebut. Kita ambil contoh, untuk merawat tubuh agar tetap cantik, menarik tidak segan-segan mengeluarkan biaya tinggi, demikian juga ada orang demi hobby, popularitas, prestise tidak sungkan-sungkan mengeluarkan biaya sangat besar, namun sebaliknya bagi imannya sangat perhitungan, atau bahkan dapat dikatakan biasa-biasa atau pelit. Mengenai hal ini, ilustrasi “YANG MAU KITA DIBAWA MATI” kiranya mengingatkan kita[1].

(3) Gog yang luar biasa kuat dan berkuasa tidak berarti apa-apa dibandingkan kuasa dan kekuatan Tuhan[2]. Tuhan dengan mudah mengalahkannya. Hal ini mengingatkan kita agar (1) bersyukur memiliki Tuhan yang jelas kita kenal, Yesus Kristus, (2) tetap beriman, walaupun sementara mengalami tekanan, pencobaan. Allah kita lebih berkuasa dari apapun, itu berarti ia mampu dan mau menolong kita.Minggu ini kita menggunakan Liturgi Kebaktian Penutupan Tahun. Hal ini mengingatkan bahwa kita telah sampai kepada penghujung tahun. Oleh karena itu dalam kebaktian ini kita juga perlu mengevaluasi iman kita, mengevaluasi bagaimana persembahan persepuluhan dan persembahan lainnya, bagaimana keaktifan mengikuti kegiatan gereja selama ini, dsb. Juga dalam kebaktian ini juga kental mekna penghiburan kepada keluarga yang diringgalkan.

--------------------------------------------------------
[1] Ilustrasi: "YANG MAU KITA BAWA MATI"
Dikisahkan ada seorang tua yang kaya raya, tidak lama lagi akan meninggal dunia. Dia berpikir: semua harta benda tidak dapat dibawa pergi, lebih Baik mencari seseorang untuk menemani kepergiannya. Orang kaya itu mempunyai empat orang istri. Yang paling disayangi adalah istri keempat, yang paling muda dan cantik. Dia berkata kepada istri keempat, "Biasanya saya paling sayang pada kamu dan telah membelikan banyak perhiasan dan berlian untukmu. Sekarang saya akan mati, temanilah saya pergi."

Akan tetapi, setelah mendengar kata-kata tersebut, sang istri keempat langsung berkilah, "Kalau dulu kamu mencintai saya, saya mengucapkan banyak terima kasih. Tetapi kalau meninggal dunia ya pergilah sendiri. Sebagai suami istri, jodoh kita sudah habis. Saya tidak ingin pergi bersamamu."

Maka orang kaya tersebut mencari istri ketiga. Tetapi begitu istri ketiga diminta menemaninya dalam perjalanan panjang untuk selama-lamanya, dia begitu terperanjat dan berkata, "Saya masih muda dan akan menikah lagi. Bermurah hatilah dan cari orang lain saja."

Setelah ditolak, orang kaya tersebut mencari istri kedua. Istri kedua Hanya dapat menjawab demikian, "Saya tidak dapat menemani kamu meninggal dunia. Pekerjaan di rumah masih begitu banyak yang harus saya kerjakan. Nanti setelah kamu meninggal saya akan mengatur segala perlengkapan upacara kematian. Mengingat hubungan kita sebagai suami istri, saya akan Mengantar kamu sampai ke pemakaman."

Setelah ditolak oleh ketiga istrinya, maka orang kaya tersebut pergi mencari istri pertamanya. Tetapi orang kaya tersebut juga menyadari bahwa sikapnya terhadap istri pertama dalam sehari-hari kurang baik dan sering tidak memperhatikan dia. Tetapi apa boleh buat, orang kaya tersebut tetap menghampiri istri pertama dan berkata dengan suara lembut, "Tidak lama lagi saya akan meninggal dunia, maukah kamu menemani saya?" Istri pertama setelah mendengar kata-kata tersebut langsung menjawab, "Sebagai suami istri saya siap menemani kamu."

Kisah tentang hartawan kaya tersebut bagaikan kehidupan kita. Istri keempat yang paling kita sayangi laksana badan jasmani kita. Setiap hari dirawat dan memakai perhiasan serta tata rias yang menarik. Tetapi setelah seseorang meninggal, badan jasmani ini akan ditinggalkan.

Sedangkan istri ketiga, bagaikan harta benda yang kita kumpulkan semasa hidup kita. Setiap hari kita menjaganya dan kuatir diambil oleh orang lain. Tetapi begitu kita meninggal dunia, harta benda kita juga tidak dapat dibawa.

Istri kedua, bagaikan sanak keluarga dan teman-teman kita. Masih berhubungan selama kita masih hidup. Setelah kita meninggal dunia, mereka juga datang dan menyatakan duka cita, setelah itu mereka sibuk lagi dengan pekerjaannya masing-masing.

Sedangkan istri pertama melambangkan apa? Yaitu hati nurani dan perbuatan kita. Biasanya kita begitu melalaikannya dan sampai di akhir hayat hidup ini, hal-hal tersebut masih tetap bersama kita. Sering kita lebih menuruti nafsu-nafsu yang timbul tanpa kendali, hasil perbuatan inilah yang kita Bawa setelah kita mati, baik berupa nama baik atau buruk, pahala atau akibat-akibat buruk yang telah kita perbuat semasa hidup.

Semasa hidup, manusia tidak dapat menemukan hati nurani yang sebenarnya setelah memperoleh kekayaan duniawi. Bagaikan kisah orang kaya tersebut, begitu akan meninggal dunia terasa amat gelisah dan kuatir. Badan jasmani, kekayaan serta istri cantik semuanya tidak dapat dibawa pergi pada saat seseorang akan meninggal dunia. Hanya akibat dan kekuatan dari perbuatan baik dan buruk yang dapat menyertai kita setelah kita meninggal – baik terlahir di alam surga atau alam yang menderita.
[2] Yehezzkiel 39:1-7 (pembacaan)


Artikel lain yang terkait:



0 komentar:

Post a Comment