Monday 17 February 2014

Renungan / Khotbah Kejadian 2:16-17; 3:1-7, Minggu 9 Maret 2014

Introitus : 
Dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis. Efesus 4 : 27

Bacaan : Roma 5 : 12 – 19 (Antiphonal); Khotbah : Kejadian 2 : 16 – 17; 3 : 1 – 7 (Tunggal)

Thema : 
Makanlah yang menjadi bagianmu/Makanlah Yang Seharusnya Dimakan (Panlah si biak man pangan)

Saudara-Saudari Jemaat Tuhan,
Sangat memprihatinkan sebenarnya bila kita mencoba menelaah kebisaaan bahasa yang ada dalam keseharian kita, khususnya tentang bekerja. Seharian kita “membanting tulang” mengeluarkan semua energy, pikiran, waktu dan kekuatan kita; eh alih-alh ketika ada yang bertanya pada kita “Untuk apa kamu bekerja seharian seperti itu”. Kita dengan entengnya mengatakan bahkah ada yang bangga sambil membusungkan dada menjawab “cari makan”… Seolah-olah ngga ada keperluan lain dalam kehidupan kita selain makan. Dan memang ada juga ungkapan yang bisa sangat berbeda yakni : Kita makan untuk bekerja” atau sebaliknya “bekerja untuk makan”. Terlepas dari mana yang benar ataupun meng”amin’kan istilah “cari makan”, memang harus jujur kita akui bahwa dalam kehidupan kita ada begitu banyak kebutuhan yang ingin kita penuhi.

Dunia umum menggambarkan bahwa ada tiga (3) jenis kebutuhan dalam kehidupan kita. Pertama, kebutuhan Primer (utama) menyangkut sandang, pagan dan papan. Kedua, kebutuhan sekunder (menengah) menyangkut hal-hal yang bisa menambah bagian yang kta rasa bisa menunjang kebutuhan primer sehingga lebih layak lagi, semisal kendaraan roda dua bahkan empat tanpa berfikir tetang bagusnya dan harga (mahal), yang penting ada. Lalu yang ketiga, kebutuhan lux (mewah), kalau bahasa sekarang menyangkut masalah “pencitraan diri” suda terpenuhi kebutuhan primer dan sekunder, namun ini sudah mengarah pada mpeningkatan mutu dan kwalitas.

Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus,
Minggu ini kita sangat diarahkan pada aspek pemenuhan “kebutuhan hidup”. Tentang bagainmana kita mencoba berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup kita. Dan yang menjadi penekanan adalah apakah masih ada unsure kebenaran, kejujuran, dan takut akan Tuhan dalam upaya mendapatkannya. Atau kita jatuh pada prisip “bodoh” : YANG PENTING SELAGI ADA KESEMPATAN….. SIKAAATTT. Masalah dosa urusan belakang, masalah apakan ada orang lain yang dikorbankan, itu juga ngga urusan. Yang penting Aku Senang, Aku menang… peduli orang susah.. Yang penting happy (masih ingatkah kita lirik lagu BENTO)

Dari setiap bagian yang sudah bersama-sama kita baca ada penekanan yang sangat tegas yang mengarah pada kesadaran untuk berbuat benar dalam kehidupan. Selain itu, mawas diri bahwa di sekitar kita ada begitu banyak hal-hal duniawi yang sepertinya “madu kehidupan” yang bisa memberikan kesenangan; padahal didalamnya ada :jerat” yang bisa “mematikan” kita. Tawaran-tawaran yang pada intinya sama seperti ketika manusia “ditahlukkan ular” dengan segala tipu daya dan kelicikan. Bahkan “mengatasnamakan Sang Kebenaran” sebagai alat untuk mencapai tujuannya. Tercapaikah tujuan sang Pengacau itu. Yaaaa… sangat jelas sekali bahwa “manusia” masih kalah abu dan takluk” pada jeratnya itu.

Lalu bagaimana situasi kondisi kita saat ini. Miris sekali hati ketika melihat, membaca dan mendengar bahwa saat ini “bencana yang juga sangat menakutkan yaitu Korupsi”. Alasan yang dipakai mulai dari kata “terpaksa korupsi sampai pada menyangkal tidak melakukan padahal melakukan” semua itu menggambarkan “ketidakbenaran sikap hidup manusia” yang sekaligus juga bagi saya adalah menggambarkan “Ketidakpercayaan akan kuasa pemeliharaan Tuhan dalam kehidupan kita” Yang ada adalah keinginan untuk selalu lebih dan lebih. Persaingan denga orang lain, keinginan untuk mencoba menyatakan diri sebagai sang penguasa alam” padahal, kalau kita mencoba merunur keinginan hati dan dunia kita, pada akhirnya kita akan jatuh dalam kesengsaraan dan ketakutan. Warna, bentuk, ucapan atau rayuan; semuanya membentuk perasaan “melayang-layang” sangat senang, inilah yang sering membuat manusia akhirnya jatuh ke lobang kematian akibat dosanya.

Padahal, kita juga membaca secara jelas, bahwa Tuhan Allah kita sudah menempatkan kita di suatu tempat yang sangat baik kondisinya. Manusia dijadikan sebagai “penguasa dan pengusaha” di atas dunia. Namun apa lacur, jaminan Tuhan akan pemeliharaanNya tidak sanggup meluluhkan godaan dan rayuan duniawi yang sangat gencar mencoba menghipnotis kita. Tuhan bukan hanya menempatkan, tapi juga sudah mempersiapkan “apa yang terbaik” menurutNya bagi kebutuhan kehidupan manusia. Namun sekali lagi kelihatan “kebodohan” manusia, manusia tidak punya pertahanan diri yang baik, dan juga manusia tidak mempercayakan kehidupannya pada Sang Pencipta. Nah, berulang, dan berulang yang ingin saya katakana adalah bahwa “upah” dati ketidak percayaan kita adalah “kesusahan, penderitaan dan bahkan manusia yang tadinya hidup dalam damai tanpa ada persaingan dan pwermusuhan; tapi akhirnya semua itu berbalik. Manusia jatuh, manusia dijauhkan, manusia tanpa kebanggaan.

Jemaat yang Tuan tetap kasihi,
Lalu sekarang mari kira renungkan kembali, melihat dari sisi keterlibatan kita dalam kehidupan kita maka paling tidak ada 3 (tiga) bagian bentuk keterlibatan kita yakni : kehidupan kita pribadi, kehidupan kita dengan orang lain bisa itu keluarga, teman atau orang lain, kehidupan kita dengan iman kita atau gereja. Jangan-jangan akibat pengaruh kehidupan dunia yang begitu luar bisa, maka sudah banyak diantara kita yang secara sadar atau tidak sadar sudah menebar dan menanamkan “racun dunia”. Kehidupan kita dan yang menyekitarinya sudah terlalu terbiasa bergelimang dengan racun (dosa). Kita member hidup bagi kita dengan “hasil dosa”, member kehidupan bagi keluarga dan orang lain juga dengan “hasil dosa” dan bahkan yang kita persembahkan dengan bangganya ke gereja juga sebenarnya “hasil dosa” dan kalau kita menyadarinya maka kita akan mengatakan “MENGERIKAN SEKALI”. Apakah Tuhan akan senang dengan ini; jelas tidak. Ingat …. Dalam sebuah bagian di kitab Amos dkatakan bahwa Tuhan jijik dan mau muntah menerima persembahan umatnya….

Lalu….. apa masih bisa kita hidup dalam “alam kejujuran”, mengandalkan anugrah dan pemeliharaan Tuhan”. Jelas BISA…. Bukankah inti dari beriman itu adalah percaya dan meletakkan seutuhnya kehidupan kita akan pemeliharaanNya. Memang sebagai akibat dari dosa nenek moyang kita, kita mendapat imbasnya yakni Kerja Keras. Namun bukan berarti Tuhan tidak peduli. Justru disinilah kata kuncinya. Bekerja Keras dengan mempercayakan bahwa Tuhan peduli… Bekerja Keras dengan mempercayakan Tuhan Memberi…. Bekerja Keras dengan mempercayakan Tuhan Memberkati… Bekerja Keras dan Mensyukuri Berkat yang Tuhan beri. Semua ini akan menjadikan kita lebih sehat baik secara jasmani maupun rohani, karena apa yang kita berikan bagi diri kita, keluarga dan orang lain, bahkan gereja akan menjadikan Tuhan semakin membuka hati untuk mengasihi kita. JADILAH SALURAN BERKAT DALAM KEHIDUPAN KITA DENGAN APA YANG TUHAN BERI DALAM KEHIDUPAN KITA…. AMIN….

Pdt. Benhard Roy Calvyn Munthe
GBKP Rg. Cisalak – Depok
081361131151


Artikel lain yang terkait:



0 komentar:

Post a Comment