Monday 15 November 2010

CATATAN KECIL TENTANG LITURGI DAN SPIRITUALITAS

(Disampaikan pada Konven Pendeta GBKP Wilayah IV (Klasis Jakrta-Bandung,
Klasis Jakarta-Banten, Klasis Sumatra Bagian Selatan),
tanggal 18 Oktober 2010 di Hotel Rudian Hotel-Cisarua Puncak)
Disampaikan oleh: Imanuel Adam

---------------------------------------------------------------------

Berbicara tentang liturgi, maka anda perlu melihat sedikit ke masa lalu. Kata “Leitourgia” berasal dari kata “Laos” (masyarakat, bangsa, atau persekutuan umat) dan “ergon” (melayani atau bekerja untuk kepentingan masyarakat). Jadi, leitourgia adalah panggilan seseorang untuk bekerja untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu masyarakat atau bangsa. Dalam hal ini orang Yunani memakai kata leitourgia untuk mengajak masyarakat membayar pajak pada pemerintah. Namun dalam perkembangan kekristenan kata leitourgia mendapat tempat dalam ibadah Kristen sebagai panggilan orang Kristen untuk terlibat secara aktif dalam pekerjaan bersama untuk menyembah, memuji dan memuliakan nama Tuhan, sekitar abad 12 M. Jadi “liturgi” disini bermakna “ibadah”. Dan perlu digarisbawahi bahwa ibadah Kristen (apapun denominasinya) haruslah bersifat liturgis, artinya melibatkan umat/anggota jemaat terlibat aktif dalam ibadah. Jangan jadikan umat penonton. Nah, partisipasi umat inilah yang perlu ditata, karena itu perlu ada tata ibadah. Tata ibadah inilah yang mengatur kapan giliran lector melayani, kapan giliran kolektan melayani dan seterusnya.

Dalam kehidupan praktis berjemaat sering anda bertemu tiga kata ini, Liturgi, Kebaktian dan Ibadah. Secara literer, ketiga kata ini mempunyai arti tersendiri. Namun dalam penggunaaan praktis sudah tidak dipersoalkan pada masa kini. Memang kata “liturgi” lebih dikaitkan dalam dunia teologi, sehingga di sekolah-sekolah teologi ada mata kuliah “liturgia”. Mata kuliah ini lebih mendalami seluk-beluk teologi ibadah minggu. Dengan kata lain bahwa liturgi lebih berbicara tentang konsep teologi tata ibadah. Kata “kebaktian”, dari kata “bhakti” (sansekerta), yang menunjuk pada sikap hormat, atau merendahkan diri. Kebaktian lebih menunjuk pada ibadah minggu. Sedang kata “ibadah” (abodah, Arab), menunjuk pada pelayanan seseorang pada Tuhan. Nah, melihat ketiga kata ini, paling tidak dalam ibadah minggu terjadi dua hal, yaitu “selebrasi” dan “pengutusan”.

Peter Wagner melihat bahwa ibadah adalah sebuah “selebrasi”,[1] dan menurut hemat saya ibadah bukan sekedar selebrasi melainkan juga pengutusan. Itulah sebabnya ibadah katolik sering menggunakan istilah “Missa Roma” (Missale Romanum). Kata “Missa” sendiri berasal dari kata Latin yang berarti “diutus” (dan kita mengenal kata “misi”). Jadi, ibadah minggu adalah selebrasi, yang mengingat kembali karya keselamatan Allah untuk manusia dan dunia, sejak masa Perjanjian Lama hingga masa kini. Dan ibadah minggu juga adalah pengutusan. Allah tetap bekerja, dan Allah yang bekerja itu adalah Allah yang mengutus.

Ibadah minggu sebagai selebrasi dan pengutusan harus memungkinkan terjadinya perjumpaan umat dengan Tuhan. Perjumpaan ini hanya dimungkinkan di dalam dialog. Dialog antar Tuhan dengan umatNya ( melalui Firman, Pembacaan Mazmur bertanggapan, Doa, dan pujian), dan dialog antar umat dengan Tuhan (melalui doa, pujian dan aksi melakukan Firman=pengutusan).
Selain ibadah minggu, maka gerejapun merayakan ibadah-ibadah tahun gerejawi yang hendak melengkapi penghayatan pekerjaan Allah untuk manusia dan dunia melalui saat-saat khusus, yang dicatat dalam Alkitab, dan pekerjaan orang kudus (gereja Katolik).

Demikian pendahuluan kita saat ini. Selanjutnya saya ingin mengajak anda untuk melihat liturgy dalam kaitannya dengan tujuan Tuhan. Seperti yang telah dicatat di atas bahwa tujuan liturgy adalah terjadinya perjumpaan antar umat dengan Tuhan. Tuhan menyapa dan umat menjawab. Bagi Calvin, ibadah adalah menyatu dengan Tuhan (Union with God). Melalui ibadah umat memiliki pikiran dan hati Kristus, dan umat menyadari akan kehendak Tuhan. Dan dalam dokumen Konsili Vatican II disebutkan bahwa melalui ibadah terjadi Pemuliaan Allah (Glorification) dan pengudusan umatNya (Sanctificion). [2]

Di gereja-gereja Protestan (biasanya yang berlatar belakang NZV), Martin Luther menjadi tokoh sentral dalam berteologi. Menurut Martin Luther, ibadah itu adalah pertama-tama inisiatip Tuhan untuk menyapa umatNya melalui FirmanNya (revelation), kemudian jemaat berrespon dalam bentuk doa dan pujian. [3] Oleh karena itu dalam liturgi gereja-gereja tersebut cukup banyak dialog.

Pola Dalam Gereja Reformasi
Di gereja-gereja reformasi dikenal empat pola dalam liturgi, yaitu Jemaat Berhimpun, Liturgi Sabda, Liturgi Syukur, Diutus Ke dalam Dunia. Bahkan di gereja-gereja baru (seperti GBI, Pentakosta, Kharismatik) mereka menggunakan 4 pola ini walau urutannya kadang tidak seperti gereja-gereja reformasi.

Dikatakan umat berhimpun. Hal ini berarti menyatukan pikiran dan hati umat untuk menyatu dating ke hadirat Tuhan. Hal ini dapat dilakukan melalui pujian, Votum dan Salam Pendeta, kata-kata pembuka. Setelah itu melalui pujian bersama, umat dipersatukan hati dan pikirannya untuk siap berjumpa dengan Tuhan. Itulah sebabnya dalam kesempatan ini umat diberikan kesempatan secara pribadi untuk datang pada Tuhan melalui doa-doa sesalnya. Pengakuan inilah yang membuat umat semakin menundukkan diri pada Tuhan. Dan dalam kesempatan ini umat dihibur dan dikuatkan melalui berita anugerah, yang memberikan kekuatan, semangat dan damai. Sukacita inilah yang disambut dengan sikap umat yang saling berjabatan tangan untuk menyampaikan salam damai, damai bersama Allah dan damai bersama sesama. Setelah itu umat bersyukur melalui pujian syukur mereka.

Setelah umat berhimpun, maka masuklah dalam liturgi sabda. Dalam liturgi sabda diawali dengan doa epiklese (prayer of illumination). Doa epiklese adalah doa permohonan turunnya Roh Kudus. Melalui Roh Kuduslah umat dimampukan (tentunya dengan hikmat Tuhan) memahami Firman Tuhan. Dalam iman katolik doa epiklese mempunyai dua arahan, yaitu epilese konsekrasi dan epiklese komuni. Epilese konsekrasi adalah doa permohonan agar roti dan anggur diubah menjadi tubuh dan darah Kristus. Epiklese komuni adalah doa permohonan agar setiap umat menjadi satu dengan Kristus. [4] Di dalam kekristenan, epiklese adalah gambaran dari kesadaran umat bahwa Allah itu ada dan Allah itu mampu memberikan hikmat agar umatNya memahami FirmanNya. Doa epiklese diucapkan agar tidak terjadi suasana magis. Sang pemimpin disamakan dengan Tuhan, dan apa yang mengalir dari mulutnya adalah suara Tuhan. Doa epiklese menunjuk keyakinan iman Kristiani bahwa hanya Allah saja yang sanggup mengubah sesuatu dan menguduskan sesuatu melalui Roh KudusNya.

Gereja-gereja protestan memahami bahwa setelah doa epiklese adalah tempat bagi khotbah. Dan khotbah diyakini sebagai penyataan Allah dalam Alkitab yang dikhotbahkan. [5] Karena khotbah adalah Penyataan Allah dalam Alkitab, maka khotbah itu sendiri haruslah dimengerti, sederhana, bahasa yang baik, dan khotbah itu sendiri harus menegur, menguatkan (meneguhkan), menghibur dan memotivasi. Melalui khotbah, umat dapat berjumpa dengan Tuhan. Nah, perjumpaan itu membangkitkan respon umat dalam bentuk perenungan diri (saat teduh), respon bersama dalam bentuk pengakuan iman bersama (Affirmation of Faith), respon bersama dalam bentuk doa syafaat.

Umat yang diteguhkan Firman Allah menyatakan syukurnya melalui persembahan syukur dalam liturgi Syukur. Pengucapan syukur umat (dahulu umat membawa roti dan anggur sebagai pengucapan syukurnya; Rm 12:1 menegaskan bahwa yang penting itu adalah tubuhnya, hidupnya yang mengucap-syukur) dilakukan melalui persembahan syukur.
Umat yang bersyukur adalah umat yang diutus menjadi pelaku Firman dalam hidup sehari-hari. Pengutusan dikuatkan dengan pujian dan berkat Tuhan, yang melengkapi umat, mendorong umat, menjadi pelaku Firman di dalam dunia.

Ibadah menjadi sebuah ibadah yang hidup semua tidak terlepas dari respon atau keterlibatan umat dalam ibadah. [6] Bagian inilah yang hendak saya dan anda diskusikan sejenak. Faktor-faktor apa yang menyebabkan ibadah-ibadah kita kurang diminati umat ? Umat tidak merasakan perjumpaan dengan Tuhan dan akhirnya ibadah hanya menjadi rutinitas. Beberapa factor yang sempat saya catat adalah bahwa umat tidak dapat melibatkan diri dalam ibadah karena umat tidak disertakan oleh pemimpin liturgi. Padahal umat saat itu sedang mengalami pergumulan hidup dan sedang mencari jalan keluar. Selain itu, bahasa liturgi yang kaku, tidak menyentuh hasrat umat untuk terlibat. Alat-alat yang seharusnya mendukung ibadah tidak berjalan dengan semestinya mempunyai dampak pada umat segan terlibat dalam ibadah. Dan menurut saya, masih banyak hal yang dapat dicatat tentang hal ini. Dan saat ini saya ingin mengajak anda untuk melihat hal-hal yang positip, yang dapat kita renungkan, dalam rangka peningkatan pelayanan ibadah di gereja-gereja anda.

Persiapan Ibadah
Pernahkah anda datang berkunjung ke hotel berbintang, seperti hotel bintang lima ? Pertama kali anda menginjakkan kaki anda di hotel tersebut, apa yang dilakukan pelayan hotel ? Seorang pelayan hotel berkelas bintang lima atau diamond, telah dilatih untuk memahami pelanggan yang lelah dan ingin beristirahat dengan baik di hotel tersebut biasanya akan memberikan “welcome drink” yang melegakan. Sambil memberikan minuman tersebut sang pelayan akan menuntun anda sampai di “receptionist” dan menolong anda memastikan kebutuhan anda. Pelayanan mereka membuat anda puas menjalani hari-hari anda disana. Anda bagai seorang raja yang dilayani, dihormati, disapa dengan halus. Seluruh pelayan hotel memandang anda sebagai orang yang begitu penting dan berharga. Apa yang terjadi dengan orang-orang yang datang ke gereja anda ? Bagaimana sikap para pelayan disana ? Bagaimana dengan para “usher” yang menyambut jemaat datang beribadah ?

Ibadah akan menjadi ibadah yang baik ketika diawalnya disiapkan dengan baik. Awal disini adalah saat umat mulai masuk wilayah gereja. Sebuah penelitian terhadap perusahaan-perusahaan Amerika serikat di tahun 1998 yang kehilangan banyak pelanggan adalah sebagai berikut :

  1. Pelayanan yang buruk merupakan alasan no. 1 di perusahan-perusahaan Amerika kehilangan bisnis mereka
  2. Rata-rata pelanggan yang tidak puas menceitakan ketidakpuasan mereka pada Sembilan orang lain
  3. Perlu biaya 5 sampai 10 kali lipat untuk menarik pelanggan baru dibanding dengan mempertahankan pelanggan lama
  4. Keunggulan menyebabkan kenaikkan penjualan

Data di atas baru berbicara tentang dunia usaha atau bisnis. Bagaimana dengan gereja ? Rupanya data di atas juga mempengaruhi gereja. Pelayanan yang buruk pada umat akan menjadikan gereja ditinggalkan umat. Rata-rata umat yang tidak puas akan menceritakan ketidakpuasannya paling sedikit pada 20 orang lebih. Perlu daya dan dana berlipat-lipat untuk menarik umat baru dibvanding dengan mempertahankan yang lama. Keunggulan sebuah pelayanan dalam ibadah menyebabkan kenaikkan kehadiran dalam ibadah. [7]

Rupanya yang menjadi penyebab sulitnya umat bertemu dengan Tuhan dikarenakan diawal kehadirannya di gereja tidak diarahkan masuk dalam hadirat Tuhan. Kadangkala umat yang sudah terbiasa beribadah di gerreja anda buta akan informasi gereja anda. Siapakah yang menjelaskan ? Ketika anda ada di hotel bintang lima, anda akan melihat sebuah stand “information”. Setiap pelanggan yang buta akan situasi, lokasi hotel tersebut akan mendapat informasi yang diperlukan. Apakah digereja anda ada tempat mencari informasi, dan siapakah orangnya ?

Bila anda datang ke sebuah gereja, dan saat itu ada seorang menyambut anda dengan ramah, dan memberikan anda warta gereja, serta mengajak anda menempati sebuah kursi di ruang ibadah. Sebelum pergi orang tersebut bertanya pada anda, “apakah anda merasa nyaman duduk ditempat ini ? Ini sebuah Alkitab bila anda memerlukannya, dan yang ini adalah buku nyanyian pujian. Apakah anda masih memerlukan sesuatu yang dapat saya siapkan ? Bila tidak, saya ada disudut sana, bila anda memerlukan saya, saya ada disana. Selamat beribadah !”. Apa kesan anda pada orang ini ?

Suatu hari saya beribadah di sebuah gereja. Ketika saya sampai disana, saya kebingungan mencari tempat parkir yang saat itu cukup padat. Saat itu ada seorang berdasi menghampiri mobil saya dan mengatakan” Selamat pagi pa. Saya Pnt …., (sambil menunjukkan nama yang tertera di dadanya), silahkan bapa turun saya akan memarkirkan mobil bapa. Bapa tinggal mencari saya di pos depan, disana, saya akan menanti bapa untuk memberikan kunci mobil bapa !”. Bila anda ada dalam posisi saya saat itu, bagaimana kesan anda terhadap gereja tersebut ?

Contoh dan pengalaman tadi mungkin membawa anda mulai merefleksikan dengan keadaan gereja anda. Apa yang selama ini terjadi dengan kelompok “usher” gereja anda. Bagaimana pelayanannya ? Apakah perlu ada peningkatan pelayanan dibidang ini ? Ternyata garis depan sangat mempengaruhi keberadaan ibadah secara menyeluruh. Gereja bintang lima mengajarkan anda dan saya untuk menyambut, melayani serta menyiapkan ibadah sejak di halaman gereja. [8]

Didalam Ibadah
Yang sangat penting berperan dalam ibadah adalah peran pemimpin ibadah. Setelah itu adalah sang pengkhotbah, dan selanjutnya adalah keterlibatan umat dalam ibadah. Bila seorang pemimpin ibadah adalah seorang yang kaku, tidak dapat membawa umat terlibat aktif dalam ibadah, maka sebenarnya sang pemimpin ibadah sedang menghancurkan perjumpaan umat dengan Tuhan. Ibadah hanya menjadi sebuah ritual yang tidak memiliki daya atau pengaruh positip terhadap umat. Paling sedikit seorang pemimpin ibadah adalah:

  • Seorang yang mampu mengajak umat terlibat dalam ibadah, mampu mengajak jemaat berespon
  • Seorang yang mampu menggunakan bahasa komunikasi yang sederhana
  • Seorang yang dapat berkomunikasi verbal dan non verbal pada umat dengan baik
  • Seorang yang menghayati dan mengimani karya Tuhan dalam hidup pribadinya yang menyelamatkan

Dibeberapa gereja protestan, pemimpin ibadah adalah pendeta.Ibadah akhirnya berpusat pada pendeta. Walaupun demikian, sang pendeta harus mampu menjadi seorang pemimpin ibadah yang baik.

Hal yang lain adalah mengenai sang pengkhotbah. Ia haruslah seorang yang dapat mengkomunikasikan berita Alkitab dengan baik pada umat di masa kini. Khotbah-khotbahnya mampu menjawab pergumulan umat di masa kini. Khotbah pastoral adalah khotbah-khotbah yang dibutuhkan umat masa kini. Khotbah pastoral adalah khotbah yang dialogis. Khotbah pastoral adalah khotbah yang menggunakan bahasa pergaulan sehari-hari. Khotbah pastoral adalah khotbah yang mampu membawa umat bertobat dan memulai hidup baru dalam komitmennya yang sungguh. Khotbah pastoral adalah khotbah hidup manusia, disana ada tawa, disana ada keharuan, disana ada teguran, disana ada kekuatan dan penghiburan. Di dalam khotbah pastoral umat merasakan Allah sendiri yang berbicara dan Allah menghendaki tanggapan atau respon umat. [9]

Musik dan nyanyian rohani sangat mempengaruhi ibadah. Peranan seorang organis atau pianis dalam ibadah sangat penting. Melalui musiknya, umat dapat merasakan hadirat Tuhan, melalui musiknya umat dapat berespon positip pada Tuhan. Musik dan nyanyian rohani terus menerus akan berkembang, dan bagaimana gereja mulai menyikapi perkembangan-perkembangan ini secara positip.

Melalui musik dan nyanyian gereja, terkait erat adalah peran sound-system. Seorang yang menangani managemen suara dalam ibadah adalah seorang yang berperan dalam proses perjumpaan umat pada Tuhan. Penanganan sound dengan tidak baik akan mempengaruhi hubungan yang sedang dibangun antar umat dengan Tuhan. Bagaimana dengan gereja anda dalam hal khotbah, musik dan penata sound ? Dapatkah anda sharing sejenak untuk hal ini ? Melalui sharing ini tanpa anda sadari anda sedang menyiapkan sesuatu yang lebih baik bagi gereja anda.

Spiritualitas
Spiritualitas bukanlah agama. Spiritualitas adalah kesadaran seseorang bahwa ia hidup tidak lepas dari peran Tuhan. Kesadaran diri inilah yang membawa seseorang untuk datang pada Tuhan bukan saja dalam ibadah, melainkan melalui doa pribadi dan melakukan hal yang terbaik dalam hidupnya. Spiritualitas adalah kesadaran seseorang tentang jati dirinya dan mampu mengaktualisasikan dirinya.

Dalam hidup, manusia sangat membutuhkan pangan, pakaian dan kebutuhan biologis (fisiologis). Manusia juga membutuhkan keamanan, rasa memiliki atau kasih sayang (social), penghargaan (esteem), aktualisasi diri. Abraham Maslow, dalam teori psikologinya berbicara tentang Hierarchy of Needs, melihat bahwa spiritualitas adalah tingkat tertinggi dari manusia dimana manusia dapat mengaktualisasi dirinya. Tahap ini manusia memahami siapa dirinya dihadapan Tuhan, manusia dapat berkreasi, memiliki instuisi, ceria, sukacita, penuh kasih, toleransi, kerendahan hati, memiliki tujuan hidup yang jelas, membantu orang lain. [10]

Dalam ibadah, spiritualitas seseorang diarahkan menjadi seorang yang memiliki karakter Kristus. Ibadah mengarahkan seseorang untuk bertumbuh dalam kehidupan spiritualnya. Oleh karena itu spiritualitas sangat bersentuhan dengan ibadah.

----------------------------------------
[1] Peter Wagner, Your Chruch Can Grow, Regal Books, California USA, 1984, p.111-126
[2] Vatican Council II, The Constitution on the Sacred Liturgy, art. 2
[3] James F.White, Introduction to Christian Worship: Third Edition (Nashville: Abingdon, 2000), p.22
[4] E. Martasudjito, Pengantar Liturgi: Makna, Sejarah dan Teologi Liturgi, Yogyakarta : Kanisius, 1999
[5] J.G.Davies & A.Raymond George, Eds., The Worship of The Reformed Church, Richmond: John Knox Press, 1966.
[6] Craig Douglas Erickson, Participating in Worship: History, Theory, and Practice, Louisville: Westminster:John Knox Press, 1998.
[7] Alan Nelson & Stan Toler, The Five Star Chruch, Regal Books, Ventura, California, 1999
[8] Ibid, p. 31-41
[9] Imanuel Adam, Pastoral: bahan kuliah MDiv, di STT Cipanas, 2008
[10] A.H. Maslow, A Theory of Human Motivation, Psychological Review 50(4) (1943):p. 370-396.


Artikel lain yang terkait:



0 komentar:

Post a Comment